Sukses

Jaga Zapin Jadikan Harga Sawit di Riau Tertinggi di Indonesia

Program Jaga Zapin besutan Kepala Kejati Riau membuat harga sawit tidak merugikan petani karena setiap penetapan harga selalu dikontrol oleh penegak hukum dan pemerintah.

Liputan6.com, Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi dalam beberapa waktu belakangan menjalankan Program Jaga Zona Pertanian, Perekonomian dan Industri (Jaga Zapin). Besutan Kepala Kejati Riau Dr Supardi ini memberikan perlindungan bagi petani sawit agar harganya tidak dimainkan pengusaha.

Program Jaga Zapin Kejati Riau dinilai mampu menstabilkan harga tandan buah segar (TBS) sawit di Riau. Harganya kini disebut Supardi paling tertinggi di Indonesia, khususnya petani plasma.

"Tertinggi di Indonesia untuk sawit plasma, untuk harga swadaya, sudah dibikin juga tahapan harganya," kata Supardi usai Forum Group Discussion (FGD) bersama Pemerintah Provinsi Riau, Asosiasi Pengusaha Sawit dan Asosiasi Petani Sawit di Riau, Selasa siang, 17 Oktober 2023.

Supardi menjelaskan, Program Jaga Zapin sudah berlangsung sejak tahun 2022. Kala itu, harga sawit di kalangan petani plasma dan swadaya tidak sebanding dengan harga minyak mentah sawit atau CPO.

Harga sawit di kalangan petani juga tidak sebanding dengan kebutuhan kebun, misalnya pupuk. Kejati Riau kemudian menginisiasi pengawasan dan pelaksanaan regulasi harga TBS di tingkat provinsi dan pusat.

Pemerintah Provinsi Riau dan sejumlah asosiasi diajak duduk bersama mengontrol harga agar tidak ada permainan yang merugikan petani. Kolaborasi ini perlahan membuat harga sawit stabil hingga sampai ke pabrik.

"Ini menjaga iklim jadi lebih baik, masyarakat merasa terlindungi dan pengusaha merasa tidak dirugikan," kata Supardi.

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Permentan Harus Direvisi

Dalam FGD itu, Supardi dan peserta menyorot Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018. Permentan ini merupakan regulasi penetapan harga sawit.

Ada beberapa aspek dalam Permentan itu yang dinilai membuat harga sawit masih tidak berpihak pada petani. Terkhususnya sejumlah biaya sebelum penetapan harga yang tidak sampai ke petani.

"Kami sepakat Permentan ini harus direvisi, drafnya nanti disiapkan agar Permentan dirasakan manfaatnya," kata Supardi.

Supardi menilai Permentan harus direvisi karena ada 15 juta hektare kebun sawit di Indonesia. Dari jumlah itu, sepertiganya ada di Riau sehingga masyarakat banyak bergantung pada Permentan itu.

"Kalau petani sawit maju maka pergerakannya sampai ke usaha lan juga akan maju," tutur Supardi.

Â