Sukses

Temui Petani yang Sedang Berkonflik, Gubernur Jambi: Berdosa Saya Kalau Rakyat Menderita

Akhirnya, Gubernur Jambi Al Haris menemui ratusan massa aksi petani yang menuntut penyelesaian konflik agraria dan lingkungan hidup.

Liputan6.com, Jambi - Sayo intinyo sekok bae. Bedoso sayo kalau rakyat sayo menderita (Saya intinya satu saja. Berdosa saya kalau rakyat menderita), kata Gubernur Jambi Al Haris saat bertemu dengan ratusan massa aksi petani yang berunjuk rasa menuntut penyelesaian konflik agraria dan persoalan lingkungan hidup. 

Berdiri di hadapan ratusan massa aksi petani yang sudah menunggu sedari pagi, Gubernur Jambi Al Haris hanya menyampaikan beberapa patah kata. Dia mengajak perwakilan dari 19 kelompok petani dari 7 kabupaten/kota untuk ke ruangan dan berdiskusi mencari jalan keluar penyelesaian konflik agraria yang tengah dihadapi kaum tani.  

"Jadi saya akan menerima ke ruangan. Kita bahas satu persatu masalahnya apa," kata Haris di hadapan massa aksi, pada Rabu (18/10/2023).

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan massa aksi didampingi langsung Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Abdullah. Bersama anggota Walhi Jambi lainnya, Abdullah meyakinkan warga bahwa pertemuan dengan Al Haris dilakukan secara terbuka dan transparan.

"Silakan Pak, nanti kalau mau diverifikasi objek subjeknya kita siap. Skema (penyelesaian) apa apapun harapannya sesuai kemauan rakyat," kata Abdullah.

Pertemuan dengan Al Haris itu berlangsung sekitar 3 jam. Dalam pertemuan itu, Al Haris memanggil anak buahnya dan para kepala OPD terkait, termasuk Badan Pertanahan Nasional untuk mencatat persoalan dan mencari jalan keluar penyelesaian konflik.

Satu persatu perwakilan kelompok tani menyampaikan masalahnya, yakni soal konflik agraria dan dampak lingkungan industri ekstraktif baru bara. 

Satu di antaranya, misalnya perwakilan petani transmigrasi di Desa Mekar Sari dan Tebing Tinggi, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, Jambi, sampai sekarang masih berhadapan dengan mafia tanah. 

Mereka menyampaikan, meski masyarakat transmigrasi punya sertifikat tanah, namun selama bertahun-tahun mereka tak bisa menikmati hasil kebun di atas tanah kapling jatah program transmigrasi karena tanah mereka dikuasasi mafia tanah.

"Ini tidak bisa dibiarkan karena sudah punya legalitas, kasian rakyat kalau begini," kata Haris.

Sebelumnya, dalam aksinya Walhi Jambi bersama 19 kelompok masyarakat tani menegaskan bahwa kehadiran industi ekstraktif menimbulkan kejahatan lingkungan yang kompleks. Bahkan telah melahirkan konflik sumber daya alam yang akut dan kaum tani kerap menjadi korban intimidasi.

Akibat industri ekstraktif itu, deforestasi, kebakaran hutan, pencemaran lingkungan hingga konflik agraria menjadi rentetan masalah kronis yang tidak dapat dihindari oleh rakyat kecil. Tapi pemerintah selaku pihak yang memberi izin korporasi malah lepas tangan.

Dari 19 kelompok dampingan Walhi Jambi yang bertemu dengan gubernur, diantaranya 8 kelompok berkonflik dengan korporasi sektor kehutanan dan hutan tanaman industri (HTI). Kemudian 11 kelompok lainnya berkonflik dengan sektor perkebunan kelapa sawit.

2 dari 2 halaman

Mengawal Komitmen

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jambi Abdullah mengaku sedikit lega karena aksi mereka mendapat atensi dari Gubernur Jambi. Namun, ia terus mengajak petani dampingannya untuk mengawal komitmen gubernur untuk menyelesaikan konflik dan persoalan lingkungan hidup.

"Masyarakat tadi sudah dengar sendiri, Pak Gubernur sudah komitmen untuk membantu menyelesaikan," kata Abdullah.

Dalam proses penyelesaian ini, Walhi Jambi memastikan seluruh petani dampingannya itu memiliki objek dan subjek dan keberadaannya jelas. Begitu pula, terkait rekomendasi usulan pengurangan izin kawasan hutan tanaman industri, ia akan mengawalnya.

"Pasti seluruh dokumen terkait untuk usulan pelepasan kawasan hutan dan wilayah lain, kami bersama masyarakat akan menyiapkan dokumen pendukung," ujar Abdullah.

Penguasaan sumber daya alam berbasiskan korporasi yang difasilitasi pemerintah, kata Abdullah, tidak menjawab kebutuhan rakyat. Rakyat sejatinya membutuhkan wilayah kelola secara mandiri, adil, berkelanjutan.

"Sudah seharusnya orientasi arah pembangunan Provinsi Jambi mengedepankan nilai-nilai keadilan ekologis dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Jambi," Abdullah menandaskan.