Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Jawa Barat disebutkan dalam data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) berhasil menurunkan angka prevalensi stunting dengan rerata penurunan mencapai 2,72 persen per tahun.
Pada tahun 2018 menurunkan angka prevalensi 31,1 persen dan pada tahun 2022 mencapai 20,2 persen. Dalam kurun waktu itu Pemerintah Jawa Barat diklaim berhasil menurunkan angka prevalensi stunting 10,9 persen.
Menurut Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, target penurunan stunting ke angka 14 persen dapat tercapai di tahun 2024 mengikuti target nasional.
Advertisement
"Insyaallah, (target 14 persen) saya yakin bisa tercapai di 2024. Ada dua intervensi, yang satu betul-betul ditujukan pada anak, satu lagi ini yang harus dikerjakan bersama-sama seperti sanitasi dan air. Jadi tak hanya makanan atau sampai ibu hamil, tapi juga semuanya harus diperhatikan bersama-sama," ujar Bey di Bandung, Rabu (25/10/2023).
Bey menegaskan untuk mencapai target tersebut diperlukan upaya ganda dari mulai pemenuhan gizi semenjak kehamilan hingga infrastruktur mumpuni seperti akses air bersih dan sanitasi.
Merujuk pada angka Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat elektronik (e-PPGBM), angka stunting di Jabar saat ini hanya 6,01 persen, dengan data by name by address balita stunting sebanyak 178.058 per 15 Oktober 2023, dari sebelumnya 183.440 balita pada 2022.
Angka tersebut masuk dalam kategori rendah, meskipun terdapat perbedaan data sebesar 14,19 persen jika dibandingkan dengan data SSGI.
Upaya perbaikan kualitas data telah dilakukan melalui pelaksanaan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 dengan peningkatan jumlah sampling.
Baca Juga
Dampak Secara Nasional
Sementara itu, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi mengungkapkan, penurunan stunting di provinsi dengan penduduk terbanyak ini menyumbang presentase yang besar untuk Indonesia.
"Untuk suatu provinsi yang jumlah penduduknya sangat besar, pencapaian Jawa Barat bukan hal yang mudah. Penduduknya sampai 50 juta, ( stunting ) turun dari angka 24 persen ke angka 20 persen dalam satu tahun. Saya ucapkan selamat," kata Maria.
Maria menuturkan raihan yang diperoleh Pemerintah Jawa Barat dicatat dalam data nasional karena provinsi tersebut menyumbang persentase yang besar untuk data nasional.
"Ini adalah provinsi yang terpenting untuk penurunan stunting," sebut Maria.
Maria menyebutkan, pihaknya telah melakukan analisis data stunting di tahun 2021 dan 2022. Hasilnya, terdapat potensi angka penambahan stunting baru, yakni stunting baru pertama balita usia 0 sampai 1 tahun sebanyak 580 ribu balita serta stunting baru kedua balita usia 1 sampai 2 tahun sebanyak 900 ribu anak.
"Jadi kita ada dua titik krusial dimana ada stunting-stunting baru, yaitu di usia 0 sampai 1 tahun dan usia 1 sampai 2 tahun. Kalau tidak bisa ditahan stunting barunya, maka kita akan sulit untuk menurunkan stunting ," ungkap Maria.
Maria menambahkan, fokus program dari Kemenkes dalam menekan angka stunting baru tersebut dilakukan melalui intervensi spesifik pada masa sebelum lahir dan sesudah lahir, mulai dari skrining anemia dan konsumsi tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri, pemeriksaan kehamilan, konsumsi TTD dan pemberian makanan tambahan energi pada ibu hamil.
Selain itu dilakukan pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI), tata laksana balita dengan masalah gizi dan peningkatan imunisasi pada balita.
Intervensi spesifik tersebut, lanjut Maria, telah disosialisasikan secara daring ke 34 dinas kesehatan tingkat provinsi, 514 dinas kesehatan tingkat kabupaten/kota dan dinas pemberdayaan masyarakat desa pada 16 Februari 2023.
Sosialisasi serupa juga dilakukan secara daring kepada 10.260 Puskesmas di seluruh Indonesia pada 1-17 Maret 2023.
Advertisement
Stunting
Dicuplik dari laman Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, menurut badan kesehatan dunia WHO pada tahun 2015, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Selanjutnya di tahun 2020, WHO menyebutkan stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan atau infeksi berulang atau kronis yang terjadi dalam 1000 HPK.
Perlu diketahui bahwa tidak semua balita pendek itu stunting, sehingga perlu dibedakan oleh dokter anak, tetapi anak yang stunting pasti pendek.
Dampak masalah stunting di Indonesia :
1. Dampak kesehatan :
a. Gagal tumbuh (berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus), hambatan perkembangan kognitif dan motoric.
b. Gangguan metabolik pada saat dewasa → risiko penyakit tidak menular (diabetes, obesitas, stroke, penyakit jantung, dan lain sebagainya).
2. Dampak ekonomi :
Berpotensi menimbulkan kerugian setiap tahunnya : 2-3 % GDP.
Penyebab Stunting
Ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya stunting, antara lain yaitu :
1. Asupan kalori yang tidak adekuat.
a. Faktor sosio-ekonomi (kemiskinan).
b. Pendidikan dan pengetahuan yang rendah mengenai praktik pemberian makan untuk bayi dan batita (kecukupan ASI).
c. Peranan protein hewani dalam MPASI.
d. Penelantaran
e. Pengaruh budaya
f. Ketersediaan bahan makanan setempat.
2. Kebutuhan yang meningkat.
a. Penyakit jantung bawaan.
b. Alergi susu sapi.
c. Bayi berat badan lahir sangat rendah.
d. Kelainan metabolisme bawaan.
e. Infeksi kronik yang disebabkan kebersihan personal dan lingkungan yang buruk (diare kronis) dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi (Tuberculosis / TBC, difteri, pertussis, dan campak).
Stunting Bisa Dicegah
Tentu stunting dapat dicegah. Berikut beberapa tips mencegah stunting :
1. Saat Remaja Putri
Skrining anemia dan konsumsi tablet tambah darah.
2. Saat Masa Kehamilan
Disarankan untuk rutin memeriksakan kondisi kehamilan ke dokter. Perlu juga memenuhi asupan nutrisi yang baik selama kehamilan. Dengan makanan sehat dan juga asupan mineral seperti zat besi, asam folat, dan yodium harus tercukupi.
3. Balita
a. Terapkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD).
Sesaat setelah bayi lahir, segera lakukan IMD agar berhasil menjalankan ASI Eksklusif. Setelah itu, lakukan pemeriksaan ke dokter atau ke Posyandu dan Puskesmas secara berkala untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Imunisasi
Perhatikan jadwal imunisasi rutin yang diterapkan oleh Pemerintah agar anak terlindungi dari berbagai macam penyakit.
c. ASI Eksklusif
Berikan ASI eksklusif sampai anak berusia 6 (enam) bulan dan diteruskan dengan MPASI yang sehat dan bergizi.
d. Pemantauan tumbuh kembang à weight faltering.
4. Gaya Hidup Bersih dan Sehat
Terapkan gaya hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan sebelum makan, memastikan air yang diminum merupakan air bersih, buang air besar di jamban, sanitasi sehat, dan lain sebagainya.
Bagaimana alurnya jika menemukan kasus masalah gizi supaya dapat mencegah stunting?
1. Surveilans gizi dan penemuan dan penangan kasus (Posyandu à Puskesmas).
2. Pelayanan sekunder atau tersier, memiliki Sp.A atau Sp.AK (gizi, tumbuh kembang). Memiliki sarana dan prasarana : klinik khusus tumbuh kembang.
Advertisement