Sukses

Tanggapi Dugaan Rantai Korupsi Eks Mentan SYL, Novel Baswedan Sebut Ketua KPK Firli Bahuri 'Giant Fish'

Kinerja KPK dinilai Novel Baswedan berimbas pada nilai indeks persepsi korupsi Indonesia di mancanegara, peringkatnya menurun.

Liputan6.com, Sukabumi - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menanggapi kasus mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang diduga terseret dugaan pencucian uang selama menjabat sebagai Mentan.

Syahrul Yasin Limpo diduga menerima keuntungan hingga Rp13,9 miliar. Sementara di sisi lain, dia juga diduga diperas oleh pimpinan KPK Firli Bahuri, terkait penanganan kasus pemerasan itu disidik Polda Metro Jaya.

Novel mengatakan, dirinya beberapa kali menyampaikan kritik soal dugaan praktik korupsi yang terjadi dalam KPK. Namun, menurutnya penyampaian itu tak kunjung ditanggapi.

"Saya beberapa kali berkomentar soal praktik korupsi di KPK dan itu terjadi beberapa tahun terakhir ini. Saya sudah menduga itu dan ternyata dugaan saya benar bahwa praktik korupsi seperti dibiarkan karena tak pernah dilaporkan di internal KPK," ujar Novel saat ditemui usai menjadi pembicara di Universitas Muhammadiyah (UMMI) Sukabumi, Selasa (24/10/2023).

Dia menilai, meskipun saat ini pimpinan KPK tersebut diperiksa sebagai saksi, tetapi, tak menutup kemungkinan statusnya akan naik menjadi tersangka. Hal itu tentu, menurutnya bisa membuat kepercayaan publik terhadap integritas KPK, menurun.

"Kita menduga kuat praktik itu terjadi maka ketika kita bandingkan kalau ada penanganan kasus besar di KPK, contohnya menteri lebel Mentan dengan praktik korupsi yang diduga dilakukan oleh Ketua KPK mana yang lebih besar. Saya katakan besar Firli Bahuri. Kalau ketua penegak hukum saja itu sudah suatu corengan yang luar biasa, ini ketua KPK bayangkan," terang dia.

Dia pun berharap, kasus tersebut bisa diusut tuntas. Sehingga, kinerja KPK juga bisa diperbaiki. Menurutnya, siapa pun yang mengkhianati kepentingan penyidikan korupsi merupakan kejahatan yang besar dan harus dihukum berat.

"Tentunya kita berharap, orang-orang yang mengkhianati dengan kepentingan korupsi, mengkhianati negara harus dihukum berat dan ini kejahatan yang sangat besar. Kalau kasus korupsi, menteri itu disebut big fish, maka Firli Bahuri ini giant fish," imbuhnya.

 

2 dari 3 halaman

KPK Diduga 'Backup' Firli

Sebelumnya, Firli Bahuri diperiksa pada Jumat (20/10) pekan lalu. Namun, Ketua KPK itu absen dengan alasan perlu mempelajari materi pemeriksaan dan terdapat kegiatan lain yang sudah diagendakan.

Polda Metro Jaya pun penjadwalan ulang pemeriksaan pada Selasa (24/10) kemarin. Namun, melalui surat kepada penyidik, Firli minta diperiksa di Bareskrim Polri meskipun kasus tersebut ditangani Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Novel Baswedan mengungkap, pada 2020 lalu Firli juga diduga pernah mendapatkan gratifikasi dari seseorang yang berurusan dengan sebuah perkara hukum. Saat itu, Firli menjadi sorotan karena menaiki helikopter mewah. Namun, dewan pengawas (Dewan) menyampaikan itu sebatas moda transportasi saja.

"Saya melihatnya begitu, bahkan ketika tahun 2020 Firli diduga mendapatkan gratifikasi layanan heli mewah limo copter, itu gratifikasi dan diduga pihak yang terkait berhubungan dgn perkara kemudian oleh Dewas hanya dikatakan itu guide mewah. Upaya menutup-nutupi itu tidak akan memperbaiki keadaan yang ada jujur saja, sampaikan apa adanya dan tegakkan hukum secara profesional," tuturnya.

 

3 dari 3 halaman

Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia Semakin Rendah, di Bawah Timor Leste

Lebih lanjut, eks Penyidik KPK itu menyebut, indeks persepsi korupsi di Indonesia jauh menurun, di tahun 2014 Indonesia peringkat 34 terendah. Penilaian itu pun terus menurun, terakhir pada 2019, Indonesia menempati posisi terendah 40 dalam indeks persepsi korupsi.

"Bicara indeks persepsi korupsi. Indeks persepsi korupsi kita di tahun 2014 itu 34. 34 itu rendah tapi kemudian meningkat terus secara berjenjang hingga 2019 itu sampai di angka 40 bayangkan," jelasnya.

Dia menilai, kondisi itu saat ini diperparah dengan cara KPK dalam menangani perkara korupsi. Bahkan, indeks tersebut mengalahi negara Timor Leste. Kendati demikian, dia mendorong penilaian tersebut agar dijadikan tantangan bagi pemerintah untuk bisa diperbaiki.

"Ternyata setelah itu dengan lemahnya KPK itu berdampak dengan turunnya indeks persepsi korupsi sampai di level kembali 34. 34 itu di bawahnya Timor Leste, bayangkan Timor Leste negara baru yang dulu menginduk dengan Indonesia tapi persepsinya lebih baik daripada Indonesia. Itu tantangannya," ujarnya.