Liputan6.com, Yogyakarta - Hari Sumpah Pemuda diperingati pada 28 Oktober setiap tahunnya. Hari peringatan ini bertujuan untuk mengingat sumpah pemuda yang menjadi momen penting kemerdekaan Indonesia.
Sumpah Pemuda merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi tonggak awal persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Para pemuda dari berbagai daerah dan suku bangsa berikrar untuk bersatu dalam satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yang sama. Dalam peristiwa ini, peran perempuan tidak kalah penting dari peran laki-laki.
Advertisement
Banyak perempuan yang turut serta dalam mempersiapkan dan mensukseskan Kongres Pemuda II, tempat Sumpah Pemuda diikrarkan. Sayangnya, dari 10 tokoh perempuan sumpah pemuda, hanya tujuh sosok yang berhasil ditelusuri profilnya.
Baca Juga
Berikut ini adalah beberapa tokoh perempuan yang berperan penting dalam sejarah Sumpah Pemuda.
1. Siti Soendari
Siti Soendari merupakan adik bungsu dokter Soetomo. Ia berasal dari kalangan Jawa elite yang berhasil menempuh pendidikan tinggi di Universitas Leiden di Belanda pada tahun 1934.
Ia menjadi perempuan kedua yang berhasil meraih gelar Meester in de Ritchen (Sarjana Hukum) di universitas tersebut. Pada Kongres Pemuda II, Siti berpidato mengenai rasa cinta Tanah Air.
Beliau menekankan bahwa rasa cinta tanah air harus ditanamkan pada perempuan sejak kecil, tidak hanya pada laki-laki saja. Mohammad Yamin selaku Sekretaris Kongres Pemuda II menerjemahkan pidato Siti yang diucapkan dalam bahasa Belanda.
Â
2. Poernomowoelan
Nona Poernomowoelan merupakan seorang guru dan salah satu perwakilan pemuda-pemudi Taman Siswa. Ia menjadi pembicara pertama di mimbar Kongres Pemuda II.
Sebagai tokoh yang aktif di bidang pendidikan, ia berpidato mengenai strategi mencerdaskan bangsa yang harus disertai dengan pendidikan yang tertib dan disiplin. Selain itu, menurut dia anak harus mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah maupun di rumah.
3. Emma Poeradiredja
Emma Poeradiredja mengenyam pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yakni sekolah menengah pertama pada zaman pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Selama hidupnya, Emma aktif dalam berbagai organisasi yang bergerak di bidang perjuangan kemerdekaan Indonesia dan kesetaraan perempuan.
Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan anggota DPR/MPR Indonesia. Saat Kongres Pemuda II, Emma yang menjabat sebagai Ketua Cabang Bandung Jong Islamieten Bond berpidato mengenai peran para perempuan agar terlihat.
Â
Advertisement
4. Johanna Masdani Tumbuan
Ketika Kongres Pemuda, ia berusia 18 tahun. Ia kemudian aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Ia menerima beberapa penghargaan dari era Soekarno hingga Habibie, yakni medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia (1953), Bintang Satya Gerilya (1958), Bintang Satya Lencana Penegak (1967), Bintang Mahaputera Utama (1998), dan beberapa penghargaan lain.
5. Dien Pantouw
Ia merupakan istri dari Sunario Sastrowardoyo. Keduanya pertama kali bertemu saat Kongres Pemuda II dan beberapa waktu setelah saling berkirim surat sampai akhirnya menikah.
6. Suyatin Kartowijono
Suyatin sejatinya tidak hadir dalam Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda karena sedang berada di Yogyakarta. Meski begitu, ia tetap mengikuti jalannya sidang dari pemberitaan media massa dan kabar dari rekan-rekannya di Jakarta.