Liputan6.com, Balikpapan - Suasana tegang terjadi di ruang sidang Pengadilan Negeri Balikpapan, pada sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan aset perusahaan PT Duta Manuntung (PT DM) dengan terdakwa mantan direktur utama Zainal Muttaqin, pada Selasa (7/11/2023). Ketegangan terjadi saat saksi meringankan terdakwa dihadirkan di dalam persidangan tersebut.
Saksi meringankan terdakwa yang dihadirkan yakni Dr Abdul Rais SH MH. Rais beberapa kali menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) dengan nada tinggi, sehingga sempat beberapa kali pula Hakim Ketua Ibrahim Palino mengingatkan saksi untuk tidak perlu bersitegang.
Ya, ini merupakan sidang yang ke-14, yang mendakwa Zam sapaan akrab Zainal Muttaqin melakukan penggelapan dalam jabatan periode 2016-2022.
Advertisement
Rais menjawab pertanyaan JPU dengan nada tinggi, karena menganggap JPU mengulang-ulang pertanyaan yang sudah dijawabnya. "Saksi ketika menjawab JPU pandangannya ke meja hakim saja, supaya tidak perlu bersitegang dengan JPU," kata Ibrahim Palino yang merupakan Kepala Pengadilan Negeri Balikpapan.
Abdul Rais menjelaskan bahwa dirinya diberi kuasa untuk mewakili terdakwa Zam sebagai pemegang saham menghadiri rapat umum pemegang saham tahunan (RUPS-T) PT DM. Di dalam RUPS-T itu ada dipaparkan adanya aset-aset perusahaan yang masih atas nama Zam, untuk segera dibalik namakan menjadi atas nama PT DM.
"Saya tegaskan di RUPS tahunan itu, saya menolak aset-aset atas nama pribadi terdakwa dibalik namakan ke atas nama PT. Duta Manuntung karena tidak ada dasar hukumnya," ungkap Rais.
Rais meminta pimpinan RUPS mencatat penolakannya itu. Namun risalah RUPS yang seharusnya mencatat penolakannya itu, tidak pernah diberikan kepadanya. "Sampai sekarang saya belum menerima risalah RUPS itu," tegas Rais.
Rais juga mengungkapkan fakta ketika Zam dimintai keterangan pertama kali oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri, sempat dibentak-bentak oleh Kepala Unit (Kanit) yang bernama Suprana dengan pangkat AKBP. "Saya bentak balik dia. Karena penyidik tidak boleh membentak-bentak seperti itu," kata Rais yang menambahkan bahwa bentak-bentak itu terjadi tengah malam, sekitar pukul 01.30 Wita.
Pada akhir kesaksiannya, Rais yang tampak garang itu, tiba-tiba menjadi melankolis ketika memohonkan agar terdakwa ditangguhkan penahanannya. "Saya tidak tega melihat terdakwa ditahan di Rutan," kata Rais terdengar seolah menahan tangis.
Tidak Ada Aset Tanah
Setelah Abdul Rais bersaksi, sidang dihentikan pada pukul 13.00 Wita. Sidang dilanjutkan lagi satu jam kemudian, dengan acara pemeriksaan terdakwa.
JPU langsung mencecar pertanyaan kepada terdakwa dengan aset-aset milik PT DM berupa tanah.
Terdakwa yang pernah selama 24 tahun menjadi direksi PT DM, menegaskan tidak ada aset berupa tanah dimiliki oleh PT DM.
Menurut Zam, selama dia menjadi direksi PT DM, setiap tahun selalu dilakukan RUPS-T. Selama itu pula tidak pernah ada usulan untuk membeli tanah. Dan para pemegang saham juga tidak pernah memerintahkan kepada direksi untuk membeli tanah.
"Tanpa perintah dan persetujuan pemegang saham, tentu direksi tidak berani membeli aset berupa tanah," kata terdakwa menjelaskan.
Sedangkan, penasihat hukum terdakwa pertanyaannya mengaitkan adanya tagihan dari direksi PT Jawa Pos kepada Dahlan Iskan yang diuraikan memiliki hutang kepada PT JP sebesar mencapai Rp 1 triliun.
Terdakwa mengaku menerima surat tembusan tagihan hutang itu. "Apakah terdakwa meyakini aset-aset atas nama pribadi terdakwa dipersoalkan berkaitan dengan tagihan hutang itu?," tanya Sugeng Teguh Santoso selaku ketua tim penasihat hukum terdakwa.
Alasannya, tagihan itu dilayangkan kepada Dahlan Iskan pada tahun 2018. Sejak itu aset-aset atas nama pribadi terdakwa dipersoalkan. Sedangkan sebelum itu tidak pernah dipersoalkan. "Saya meyakini demikian," kata terdakwa.
Sidang yang berakhir pukul 17.00 Wita itu akan dilanjutkan pada Kamis (9/11/2023). JPU dipersilakan hakim ketua untuk mengajukan tuntutan.
Advertisement