Liputan6.com, Jakarta - Produksi minyak nasional hingga kini terus mengalami tren penurunan. Berdasarkan data Kementerian ESDM, rata-rata produksi minyak menjelang akhir tahun, hanya mencapai 571.280 barel per hari (bph). Masih jauh dari target produksi lifting minyak dalam APBN 2023 di level 660 ribu bph.
Anggota Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar mengatakan, belum tuntasnya pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas), menjadi salah satu penyebab terus menurunnya produksi minyak nasional.
"Pengesahan revisi UU Migas sangat urgent dilakukan, untuk mendorong semaraknya investasi di sektor migas Indonesia. Terutama bagi perusahaan minyak global yang berniat berinvestasi di sektor hulu migas," katanya, dalam keterangan tertulis, Rabu (8/11/2023).
Advertisement
Dalam pandangan Gunhar, keberadaan investor dalam mencegah tren penurunan produksi minyak nasional, sangat dibutuhkan. Apalagi pemerintah menargetkan 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030.
"Target tinggi itu dapat tercapai jika dilakukan aktivitas pengeboran terhadap sumur-sumur baru dengan agresif dan masif. Serta berdasarkan data SKK Migas, akan dibutuhkan investasi lebih dari 20 miliar dollar AS per tahun," katanya.
Untuk itulah, Gunhar mendorong agar DPR bersama pemerintah segera merampungkan RUU Migas yang sudah 10 tahun belum juga disahkan. Mengingat, kehadiran regulasi yang jelas, tambahnya, akan menjadi daya tarik investor agar tidak lagi ragu-ragu berinvestasi di sektor hulu minyak nasional.
"Jadi, sudah saatnya revisi UU Migas disahkan, demi menyelamatkan produksi migas nasional yang terus menurun. Jika semakin lama revisi UU Migas disahkan, maka akan semakin besar ketidakpastian di mata investor. Mereka tentu akan lebih memilih berinvestasi di negara lain," pungkasnya.
"Kita lihat saja, semakin lama revisi UU Migas tidak disahkan, maka tren penurunan produksi migas terus terjadi. Sehingga terus menimbulkan beban bagi APBN," katanya lagi.
Â
Cadangan Minyak di Daerah
Menurut data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki cadangan minyak bumi dan kondensat terbukti sebesar 2.245,18 juta stok barel (million stock tank barrels/MMSTB) pada 2021. Antara lain di Jawa Timur sebesar (499,9), Sumatera bagian tengah (439,42), Sumatera Selatan (391,98), Jawa Barat (364,39), Maluku (214,53), Papua (113,71), Kalimantan (90,92), dan daerah lainnya.
Namun, cadangan potensial dan ekspektasi itu tampaknya belum bisa dimanfaatkan, mengingat kapasitas lifting minyak bumi nasional yang terus menurun. Menjelang akhir tahun 2023, produksi minyak hanya mencapai 571.280 barel per hari (bph). Masih jauh dari target produksi lifting minyak dalam APBN 2023 di level 660 ribu bph.
Advertisement