Sukses

Profil Bataha Santiago, Raja dari Sangihe Sulawesi Utara yang Jadi Pahlawan Nasional

Sosok Raja Manganitu yaitu Bataha Santiago saat ini telah resmi ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional.

Liputan6.com, Bandung - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan enam tokoh Indonesia untuk menjadi pahlawan nasional pada Jumat (10/11/2023). Salah satu tokoh tersebut adalah Bataha Santiago dari Sulawesi Utara.

Diketahui penetapan tokoh-tokoh tersebut dilakukan pada momen peringatan Hari Pahlawan 2023. Ada sekitar enam tokoh yang mendapatkan gelar pahlawan nasional dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden nomor 115-TK Tahun 2023 tertanggal 6 November 2023.

Mengutip dari Sekretariat Presiden enam tokoh tersebut di antaranya Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, Mohammad Tabrani dari Jawa Timur, Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah, K.H Abdul Chalim dari Jawa Barat, dan K.H Ahmad Hanafiah dari Lampung.

“Sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas jasa-jasanya yang luar biasa, yang semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan, serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” bunyi kutipan dalam Keppres.

Tokoh-tokoh yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional tersebut adalah para pahlawan yang dahulu ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Khususnya para tokoh yang tidak gentar mengabdi dan berjuang untuk negara saat itu.

Presiden Jokowi melakukan penganugerahan tersebut di Istana Negara pada Jumat (10/11/2023). Jokowi juga memberikan plakat yang diterima oleh masing-masing ahli waris sang pahlawan nasional.

Melansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sosok Bataha Santiago dikenal sebagai seorang Raja Manganitu. Diketahui, saat itu ia memerintah pada 1670 hingga 1675 sampai akhirnya gugur karena melawan Belanda.

2 dari 3 halaman

Profil Bataha Santiago

Melansir dari Kemendikbudristek, Bataha Santiago dikenal sebagai seorang Raja Manganitu untuk periode 1670 hingga 1675. Ia adalah raja ketiga Manganitu yang wilayahnya saat ini ada di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Bataha Santiago dikenal sebagai seorang raja yang mempunyai gagasan “Banala Pesasumbalaeng”. Gagasan tersebut adalah seluruh kegiatan rakyat harus dikerjakan bersama-sama.

Sosoknya juga dikenal sebagai raja yang tangguh, pemberani, dan teguh dan mempunyai semboyan bertajuk “Nusa kumbahang katumpaeng” artinya “Tanah air kita tidak boleh dimasuki dan dikuasai musuh”.

Sebagai Raja Manganitu, Bataha Santiago mempunyai sifat yang pemberani dan bahkan tidak gentar ketika menghadapi Belanda. Ia bahkan sampai dihukum pancung karena menolak perjanjian dengan Belanda.

3 dari 3 halaman

Menolak Belanda Karena Cinta Tanah Air

Kala itu pada tahun 1675 datang Gubernur Belanda bernama Robertus Padtbrugge yang berkedudukan di Maluku. Kedatangannya saat itu ingin mengadakan perjanjian persahabatan dengan Raja Santiago.

Namun saat itu ajakan dari Belanda untuk perjanjian persahabatan mendapatkan penolakan dari Bataha Santiago. Selain itu ia juga sering menolak sebuah perjanjian kerja sama dengan VOC.

Meskipun beberapa kali Bataha Santiago dibujuk oleh Belanda untuk menandatangani Lange Contract (Plakat Panjang) sang raja juga terus menolak. Dia mempunyai prinsip dan kegigihan yang sama untuk mencintai tanah airnya dan menolak tunduk kepada Belanda.

Alhasil terjadi peperangan karena penolakan tersebut dan saat itu kekuatan persenjataan yang dimilikinya tidak seimbang. Terhitung selama empat bulan Bataha Santiago dan pengikutnya terlibat dalam perang.

Selain itu Belanda juga mempunyai siasat licik dan membuat Santiago ditangkap hingga dihukum pancung pada 1675 di Tanjung Tahuna. Keberanian dari Bataha Santiago bahkan tertulis dalam batu nisannya yaitu “Biar saya mati digantung tidak mau tunduk kepada Belanda”.