Sukses

GamaWarni, Alat Pewarna Alami untuk Kain dan Benang Karya Peneliti UGM

UGM memiliki perhatian tentang penggunaan pewarna tekstil impor yang tidak menggunakan pewarna alami. Padahal nenek moyang mengajarkan pewarna alami dari hasil kekayaan alam Indonesia.

Liputan6.com, Yogyakarta - Mendukung akselerasi penggunaan kembali pewarna alami di Indonesia Tim Peneliti UGM yang diketuai  Edia Rahayuningsih (Teknik Kimia UGM) dengan anggota Rini Dharmastiti (Teknik Mesin UGM) dan Bayu Prabandono (Politeknik ATMI Surakarta) membuat alat GamaWarni. Edia mengatakan pengembangan pewarna alami GamaWarni  dari riset yang telah dilakukan sejak tahun 2007 dan diintensifkan mulai tahun 2018 dalam wadah Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM.

“Pengembangan GamaWarni ini merupakan wujud mekanisasi teknologi pewarnaan kain dengan pewarna alami yang mengacu pada teknik pewarnaan manual untuk dihilirkan ke industri. Dengan begitu, penggunaan pewarna alami bisa terakselerasi dan segera masih digunakan di Indonesia sehingga secara bertahap diharapkan bisa mengurangi pemakaian pewarna buatan,” ujarnya di Fakultas Teknik UGM, Jumat 10 November 2023.

Alat ini dibuat karena hingga saat ini Indonesia masih menggunakan dan mengimpor pewarna sintetis untuk tekstil dalam kapasitas besar. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 mencatat rerata impor zat warna sintetik selama 5 tahun terakhir yang mencapai lebih dari 42.000 ton/tahun. 

Padahal, Indonesia memiliki budaya warisan nenek moyang dalam penggunaan pewarna alami yang aman dan senyawa yang terkandung didalamnya bermanfaat bagi tubuh. Selain itu Indonesia juga memiliki kekayaan alam dan biodiversitas yang melimpah yang merupakan bahan baku pembuat zat warna alami lebih dari 150 jenis pewarna alami.  

"Hanya saja sampai sekarang sumber bahan baku pewarna alami yang cukup melimpah ini belum dimanfaatkan secara optimal, baru terbatas oleh beberapa pengrajin batik, jumputan, ulos, tenun dan lainnya. Untuk itu usaha memproduksi dan menggunakan kembali pewarna alami perlu dilakukan agar dapat mengurangi penggunaan pewarna sintetis yang berbahaya dan mengurangi impor pewarna sintetis." 

Edia mengatakan GamaWarni ini  mendukung penggunaan pewarna buatan dalam skala pengrajin (manual) maupun skala industri dengan mekanisasi. Namun pada mesin industri pewarna alami ini belum dapat diaplikasikan karena pewarna alami memiliki karakter khusus tidak seperti pada pewarna buatan/sintesis yang kompatibel dengan mesin industri.

“Mesin-mesin yang ada di industri saat ini tidak kompatibel dengan pewarna alami. Oleh sebab itu kami membuat mesin pewarna kain dan benang yang cocok dengan karakter pewarna alami,” ujar Ketua INDI UGM ini.

Tim peneliti UGM tengah mengembangkan beragam pewarna yang terstandar untuk pewarnaan mesin dengan menyediakan katalog untuk berbagai variasi warna seperti indigo, soga, tingi, jalawe, tegeran, dan merbo. Edia mengatakan proses pewarnaan kain menggunakan mesin ini bisa digunakan untuk kain dari jenis katun dan rayon.  

“Kapasitasnya tergantung jenis kain dan warna apakah tua atau muda. Kalau untuk rolnya sendiri bisa sampai ratusan meter,”ucapnya.

Menurutnya GamaWarni ini selain menjadi alternatif solusi dalam mengurangi ketergantungan industri pada pewarna buatan yang sebagian besar masih dipenuhi dari impor, tetapi juga membantu industri pewarnaan kain khususnya di tingkat kecil dan menengah. Riset dan pengembangan GamaWarni alat pewarna alami ini dilakukan dengan dukungan pendanaan LPDP melalui Riset Inovatif Produktif (Rispro) tahun 2020-2023.