Sukses

Akhir Tahun Harga Beras di Gorontalo Naik Drastis, Ini Penyebabnya

Padahal, daerah yang dikenal dengan tanah serambi madinah tersebut merupakan merupakan salah satu daerah penghasil beras. Gorontalo bisa memproduksi beras hingga ratusan ton per tahunnya.

Liputan6.com, Gorontalo - Fenomena El Nino yang menyebabkan kemarau panjang di Provinsi Gorontalo, membuat harga beras sempat menyentuh angka yang fantastis. Bayangkan, harga beras yang sebelumnya hanya Rp 650 ribu per karung, naik menjadi Rp 750 ribu per karung.

"Kalau sekarang mulai turun di harganya, tinggal Rp650. Bulan lalu saya beli harganya Rp750 ribu," kata Yurni salah satu penjual beras eceran.

Menurutnya, dengan harga seperti itu seakan menyusahkan mereka. Padahal, keuntungan mereka di dalam satu karung itu hanya Rp 30 ribu rupiah.

"Kalau harga per karung Rp 750 ribu, maka bisa dipastikan kami tidak ada untung lagi," ujarnya.

"Kami juga bingung dengan kondisi saat ini. Kok beras di Gorontalo bisa naik segitu," ungkapnya.

Padahal, daerah yang dikenal dengan tanah serambi madinah tersebut merupakan merupakan salah satu daerah penghasil beras. Gorontalo bisa memproduksi beras hingga ratusan ton per tahunnya.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi di Gorontalo tahun 2022 sebesar 240,13 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG). Angka itu naik sebanyak 5,74 ribu ton atau 2,45 persen dibandingkan produksi padi di 2021 yang sebesar 234,39 ribu ton GKG.

Lantas apa yang membuat harga beras di Provinsi Gorontalo naik?, menurut informasi yang dihimpun Liputan6.com, naiknya harga diakibatkan permintaan dari daerah lain yang juga terdampak kemarau panjang.

"Banyak permintaan dari luar daerah. Jadinya beras lokal menjadi kosong dan otomatis menjadi mahal," kata salah satu karyawan gudang beras di Gorontalo yang tidak mau menyebutkan namanya.

Simak juga video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Luas Panen

Sementara tahun 2023, luas panen padi Gorontalo pada 2023 diperkirakan sekitar 48,83 ribu hektare. mengalami kenaikan sebanyak 2,01 ribu hektare atau 4,29 persen dibandingkan luas panen padi di 2022 yang sebesar 46,82 ribu hektare.

Hal tersebut berdasarkan penghitungan BPS Gorontalo terkait luas panen dengan menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA). KSA ini memanfaatkan teknologi citra satelit dengan mendeliniasi peta lahan baku sawah yang divalidasi dan ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN.

Produksi padi pada 2023 diperkirakan sebesar 243,19 ribu ton GKG, mengalami kenaikan sebanyak 3,06 ribu ton GKG atau 1,27 persen dibandingkan produksi padi di 2022 yang sebesar 240,13 ribu ton GKG.

Produksi beras pada 2023 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 135,79 ribu ton, mengalami kenaikan sebanyak 1,71 ribu ton atau 1,27 persen dibandingkan produksi beras di 2022 yang sebesar 134,08 ribu ton.

Padahal, Gorontalo menjadi salah satu daerah di Indonesia yang ikut terdampak dengan musim kemarau atau El Nino. El Nino merupakan fenomena iklim pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Sejak Agustus lalu, El Nino sudah melanda sejumlah wilayah yang ada di Indonesia, termasuk Gorontalo. Di sejumlah wilayah Gorontalo juga mengalami krisis air akibat fenomena tersebut. Menariknya, data BPS Gorontalo menunjukan Produksi padi justru ikut meningkat meski musim kemarau.