Liputan6.com, Banjarbaru - Pengadilan Negeri Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel) kembali menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pembelaan atau pledoi terhadap empat terdakwa, yakni AC mantan direktur PT EEI TBK, HS mantan direktur PT EGL, KH mantan Komisaris PT EGL serta DAH, dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis batu bara, Kamis (16/11/2023).
Dalam persidangan keempat terdakwa melalui kuasa hukumnya membacakan pledoi atau nota pembelaan sekitar seratus halaman, di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Banjarbaru yang diketuai oleh Rahmat Dahlan dan Jaksa Penuntut Umum Jodi Aditya Indrawan dalam kasus perkara dugaan penipuan dan penggelapan bisnis batu bara.
Usai persidangan, penasihat hukum para terdakwa dari Kantor Hukum Equitable Law Firm Mohammad Fadli Aziz menyampaikan isi pokok dalam nota pembelaan tersebut, diantaranya adalah menolak tegas terkait tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, karena banyak fakta-fakta persidangan dalam tuntutan tersebut tidak tertuang.
Advertisement
Baca Juga
“Bahwasanya dalam pledoi kita menolak tegas terkait tuntutan oleh Jaka Penuntut Umum, karena banyak fakta-fakta persidangan dalam tuntutan tersebut tidak tertuang, contohnya saja dari PPJB Rp100 juta, karena ini fokus pada pembuktian penggelapan, bahwasanya Haji Sar’i sendiri menyatakan bahwa uang 100 juta rupiah itu tidak pernah dibayar," ujar Fadli Aziz.
"Jadi jelas bahwasanya terkait akte tersebut sesuai dengan saksi ahli kami bahwa, itu batal demi hukum, karena masih ada tahap PPJB belum sah dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap dan belum berhak, jadi harusnya ditingkatkan ke AJB, nanti ke Kementrian ESDM, kemudian didaftarkan ke Modi, baru disitulah Haji Sar’i mempunyai hak, jadi terkait 372 masalah penggelapan itu tidak terbukti,” lanjutnya.
Selain itu tim kuasa hukum juga mempertanyakan proses mekanisme selama proses penyelidikan hingga penyidikan, dimana menurut kabar bahwa para terdakwa ini setelah satu hari dilakukan penahanan oleh pihak Kejaksaan, besok harinya atau satu hari setelahnya berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap dan langsung dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarbaru untuk menjalani proses persidangan.
Sebelumnya, keempat orang terdakwa ini dituntut 3 tahun 10 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banjarbaru.
Dalam agenda persidangan kali ini juga turut dihadiri oleh Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Kalimantan Selatan, serta puluhan karyawan yang bekerja di salah satu perusahaan tersebut yang melakukan pengawasan selama jalanya proses persidangan.
Bahkan puluhan karyawan itu kompak memberikan dukungan moril kepada para terdakwa, dengan mengenakan kaos serba putih bertuliskan stop kriminalisasi dan nasib kami tergantung pada putusan majalis hakim, yang khawatir akan terdampak pada pekerjaan mereka selama ini.
Simak Video Pilihan Ini:
Pantauan Komisi Yudisial
Koodinator Penghubung Komisi Yudisial RI Wilayah Kalimantan Selatan, Syaban Husin Mubarak mengatakan dirinya melakukan pemantauan persidangan, dalam hal pemantauan suatu tindakan apakah perilaku hakim itu sudah sesuai dengan ketentuan dalam kode etik pedoman profesi perilaku hakim.
“Kami sebagai penghubung Komisi Yudisial Kalimantan Selatan melakukan pengawasan atas perilaku Hakim, ada dua hal kenapa kami melakukan pemantauan tersebut, salah satu diantaranya adanya laporan dari masyarakat, termasuk jika perkara tersebut menjadi perhatian publik, salah satu indikator kenapa kami melakukan pemantauan persidangan, dalam hal pemantauan suatu tindakan apakah perilaku Hakim itu sudah sesuai dengan ketentuan dalam kode etik pedoman perilaku hakim, sehingga akan memberikan implikasi kepada masyarakat, terutama dalam pemenuhan haknya sebagai mencari keadilan,” terang Syaban Husin.
Pihaknya juga mengaku dapat mengambil langkah hukum terhadap orang atau pun perorangan, serta kelompok orang, atau badan hukum jika merendahkan martabat perilaku profesi para hakim.
Saud, salah satu perwakilan perusahaan tempat dimana ia bekerja mengaku masalah persolan hukum ini sangat terasa dampaknya terhadap perusahaan tempat ia bekerja, sehingga menjadi terhambat dan tidak begitu maksimal dalam menjalankan pekerjaan.
“Kita puluhan perwakilan karyawan memberikan support kepada para terdakwa dalam perkara ini, kalau melihat dari fakta persidangan kemarin sih, dari ahli sebenarnya ini kayaknya arahnya ke perdata, mudahan hakim dapat mempertimbangkan hal itu, dengan berprosesnya masalah hukum ini, kita merasakan dampak terhadap perusahaan kita bekerja menjadi terhambat dan tidak begitu maksimal dalam menjalankan pekerjaan,” ungkapnya.
Sebagaimana diberitahukan sebelumnya bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham (PPJB Saham) yang selama ini menjadi dasar bagi Sar’i (Pelapor) untuk mengklaim sebagai pihak yang berhak atas 40 persen saham dalam PT Indomarta Multi Mining (PT IMM), tidak pernah terealisasi, dan tidak pernah melakukan transaksi pembayaran atas nilai saham sebagaimana yang tercantum dalam PPJB Saham tersebut.
Atas tidak dilakukannya pembayaran dalam PPJB tersebut oleh Sar’i, maka akta jual beli saham (AJB Saham) tidak pernah terjadi, sehingga terungkap fakta hukum dalam persidangan bahwa peralihan hak atas saham sebanyak 40 persen tersebut ternyata selama ini tidak pernah terjadi.
Selain itu dalam persidangan juga terungkap adanya seputar perjanjian utang piutang antar pihak, termasuk pemberian saham sebesar 40 persen.
Hal itu dilakukan diduga lantaran tidak terpenuhinya uang yang mau diserahkan yakni sebesar 72 miliar rupiah, namun hanya sebesar 49,5 miliar rupiah saja.
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam bisnis tambang batu bara yang menyeret para terdakwa ini, dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 374 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.
Advertisement