Sukses

WastBriq Sampah Kopi Menjadi Briket Ramah Lingkungan

Bagi Anda penikmat kopi tentunya tidak asing dengan keberadaan ampas kopi. Hanya saja, kebanyakan orang membuang ampas hasil seduhan di tempat sampah. Namun, ditangan lima mahasiswa UGM ampas kopi menjadi briket ramah lingkungan.

Liputan6.com, Yogyakarta Lima mahasiswa UGM membuat inovasi dengan memanfaatkan ampas kopi, limbah tempurung kelapa dan sekam padi menjadi WastBriq. WastBriq adalah briket yang ramah lingkungan dan memiliki panas tahan lama.

Inovasi briket hasil inovasi dari Ruth Lovarensa Juliandiva Azzahra Pasaribu (Kimia), Ghazy Atha Fadlurahman (D4 Pengembangan Produk Agroindustri), Sarah Salsabillah (Kimia), Muhammad Naufal Abdillah (Ilmu Aktuaria), dan J.B. Krisna Arianta (Teknologi Informasi). 

Ruth mengatakan selain mengatasi permasalahan limbah dari penelitian sebelumnya briket dari ampas kopi dapat menghasilkan emisi gas CO yang lebih sedikit dibanding briket jenis lain karena memiliki kerapatan massa yang rendah sehingga pembakaran terjadi dengan sempurna. Sementara, tempurung kelapa memiliki nilai kalor yang tinggi dan sekam padi sendiri memiliki efisiensi termal yang tinggi sehingga menyebabkan sekam padi lebih mudah terbakar.

 

"Emisi karbon yang dihasilkan oleh briket berbahan dasar limbah ampas kopi, tempurung kelapa, dan sekam padi lebih kecil dibanding briket berbahan dasar batubara yakni hanya berkisar 600-800 ppm," katanya fi ruang Fortakgama Jumat 17 November 2023. 

Mahasiswa UGM mengembangkan briket berbahan dasar ampas kopi, tempurung kelapa dan sekam padi untuk mengurangi jumlah sampah atau limbah agroindustri. Sementara produk WastBriq ini menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dari batu bara.

“ Sedangkan briket berbahan dasar batubara menghasilkan emisi CO mencapai 2000 ppm,”ungkapnya.

Ruth mengatakan selain ekonomis kelebihan WastBriq ini memiliki laju pembakaran yang lambat karena nilai kalor dan laju pembakaran  diperkirakan mencapai 5420,59 kkal/kg dan 17,21g/menit. Nilai kalor tersebut lebih tinggi dibanding arang kayu yang memiliki nilai kalor berkisar 5000 kkal/kg dan laju pembakarannya lebih rendah dibanding arang kayu yang memiliki laju pembakaran sebesar 33,3g/menit.

Ruth mencontohkan saat membakar 75 tusuk sate memakai arang kayu, membutuhkan arang kayu sebanyak 2 kg untuk pembakaran selama satu jam. Namun saat menggunakan briket limbah ampas kopi, tempurung kelapa, dan sekam padi hanya membutuhkan kurang lebih 1 kg selama satu jam bahkan dapat lebih cepat karena nilai kalornya yang lebih tinggi.

“WastBriq ini nilai kalornya tinggi, mudah terbakar, dan nyala api tahan lama. Berbeda dengan produk briket yang di pasaran umumnya tidak  mudah terbakar,”terangnya.

Sementara Ghazy menjelaskan WastBriq sudah dikemas sesuai kebutuhan pasar melalui serangkaian pengujian produk sehingga mencapai SNI 01-6235-2000 tentang Briket Arang Kayu. WastBriq sudah dipasarkan lebih dari 15 restoran di DIY dan pedagang kaki lima yang masih menggunakan arang tradisional. Selain itu harganya juga terjangkau sehingga dapat menekan biaya operasional yang berpengaruh pada keuntungan konsumen yakni Rp 7.500/Kg.

“Dari sana, kami menginginkan produk kami dapat menjangkau pasar lokal khususnya DIY sehingga target kami sebesar 800 kg dapat didistribusikan kepada para konsumen yang membutuhkan arang agar beralih memakai WastBriq ramah lingkungan guna bersama-sama mendukung gerakan zero waste,” jelasnya.

Sarah menambahkan WastBriq ini telah dilengkapi teknologi terkini dengan sentuhan digital, yakni kode QR. Dengan adanya kode QR bisa untuk mengakses akun sosial media dan kontak pemesanan agar memudahkan pemesanan sehingga sangat berguna dalam menunjang proses pemasaran melalui produk yang telah terdistribusi.

Produk inovatif briket ramah lingkungan ini juga berhasil lolos ke Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional 2023 di Universitas Padjadjaran, Bandung akhir November ini.