Liputan6.com, Yogyakarta - Mantan pelatih Timnas Indonesia, Jackson F Thiago menceritakan bagaimana perbedaan kultur antara sepak bola Indonesia dengan Brasil. Mempelajari perbedaan kultur ini dapat menjadi pelajaran penting bagi pemain tanah air, terutama pemain Indonesia U-17 yang baru saja tampil di Piala Dunia U-17 2023.
Brasil merupakan negara yang tak pernah kehabisan bakat sepak bola. Bahkan mereka saat ini adalah negara yang satu-satunya meraih gelar juara terbanyak Piala Dunia sebanyak lima kali.
Di sisi lain, masyarakat Brasil dan Indonesia sebetulnya sama-sama gila bola, sayangnya Indonesia masih tertinggal amat jauh soal prestasi. Bahkan di jajaran negara Asia pun belum bisa bicara banyak.
Advertisement
Baca Juga
Berikut perspektif Jackson F Thiago soal sepak bola Brasil:
1. Profesionalisme
Jika sudah terjun di dunia sepak bola, para pemain akan mengerahkan seluruh tenaga dan fokus. Sebab, mereka menganggap bahwa sepak bola merupakan salah satu pintu untuk memperbaiki derajat hidup keluarganya.
Sementara itu, para pemain Indonesia masih belum bisa sepenuhnya mencurahkan waktu untuk sepak bola. Setidaknya, itu terbukti dari para pemain yang terikat status dengan instansi lain, baik itu di dunia pemerintahan, militer, hingga pekerjaan sampingan.
"Yang membedakan Brasil dengan Indonesia terutama berkaitan dengan aspek profesionalitas. Kebanyakan pemain Indonesia berpikir bahwa sepak bola itu masih sekedar hiburan, bukan profesi utama," ujar Jackson saat menjadi narasumber di konferensi pers Pusat Informasi Piala Dunia U-17 2023 di Solo, Rabu (22/11/2023).
Menurut Jackson, pemain Brasil saat bekerja di dunia sepak bola akan mengerahkan fokus 100 persen. Mereka juga memanfaatkan sepak bola sebagai pijakan untuk meraih kesempatan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Di Indonesia, ia masih kerap melihat pemain saat menjalani latihan tidak serius . Mereka hanya ingin bertemu kawan dan kemudian mengobrol lalu berlatih sekadarnya. Namun ada pula yang serius berlatih.
Â
Serius dalam Pembinaan Pemain Muda
2. Serius dalam Pembinaan Pemain Muda
Poin kedua yang dikatakan mantan juru taktik timnas Indonesia pada medio 2013 itu juga menyebut soal keseriusan setiap klub di Brasil untuk fokus membina pemain muda. Berbagai infrastruktur yang dibutuhkan bagi pemain tersedia dengan baik.
Di Brasil setiap klub memiliki psikolog, terutama untuk pembinaan usia dini. Sebab, seorang pemain muda itu dianggap sebagai aset yang sangat berharga bagi klub. Semua infrastruktur yang dibutuhkan pemain untuk berkembang itu tersedia.
Saking fokus ada sepak bola, para pemain sudah datang ke tempat latihan jauh sebelum latihan dimulai. Pasalnya, mereka harus menjalani tes kesehatan, menjaga kebugaran dengan masuk tempat fitnes (gym) dan bahkan makan bersama.
Selain itu, pelatih yang sukses membawa Persipura Jayapura meraih tiga gelar juara Indonesia Super League (ISL) itu berharap, klub-klub di Indonesia bisa mulai fokus membina pemain usia dini sebagai proyek jangka panjang.
"Ada perbedaan yang sangat besar dengan Indonesia, yakni soal profesionalisme. Di sana, pemain muda dianggap sebagai sebuah aset, bukan hanya sekedar seorang atlet. Namun, itu semua membutuhkan dana. Saya lihat, Indonesia masih belum punya visi ke arah sana," ujarnya.
Saat ini, Jackson menilai masih jarang klub Indonesia yang benar-benar mengambil pemain di usia 15 tahun dan dijadikan proyek hingga pemain itu berusia 19 tahun dan disiapkan tampil di tim senior.
Jacksen menuturkan bila pemain yang memperkuat timnas U-17 sebaiknya dikembalikan ke klub. Kemampuan mereka setidaknya tetap terasah karena bermain dan berlatih di klub.
Pelatih yang memulai dan menutup karier sebagai pemain di Petrokimia Gresik ini mendukung apa yang disampaikan eks pelatih timnas junior Fakhri Husaini. Menurut dia pemain muda sebaiknya bisa bermain di klub-klub di luar negeri.
Hanya mereka sebaiknya selektif dengan memilih bermain di sejumlah negara seperti Brasil, Italia, Inggris, Spanyol, Jerman, Belgia, Prancis dan Portugal. Tak masalah mereka bermain di divisi bawah karena liga di negara-negara tersebut sudah tertata rapi.
Â
Advertisement
Attitude
3. Attitude
Jackson lantas mengatakan jika attitude dan kedisiplinan tidak kalah penting untuk dipelajari bagi pemain di Indonesia. Pemain tidak hanya belajar sepak bola tetapi sikap.
Menurutnya sikap bagaimana menghormati wasit dan keputusannya, bagaimana menghormati pemain lawan. Mereka yang sudah pernah ke Eropa misalnya tentu akan berbeda saat pulang ke Indonesia.
Ia juga menegaskan, para pemain tak boleh hanya asal memilih klub tapi tak mendapat jam terbang, ia juga harus punya ambisi besar saat bermain untuk tim di divisi bawa.
Jackson juga menyatakan bila potensi pemain muda Indonesia sangat bagus. Mereka juga mendapat pengalaman yang berharga saat bermain di Piala Dunia U-17. Bila pembinaan sepak bola makin berkembang dengan menekankan profesionalisme, maka sepak bola Indonesia bakal makin maju. Harapan mencapai generasi emas di 2045 tentu bisa tercapai.
Â
Penulis: Taufiq Syarifudin