Sukses

Divonis 18 Bulan Penjara, Mantan Dirut PT Duta Manuntung Ajukan Banding

Mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung (PT DM) Zainal Muttaqin divonis 18 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, dalam sidang putusan yang berlangsung pada Kamis (23/11/2023).

Liputan6.com, Balikpapan - Mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung (PT DM) Zainal Muttaqin divonis 18 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, dalam sidang putusan yang berlangsung pada Kamis (23/11/2023).

Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 54 bulan. Namun, meski divonis lebih ringan Zainal Muttaqin atau yang akrab disapa Zam itu tetap mengajukan banding. "Kami harus ajukan banding karena majelis hakim belum menegakkan keadilan," kata Penasihat Hukum Zam, Prasetyo Utomo dari kantor hukum Sugeng Teguh Santoso.

Dalam sidang vonis itu, Sugeng Teguh Santoso tidak hadir. Prasetyo hanya didampingi Mansyuri.

Sebelumnya, Zam dituntut tim jaksa penuntut umum (JPU) 54 bulan karena dianggap terbukti melanggar pasal yang didakwakan kepadanya, yakni pasal 374, melakukan penggelapan dalam jabatan. Yakni menggelapkan lima sertifikat tanah. Meskipun sertifikat itu atas nama Zam sendiri, yakni Zainal Muttaqin.

Alasan penasihat hukum Zam mengajukan banding karena majelis hakim menggunakan bukti-bukti yang terbukti lemah di dalam persidangan. Di antaranya hakim mengakui bukti bonggol cek dari Bank Internasional Indonesia, seperti yang diajukan oleh pihak JPU.

"Padahal di dalam amar putusannya jelas majelis hakim menyebutkan bahwa pembayaran menggunakan cek Bank Bapindo," ungkap Prast, demikian pengacara muda ini biasa disapa.

Dan pada saat pembuktian di persidangan, lanjut Prast, JPU tidak mampu menunjukkan ceknya dan rekening koran yang mendukung cek itu sebagai alat bukti pembayaran. "Sedangkan klien kami mampu menunjukkan adanya akta jual beli notariel sebagai alat bukti pembayaran," papar Prast.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Ibrahim Palino, yang sehari-hari adalah Kepala Pengadilan Negeri Balikpapan, mengutip penjelasan saksi ahli Prof. Basuki Rekso Wibowo SH, MS bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. "PP itu diakui keberadaannya oleh majelis hakim, tetapi mereka ingkari," terang Prast.

Majelis hakim juga mengakui keberadaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia nomor 10 tahun 2020 yang menyatakan bahwa pemilik tanah adalah pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat, meskipun tanah tersebut dibeli menggunakan uang/harta/aset milik warga negara asing (WNA)/pihak lain. "Tetapi majelis hakim menganggap SEMA itu berlaku hanya untuk WNA," kata Prast yang menyatakan keheranannya atas tafsir yang disampaikan oleh Ibrahim Palino selaku Ketua Majelis Hakim.

Atas fakta-fakta yang dianggapnya aneh selama sidang itulah, menurut Prast, semakin meneguhkan pihaknya mengajukan banding.