Sukses

Perguruan Tinggi di Jambi Didesak Membentuk Satgas PPKS

Satgas PPKS tak hanya melakukan tindakan ketika ada kasus kekerasan seksual, melainkan juga melakukan pencegahan terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.

Liputan6.com, Jambi - Beranda Perempuan, organisasi nonpemerintah yang fokus pada isu-isu perempuan meminta perguruan tinggi negeri dan swasta di Provinsi Jambi segera membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).

Satgas ini sangat mendesak dibentuk untuk mencegah maupun menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan tinggi.

Direktur Beranda Perempuan Ida Zubaidah mengatakan, pembentukan Satgas PPKS itu harus terus didorong, mengingat kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi masih mengkhawatirkan. Kemudian kekerasan seksual masih rawan terjadi di lembaga pendidikan tinggi karena relasi kuasa masih sangat melekat di lingkungan kampus.

"Dan juga mahasiswi di perguruan tinggi masih banyak yang belum tahu tentang kekerasan seksual. Padahal ini kan yang paling dasar. Satgas PPKS harus memberikan edukasi kepada mahasiswa/i, dan juga ketika terjadi kasus Satgas PPKS ini bisa memproses," kata Ida usai diskusi di Universitas Batanghari Jambi, Sabtu (25/11/2023).

Dalam memperingati kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Beranda Perempuan menggelar road show ke sejumlah kampus di Jambi, yakni Universitas Jambi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Thaha Syaifuddin Jambi, dan Universitas Batanghari Jambi.

Kegiatan bertajuk "Gerak Bersama Lawan Kekerasan Seksual" dimulai pada 20 dan berakhir 25 November sebagai puncaknya. Diskusi interaktif terselenggara dalam setiap rangkaian road show. Dari diskusi itu tak sedikit mahasiswi mengaku belum mengetahui tentang apa itu dan jenis-jenis kekerasan seksual.

Pembentukan Satgas PPKS itu menurut Ida, merupakan amanat Peraturan Mendikbudristek No 30 tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Berdasarkan beleid regulasi ini keanggotaan Satgas terdiri dari unsur pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.

Sedangkan jumlah anggota Satgas yang ditetapkan paling sedikit lima orang, dengan komposisi keterwakilan keanggotaan perempuan palung sedikit dua pertiga dari jumlah keterwakilan. Kemudian keterwakilan unsur mahasiswa sekurangnya 50 persen dari jumlah anggota Satgas PPKS.

Tak hanya melakukan penanganan kekerasan seksual, Satgas ini kata Ida, juga harus melakukan pencegahan, salah satunya melalui edukasi. "Anggota Satgas ini harus diisi oleh orang-orang yang paham tentang kekerasan seksual dan memiliki perspektif terhadap korban. Ketika ada kasus bisa dinilai secara ilmiah," kata Ida.

Ida menjelaskan, saat ini baru baru Universitas Jambi yang memiliki Satgas PPKS. Namun Satgas tersebut manfaatnya tidak dirasakan oleh mahasiswanya karena masih banyak yang tidak mengetahui kalau kampusnya ada Satgas.

"Jadi implentasi Satgas ini perlu dikawal, jangan sampai Satgas dibentuk hanya mengikuti peraturan saja," ujar Ida.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Gerakan Bersama

Beranda Perempuan mengajak para mahasiswa/i di Jambi untuk bergerak bersama melawan kekerasan seksual. Selain membutuhkan gerakan bersama, momen penting peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) itu juga memberikan edukasi bagi mahasiswa.

Hasil studi Beranda Perempuan pada tahun 2019 yang dilakukan pada 5 kampus di Jambi menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual pada mahasiswi menunjukan bahwa 73,21 persen kasus pelecehan seksual dilakukan oleh teman laki-laki, kemudian pacar dengan persentase 23,16 persen, dan oknum dosen dengan persentase 3,6 persen.

Di sisi lain, Berdasarkan data laporan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, sepanjang tahun 2015-2021, dari total 67 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, 35 diantaranya terjadi di perguruan tinggi.

"Kami memandang kampus juga tidak luput dari permasalahan kekerasan seksual. Kita tahu di kampus itu relasi kuasanya cukup kuat," kata Ida.

Menurut Ida, dibutuhkan gerakan bersama untuk mencegah kekerasan seksual dari semua pihak, tak terkecuali dari kalangan jurnalis dan media. Ia mengatakan, media punya peran penting dalam melawan kekerasan seksual melalui pemberitaan. Sehingga dalam diskusi dan road show di kampus-kampus itu, Beranda Perempuan menggandeng Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi.

Menurut Sekretaris AJI Jambi Gresi Plasmanto, pemberitaan kekerasan di media bak pisau bermata dua. Satu sisi, pemberitaan sangat penting untuk memberi edukasi masyarakat dan meningkatkan kesadaran dalam pencegahan kekerasan seksual dan melindungi korban.

Namun, di sisi lain Gresi bilang, pemberitaan juga berpotensi menciptakan kemerosotan perlindungan terhadap korban dan realitanya media massa lebih tertarik pada isu kekerasan seksual dengan sensasional.

Hal ini kata Gresi, sejalan dengan temuan Dewan Pers yang menyebutkan masih ada pemberitaan kasus-kasus kekerasan berbasis gender, khususnya kekerasan seksual oleh media yang mengabaikan perspektif gender dan korban. Kronologis kejadiannya sangat detail diberitakan dan menggambarkan bagaimana kekerasan seksual itu terjadi. Kondisi bisa menjadi sensasi tersendiri bagi pembaca.

"Jurnalis dan media harusnya berperan mengurangi diskriminasi terhadap korban kekerasan anak dan perempuan. Semestinya pemberitaan harus berperspektif terhadap korban, jangan justru mendiskriminasi korban," demikian Gresi.