Sukses

Keresahan Para Pelatih SSB tentang Pencurian Umur di Sepak Bola Indonesia

Pelatih dari pembinaan usia dini atau Sekolah Sepak Bola (SSB) memiliki satu keresahan terkait perkembangan sepak bola di negera ini

Liputan6.com, Solo - Keresahan yang dirasakan oleh para pelatih pembinaan usia dini atau Sekolah Sepak Bola (SSB) adalah banyaknya permasalahan yang kurang mendapatkan perhatian.

Pengelola Diklat Sepak Bola Cilo Sportivo, Edy Prayitno menceritakan banyak kendala yang masih ia temui hingga saat ini.

Edy adalah eks Pelatih Kepala PPLP Jawa Tengah periode 2008-2013 yang menyebut sepak bola tak melulu berkaitan dengan aspek teknik dan taktik tetapi juga harus mempromosikan nilai-nilai kejujuran yang menjadi pondasi utama dalam sepak bola.

"Meletakkan teknik dasar yang benar dan mengajarkan kejujuran. Kebetulan, tagar kehidupan kami ialah kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana saja," kata Edy saat berbagi pengalaman di Pusat Informasi Piala Dunia U-17 2023 di Hotel Solia Zigna Kampung Batik, Solo, Minggu (26/11/2023).

Menurut dia pondasi utama dalam sepak bola adalah kejujuran, hal itu juga yang selama ini ia terapkan ketika dia melatih di pembinaan usia dini manapun.  Ia pernah juga menjadi asisten membantu pelatih Carlos De Mello menangani Timnas Pelajar Indonesia U-19.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Sistem Turnamen

"Kejujuran membuat semua serba-terbuka dan ada statistiknya, sehingga PPLP Jawa Tengah bisa tiga tahun berturut-turut juara di Indonesia, tahun 2011, 2012, dan 2013. Itu semua kami lakukan karena kejujuran," tuturnya.

Kegiatan atau perilaku pembohongan tersebut, seperti pencurian umur saat mengikuti even-even pembinaan yang diselenggarakan berbagai pihak. Tak hanya itu, aspek lainnya juga memengaruhi tata kelola sepak bola di negara ini.

"Kejujuran itu tidak hanya sebatas persoalan pencurian umur, tetapi di segala bidang. Misalnya, kejujuran dalam pemilihan pemain. Itu harus jujur, yang baik dikatakan baik, yang buruk dikatakan buruk. Demikian hasilnya bisa maksimal," ucap dia.

Ia menjelaskan, banyak pelatih di Indonesia yang memiliki kualitas bagus namun tidak mendapatkan kesempatan yang baik menukangi tim-tim pembinaan usia dini. Jika dari sisi taktikal, banyaknya turnamen di berbagai daerah yang menggunakan sistem selesai satu hari itu akan menjadi masalah apabila sistem turnamennya tidak diubah.

"Pemain harus bertanding jam 07.00, lalu bermain lagi pada 10.00, 13.00, hingga 15.00 dalam satu hari. Bermain lima kali sehari. Pulangnya memang membawa piala dan membuat orang tuanya bangga, tetapi mereka tidak tahu efek terhadap organ tubuh pemain ini," ujarnya.

Sementara itu, alih-alih mendapatkan prestasi dan uang dari hasil kemenangan turnamen yang digelar dalam satu hari itu, hal tersebut akan memengaruhi tujuan anak-anak tersebut mengikuti pelatihan usia dini.

"Ini kok anak kecil sudah dipacu dengan uang. Karena banyaknya turnamen seperti ini, orang berbondong-bondong mencari kemenangan dan lupa meletakkan teknik dasar yang benar. Kalau teknik dasar ini tidak benar, lalu bagaimana dasar pembinaannya," ungkap dia.

Dirinya berharap hal itu bisa disosialisasikan awak media dan pihak yang mengurusi hal tersebut kepada para orang tua untuk mmeberikan informasi atau pemahaman terkait hal tersebut.

"Saya pikir pencapaian pelatih Bima Sakti di Piala Dunia U-17 2023 ini sudah luar biasa. Saya tahu persis bahwa para pemain ini, di bawah asuhan Bima, salat saja harus berjemaah. Timnas Indonesia U-17 sudah luar biasa," pungkas Edy.