Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan telah mengintegrasikan prinsip-prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola atau environment, social, and governance (ESG) dalam proses bisnis penyediaan dukungan pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur. Hal ini menjadi bagian dari langkah progresif pemerintah untuk memperhatikan isu penanganan iklim dalam prioritas pembangunan infrastruktur.
Pada 12 November 2022, sebuah milestone penting tercapai, Kementerian Keuangan meluncurkan sebuah kerangka kerja dan manual ESG. Ini adalahpanduan untuk seluruh stakeholder dalam pembangunan proyek infrastruktur yang berkelanjutan.
"Langkah ini manifestasi dari komitmen Indonesia untuk berkontribusi SDGs tahun 2030 dan penurunan emisi gas rumah kaca," kata Brahmantio Isdijoso, Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Kemenkeu.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Brahmantio, inisiatif ESG ini menjadi wujud konkret internalisasi agenda presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022 terkait pembangunan berkelanjutan. Juga sebagai respon atas pergeseran minat investor dan lembaga multilateral yang kini lebih memilih investasi yang mendukung pembangunan inklusif, resilience dan sustainable.
"Dengan kebijakan ESG ini, kami berharap dapatmembuka peluang lebih besar untuk investor mendanai proyek infrastruktur - yang lebih hijau, lebih inklusif dan tahan bencana - di Indonesia," sambungnya.
Implementasi ESG diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas layanan infrastruktur, tetapi juga mengoptimalkan manfaatnya bagi lingkungan, masyarakat dan tata kelola. Di sisi lain juga akan menciptakan upaya terencana untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul dari penyediaan infrastruktur.
Brahmantio menekankan pembangunan infrastruktur tidak hanya bermanfaat untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
Sejak diluncurkan 2022, kebijakan ESG dilaksanakan secara bertahap. Awalnya, elemen ESG akan dilekatkan ke dalam produk dukungan pemerintah untuk proyek infrastruktur dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sejak 2022 hingga 2024.
"Dan yang kedua, setelah 2024, prinsip-prinsip ESG akan diimplementasikan secara lebih luas, tidak hanya melalui dukungan pemerintah untuk infrastruktur KPBU," ucapnya.
Seperti diketahui, terdapat enam sektor yang menjadi prioritas implementasi ESG pada skema KPBU, mencakup sektor penyediaan air minum, transportasi, kesehatan, jaringan gas, pengelolaan sampah dan perumahan (termasuk di dalamnya proyek KPBU untuk pembangunan/pengembangan Ibu Kota Nusantara).
Brahmantio optimis penerapan ESG pada proyek infrastruktur pemerintah akan membawa dampak positif pada banyak aspek. Seperti misalnya dari segi keberlanjutan lingkungan, kebijakan ini akan meningkatkan investasi hijau, serta efisiensi energi dan pengurangan emisi.
"Adopsi teknologi dan praktek yang lebih ramah lingkungan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian target SDGs dan perubahan iklim," tuturnya.
Dari sisi inklusivitas, implementasi ESG akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Serta, mendorong adanya tata kelola yang lebih transparan, akuntabel, adanya pengendalian risiko, dan kepatuhan pada peraturan berlaku.
"Proyek infrastruktur yang memperhatikan aspek-aspek sosial dan menjunjung prinsip “no one left behind" akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan," ujarnya.
Dengan adopsi ESG, Kementerian Keuangan tidak hanya menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas ekonomi dan sosial jangka panjang. Inisiatif ini merupakan langkah penting dalam memperkuat posisi Indoensia di pasar global sebagai pemimpin dalam pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.