Liputan6.com, Malang - Tari topeng malangan merupakan seni budaya dari Malang. Sekilas, tarian ini mirip dengan wayang wong.
Perbedaan tari topeng malangan dan wayang wong terletak pada penggunaan topeng saat mementaskan tarian tersebut. Mengutip dari lingkarsosial.org, tarian ini umumnya mengangkat cerita Panji, yaitu seputar kisah cinta Panji Asmoro Bangun dan Galuh Candrakirana.
Ciri khas topeng malangan terletak pada pahatan karakter wajah yang tampak lebih nyata. Selain itu, warna yang lebih beragam juga menjadikan topeng malangan lebih mencolok jika dibandingkan topeng dari daerah lainnya.
Advertisement
Baca Juga
Warna-warna pada topeng juga mencerminkan sifat atau karakter tokoh yang dimainkan. Umumnya, warna yang digunakan adalah merah (keberanian), putih (kesucian), kuning (kesenangan), hijau (kedamaian), dan hitam (kebijaksanaan).
Kesenian ini memiliki sekitar 76 karakter tokoh dan di antaranya terdapat enam karakter yang paling menonjol. Keenam karakter tersebut adalah Panji Asmoro Bangun, Dewi Sekartaji, Gunung Sari, Dewi Ragil Kuning, Klana Sewandana, dan Bapang.
Konon, budaya topeng ini muncul sekitar abad ke-8 Masehi. Kala itu, budaya topeng menjadi sandiwara atau tontonan hiburan bagi raja dan rakyatnya.
Budaya ini juga muncul dari hasil asimilasi antara budaya India dan Jawa-Kanjuruhan. Hal itu dipengaruhi oleh hubungan perdagangan.
Awalnya, cerita dalam tarian ini bersifat sakral dan memuat kisah religi cerita pewayangan India, seperti Ramayana dan Mahabharata. Namun, sejak pemerintahan Raja Erlangga, kesenian ini diubah menjadi kebudayaan biasa dan hanya sebagai seni tari saja. Bahkan, topeng hanya digunakan sebagai properti dan pendukung fleksibilitas penari agar tak lagi menggunakan riasan wajah.
Seiring berjalannya waktu, seni pertunjukan ini semakin membudaya di Malang. Wajah para pemain yang tertutup topeng atau tidak memperlihatkan wajah asli pun lantas disebut sebagai wayang topeng Malang atau topeng malangan.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak