Liputan6.com, Padang - "Bledoooss..." Tiba-tiba Gunung Marapi yang ada di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, meletus dahsyat Minggu (3/12/2023), sekitar pukul 14.55 WIB. Zahra, seorang warga di Kecamatan Sungai Pua, Agam, sontak terbangun dari tidurnya, dia kaget bercampur panik, sambil tak percaya dia terus memandangi asap kelabu yang membumbung tinggi di langit.
"Malatuih, malatuih," kata orang-orang sambil berlarian keluar rumah. Sementara suara gemuruh terdengar sangat kuat.
Baca Juga
"Saya kira awalnya juga gempa, tapi tidak ada guncangan, saya lari keluar rumah baru lihat erupsi di Marapi," kata Zahra, yang rumahnya terkena dampak hujan abu dan batu kerikil.
Advertisement
Gunung Marapi sore itu meletus hebat, tinggi kolom abunya teramati mencapai sekitar 3.000 meter dari atas puncak, atau sekitar 5.891 meter dari atas permukaan laut.
Tak lama berselang, Petugas Pengamat Gunung Marapi Ahmad Rifandi mengabarkan, kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal ke arah timur. Erupsi terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 30 mm dan durasi sementara ini lebih kurang 4 menit 41 detik.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam melaporkan, setidaknya tercatat 14 dari 16 kecamatan di wilayah tersebut terkena abu dan hujan batu akibat erupsi Gunung Marapi.
"Ini data yang kita peroleh dari masing-masing camat," kata Sekretaris BPBD Agam Olkawendri di Lubuk Basung, tak lama usai erupsi besar Gunung Marapi.
Olka mengatakan, kecamatan yang terdampak hujan abu dan batu sekaligus sebanyak empat kecamatan, antara lain Kecamatan Canduang, Sungai Pua, Ampek Angkek, dan Malalak.
Sedangkan kecamatan yang terdampak hujan abu saja sebanyak 10 kecamatan, yakni Kecamatan Banuhampu, Tilatang Kamang, Baso, Tanjung Raya, Lubuk Basung, Ampek Koto, Matur, Tanjung Mutiara, Palembayan dan Kamang Magek.
"Kecamatan Palupuh dan Ampek Nagari tidak terdampak erupsi Gunung Marapi," katanya.
Ia menambahkan, warga di empat kecamatan terdekat dengan Gunung Marapi masih bertahan di rumah mereka usai gunung tersebut erupsi.
Meski dilanda hujan abu dan batu kerikil, warga di sekitaran Gunung Marapi masih terbilang aman karena berada di luar radius bahaya. Warga hanya diimbau memakai masker jika keluar rumah agar terhindar dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Dan akan lebih baik lagi tidak keluar rumah sementara waktu jika tidak ada keperluan mendesak.
Lalu pertanyaannya sekarang, bagaimana nasib para pendaki? Mengingat jalur pendakian Gunung Marapi masih terus dibuka dan dikunjungi wisatawan.
Data yang dibeberkan Olka menyebutkan, setidaknya ada 47 pendaki yang terdata berada di Gunung Marapi saat kejadian erupsi. Jumlah yang sudah turun, kata Olka kala iitu, sebanyak 19 orang, dan belum turun terdata ada 28 orang.
Usai erupsi, BPBD Agam langsung berkoordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Marapi, TWA Gunung Api Marapi, pihak nagari atau desa, kecamatan, untuk mencari kabar keberadaan para pendaki. Usai berkoordinasi, harapan Olka hanya satu: semua pendaki turun dengan selamat.
Sebagian Pendaki Meninggal Dunia
Keesokan harinya, Senin (4/12/2023), puluhan pendaki Gunung Marapi dinyatakan masih terjebak di kawasan pendakian usai gunung tersebut meletus hebat pada Minggu (3/12/2023).
Kasiops Kantor Sar Padang Hendri kepada kontributor Liputan6.com Novia Harlina di posko pendakian Gunung Marapi, Senin (4/11/2023) mengatakan, dari 75 orang pendaki yang terdata, sudah 49 orang yang dievakuasi. Sementara 26 orang masih dicari, dan 23 pendaki lainnya sudah diketahui lokasinya.
"Kita agak kesulitan melakukan evakuasi," kata Hendri.
Korban yang terluka terkena abu vulkanik Gunung Marapi sesudah dievakuasi ke puskesmas, RSUD Padang Panjang, dan RS ahmad Muchtar Bukittiggi.
"Ada yang alami hipotermia dan beberapa luka bakar ringan, beberapa ada yang sudah pulang, personel berusaha semaksimal mungkin," katanya.
Kabar lelayu kemudian datang dari Kepala Kantor SAR Kota Padang, Sumatera Barat, Abdul Malik. Dirinya mengonfirmasi ada 11 orang pendaki yang ditemukan meninggal dunia di Gunung Marapi.
"Pencarian hingga pukul 07.10 WIB tim gabungan berhasil menemukan tiga orang dalam keadaan selamat dan 11 orang meninggal dunia," kata Kepala Kantor Sar Kota Padang Abdul Malik di Padang, Senin (4/12/2023).
Abdul menegaskan, jumlah survivor yang berhasil didata tim gabungan yakni sebanyak 75 orang, dan 49 orang di antaranya berhasil dievakuasi dengan kondisi selamat.
Sebagian dari pendaki yang dievakuasi tersebut dibawa ke rumah sakit di Kota Bukittinggi dan Kota Padang Panjang untuk mendapatkan perawatan intensif. Sementara, beberapa pendaki telah kembali ke rumah masing-masing.
Pagi itu juga, Gunung Marapi kembali bergejolak, gunung itu meletus lagi pada pukul 08.22 WIB, dengan tinggi kolom abu mencapai 800 meter dari atas puncak. PVMBG mengungkapkan, erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 30 mm dan durasi 68 detik.
Selain cuaca yang tidak bersahabat, erupsi susulan itu menunda jalannya evakuasi pendaki yang masih terjebak di Gunung Marapi.
46 Kali Erupsi
Kepala Pos Gunung Api (PGA) Marapi Ahmad Rifandi per Selasa (5/12/2023) mencatat, Gunung Marapi mengalami 46 kali erupsi dan 66 kali hembusan selama dua hari belakangan, yakni Minggu dan Senin (3-4/12/2023).
"Selama dua hari total 46 erupsi dan 66 kali embusan yang terjadi dengan erupsi eksplosif pertama kali pada tanggal 3 Desember 2023 pukul 14.54 WIB, dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 3.000 meter di atas puncak atau 5.891 meter di atas permukaan laut," katanya.
Ahmad Rifandi merinci, pada Minggu (3/12/2023) Gunung Marapi mengalami erupsi sebanyak 36 kali dan 16 kali embusan. Sedangkan pada Senin (4/12/2023) terjadi 10 kali erupsi dan 50 kali embusan.
"Pagi ini kembali terjadi erupsi dengan tinggi kolom abu tidak teramati di jam 06.13 WB, 06.14 WIB, dan 06.24 WIB, dengan amplitudo maksimum 30 milimeter," kata Ahmad Rifandi.
Terjadinya erupsi susulan itu membuat tim SAR gabungan harus waspada, sehingga proses evakuasi korban erupsi Gunung Marapi, yang masih terjebak di sekitar puncak gunung menjadi tertunda.
PGA juga mencatat hasil pengamatan meteorologi berupa cuaca berawan, mendung, dan hujan. Angin bertiup lemah ke arah timur, tenggara, dan barat daya. Suhu udara 23,1-26,6 derajat Celsius dengan kelembaban udara 64,3-84,2 persen, dan tekanan udara 681,2-682,2 mmHg.
Volume curah hujan 0,14 mm per hari. Sementara untuk visual, kata dia, gunung jelas hingga kabut 0-III. Asap kawah bertekanan sedang teramati berwarna kelabu dan hitam dengan intensitas tebal dan tinggi 400-800 meter di atas puncak kawah.
Gunung Marapi secara administratif terletak dalam wilayah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumbar, dan dipantau secara visual dan instrumental dari PGA yang berada di Jalan Prof Hazairin Nomor 168, Bukittinggi, Sumbar.
Aktivitas vulkanik Gunung Marapi pada awal tahun 2023 didominasi oleh terjadinya erupsi eksplosif yang berlangsung sejak 7 Januari 2023 hingga 20 Februari 2023 dengan tinggi kolom erupsi berkisar antara 75 – 1.000 meter dari puncak.
Selanjutnya erupsi berhenti dan aktivitas kegempaan lebih didominasi oleh gempa tektonik lokal dan tektonik jauh, hingga akhirnya kembali mengalami erupsi pada awal Desember ini.
Update:
Data sementara dari Kantor SAR Padang, dari 75 total pendaki saat erupsi Gunung Marapi, 49 langsung turun pada hari yang sama erupsi terjadi, kemudian 26 lainnya terjebak di atas Gunung Marapi.
Lalu pada Senin (4/12/2023) tim gabungan berhasil mengevakuasi total 8 orang, dimana 5 orang di antaranya meninggal dunia dan 3 lainnya selamat. Kemudian pada hari ini, Selasa (5/12/2023) dievakuasi sebanyak 8 orang hingga sore hari.
Sehingga sampai Selasa sore (5/12/2023) pukul 18.00 WIB, dari 26 korban terjebak erupsi Gunung Marapi, 13 meninggal dunia dan sudah dievakuasi, sementara 3 orang selamat, dan tersisa 10 sedang evakuasi dari lokasi Gunung Marapi. Hingga berita ini diturunkan, ke-10 orang dalam proses evakuasi tersebut belum diketahui nasibnya.
Advertisement
Identifikasi Korban
Demi membantu kelancaran identifikasi para korban yang terdampak erupsi Gunung Marapi, Polda Sumbar langsung mendirikan posko Disaster Victim Identification (DVI).
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan, posko DVI itu didirikan di Kantor Wali Nagari Batu Palamo Kabupaten Agam.
"Kami mendirikan Posko DVI Polda Sumbar sebagai bentuk respon cepat atas peristiwa erupsi Marapi, di sana terdapat layanan pos Antemortem dan Post Mortem," katanya.
Ia menjelaskan Pos Antemortem didirikan pihaknya untuk melayani kesehatan masyarakat, melayani pengaduan korban hilang, serta untuk mengetahui status dari korban.
Sedangkan Pos Mortem untuk mengidentifikasi identitas para korban yang dicocokkan dengan keterangan dari pihak keluarga.
Dwi mengatakan, posko tim DVI milik Polda Sumbar itu dipimpin oleh Kombes Pol drg Lisda Cancer M.Biotech, dan Sekretaris Pembina TK I dr Eka Purnama Sari, serta melibatkan sejumlah tenaga kesehatan dan dokter lain.
"Selain itu Polda Sumbar juga menempatkan lima belas personel gabungan yang bisa bergerak ketika dibutuhkan, gabungan dari personel Biddokkes Polda Sumbar dan Polres di seputar lokasi," katanya.
Dwi berharap posko yang tekah didirikan itu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang terdampak peristiwa erupsi Gunung Marapi sehingga bisa mendapatkan penanganan dan pertolongan segera.
"Masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Marapi diharapkan bisa mendatangi posko untuk mendapatkan pengobatan dengan segera," katanya.
Sampai Senin malam (4/12/2023), Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi, yang ditunjuk sebagai Posko Antemortem korban erupsi Gunung Marapi, telah menerima tujuh orang korban. Dari tujuh korban yang dievakuasi ke RSAM, tiga orang di antaranya merupakan korban dalam kondisi meninggal dunia.
"Sejak pagi hingga malam ini RSAM menerima total tujuh korban yang merupakan pendaki Gunung Marapi yang mengalami erupsi. Empat menderita luka bakar dan tiga lainnya meninggal," kata Direktur Utama RSAM Busril di Bukittinggi, Selasa.
Busril merinci ketujuh korban, antara lain Aditya (21) jenis kelamin laki-laki asal Pekanbaru dengan kondisi selamat dan menderita luka bakar. Pasien kedua atas nama Zhafirah (19), perempuan asal Padang, kondisi selamat dirujuk ke Rumah Sakit Muhammad Jamil Kota Padang.
Pasien ketiga atas nama Naomi (19) jenis kelamin perempuan dengan kondisi selamat dan diizinkan pulang bersama keluarganya.
"Pasien keempat, Achmad Firman (20) laki-laki menderita luka bakar juga dirujuk ke Padang," kata Busril.
Sementara tiga korban yang dinyatakan meninggal dunia, antara lain Muhammad Adan (21), Nazatra (22) asal Pekanbaru, Riau, dan Muhammad Teguh (20) asal Padang.
"Data semua korban sudah diketahui, mereka yang luka bakar dalam perawatan maksimal. Satu orang korban selamat nama Naomi asal Pekanbaru sudah dinyatakan bisa dibawa pulang keluarganya," kata Busril.
Menurutnya, proses identifikasi sudah disesuaikan dengan protokol Disaster Victim Identification (DVI) Polda Sumbar hingga identitas korban sudah diketahui secara pasti.
"Sudah sesuai prosedur DVI Polda Sumbar ditambah pencocokan dengan keluarga dan kerabatnya, saat ini hanya satu keluarga korban yang belum berada di RSAM," katanya.
Ada Unsur Kelalaian?
Hingga Selasa siang (5/12/2023) pukul 12.00 WIB, data sementara dari Kantor SAR Padang menyebutkan, dari 75 total pendaki Gunung Marapi saat erupsi, 49 orang di antaranya langsung turun pada hari yang sama erupsi terjadi, kemudian 26 lainnya terjebak di atas Gunung Marapi.
Lalu pada Senin (4/12/2023) tim gabungan berhasil mengevakuasi total 8 orang, 5 orang di antaranya meninggal dunia dan 3 lainnya selamat. Sementara korban lainnya masih dalam upaya evakuasi pada Selasa (5/12/2023).
Menanggapi kejadian nahas ini, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumatera Barat, Ade Edward memandang bencana ini seharusnya sudah menjadi bencana nasional. Ia menilai ada unsur kelalaian di balik jatuhnya banyak korban.
"Gunung Marapi ini statusnya waspada level II sejak Agustus 2011, dievaluasi terus dan trennya sama tidak pernah turun," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (5/12/2023).
Menurutnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar adalah pihak yang mesti bertanggungjawab atas dampak korban jiwa dalam bencana ini.
Ade menjelaskan, status waspada level II itu, gunung api sewaktu waktu dapat meletus membahayakan manusia. Sehingga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengeluarkan rekomendasi untuk tidak boleh mendekati puncak gunung dala radius 3 kilometer.
"Iya karena tidak ada yang tahu kapan akan meletusnya makanya tidak boleh didekati, tapi oleh BKSDA malah dibuka sebagai wisata," jelasnya.
Ade mengatakan, satu-satunya instansi yang berwenang dalam hal gunung api ialah Kementerian ESDM yakni PVMBG.
Jika ada instansi lain yang membuka dengan tujuan wisata, lanjutnya, maka mitigasi bencananyanya menjadi tidak jelas apalagi jika tidak berkoordinasi dengan pihak terkait.
"Masalahnya dalam pembukaan kawasan ini mulai dari pemerintah daerah, provinsi dan BKSDA setuju untuk pembukaan taman wisata alam yang dikelola BKSDA ini," ujarnya.
Ade menilai, BKSDA sudah melanggar ketentuan Undang-Undang 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana. Pengelolaan Gunung Marapi menjadi tempat wisata, menurut Ade itu di luar kewenangan BKSDA, karena itu geologi dan gunung api.
Ia menyampaikan, pihak keluarga korban yang terdampak atas bencana erupsi Gunung Marapi kali ini bisa melaporkan dan menuntut secara pidana BKSDA Sumbar ke pihak kepolisian.
"Ada kelalaian, bisa dilaporkan dengan pidana oleh keluarga korban," ia menambahkan.
Sementara Plh Kepala BKSDA Sumbar, Eka Dhamayanti mengatakan sebelum pembukaan jalur pendakian Gunung Marapi sebagai Taman Wisata Alam (TWA) pada Juli 2023 ini, pihaknya sudah berdiskusi dengan masyarakat dan pemerintah daerah untuk proses pengelolalan Marapi.
"Dari hasil kesepakatan dengan memperhatikan kondisi aktivitas gunung yang menurun pascaerupsi awal tahun kita memutuskan membuka dengan sistem baru dengan online," katanya.
Namun demikian, kata Eka, karena status waspada level II maka pihaknya melakukan pembatasan dan menerapkan upaya mitigas risiko bencana erupsi dan bencana alam.
"Misalnya mitigas dengan memberi pengarahan dan imbauan, memberikan informasi kepada pengunjung tentang kerawanan bencana serta juga ada papan informasi," ujarnya.
Akan tetapi, jelas Eka, pihaknya tidak bisa membatasi ruang gerak pengunjung ketika sudah berada di kawasan TWA. Pihaknya mengaku SOP yang diterapkan sudah mengatur bagaimana perjalanan pendakian sesuai tepat waktu dan keselamatan pengunjung.
Terkait adanya indikasi kelalaian dari BKSDA, Eka menyebut bahwa semuanya proses mulai dari pembukaan TWA sudah melalui pertimbangan.
Lalu terkait adanya rekomendasi dilarang mendekati kawah radius 3 kilometer, Eka menilai hal itu sifatnya imbauan dari PVMBG.
"Imbauan itu juga sudah kita antisipasi dengan upaya mitigasi," ia menambahkan.
Advertisement
Kata Pengamat
Terlepas dari ada atau tidaknya unsur kelalaian manusia sehingga erupsi Gunung Marapi memakan banyak korban jiwa, ahli geologi yang juga mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Dr Surono saat dihubungi Ahmad Ibo dari tim Regional Liputan6.com, Selasa (5/12/2023) mengatakan, Gunung Marapi memang sudah sering meletus sejak lama dan karakternya memang seperti itu, oleh karena itu status waspadanya tidak pernah dicabut.
"Saya tinggalkan kantor itu pensiun, tahun 2015 itu masih tetap waspada dan sebelum tahun 2015 itu sudah waspada juga karena sering terjadi letusan," kata Surono.
Surono menjelaskan, sebagai gunung api aktif yang sering meletus, ada warning di Gunung Marapi, ada rekomendasi, antara lain, boleh naik tetapi tidak boleh masuk ke radius 3 kilometer dari puncak.
"Karena sering terjadi letusan dan material letusan itu jatuh di puncak Gunung Marapi, di luar itu aman-aman saja," kata Surono.
Yang jadi pertanyaan, kata Surono, korban meninggal akibat erupsi Gunung Marapi kemarin itu berada di puncak Gunung Marapi atau malah di kaki gunung. Mengingat rekomendasi jarak aman itu sudah ada sebelum 2015 dan tidak pernah dicabut, karena memang sering terjadi letusan di gunung tersebut.
"Semua itu ada aturannya, dalam bertindak dan sebagainya, termasuk bernegara yang demokratis, itu pun ada aturannya. Ini alam, apalagi sudah sering meletus, ya pendekatan sains di bidang alam itu harus bisa menerjemahkan, daerah mana yang bahaya, ya itu tiga kilometer radius dari puncak," kata Surono.
Surono tidak ingin menghakimi siapa yang lalai, namun yang jelas, katanya, tidak mungkin ilmu pengetahuan dan teknologi bisa memprediksi kapan pastinya, hari dan tanggal hingga jamnya, gunung akan meletus.
"Tapi bahwa aktivitas vulkanik itu ada, dan sering terjadi letusan, itu kita ketahui. Oleh karena itu karena aktivitas masih meletus, maka kemungkinan meletus akan terjadi lagi," katanya.
Surono mengatakan, sebagai mantan pegawai badan geologi, terkait dengan rekomendasi Gunung Marapi, para ahli vulkanologi sudah memberi imbauan jauh-jauh hari, gunung ini boleh naik tapi tidak boleh masuk radius tiga kilometer. Yang jadi pertanyaan, kata Surono, apakah setiap pendaki minta izin untuk pendakian dan di pos diberi tahu atau tidak soal rekomendasi jarak aman itu?
"Saya tidak akan menjudge (adanya pendaki nakal) karena saya tidak punya bukti juga, tetapi kadang-kadang kita ini tidak menyimpangkan antara keinginan dan rasio. Rasio mengatakan tidak boleh masuk radius tiga kilometer, tapi keinginan mendekati sedekat-dekatnya jadi dorongan keinginan yang kadang-kadang mengalahkan rasio. Dan ingat, bencana itu terjadi pada saat kita lengah," kata Surono.
Jadi, kata Surono, ini bukan masalah siapa yang salah dan siapa yang benar, tanggung jawab itu bukan hanya vulkanologi saja. Vulkanologi hanya memutuskan rekomendasi, nah rekomendasi itu dijalankan atau tidak, hal itu ada pada otoritas lokal, yaitu pemerintah daerah.
"Jadi misal tidak boleh masuk radius tiga kilometer, kalau misalnya Pemda memperbolehkan, itu hak pemda, kita hanya memberikan rekomendasi, tidak ada sanksi hukum jika itu dilanggar. Gak ada undang-undangnya. Mungkin ada di undang-undang lain, tapi sepengatahuan saya tidak ada yang memaksakan rekomendasi itu dijalankan," ungkap Surono.
Terkait Gunung Marapi yang meletus tiba-tiba, Surono menampiknya. Menurut dia, Marapi tidak meletus tiba-tiba, karena tanda-tanda aktivitas vulkaniknya sudah muncul, yaitu terus-menerus meletus hingga status waspada tidak pernah diturunkan sejak lama.
Sementara itu, Tri Hardiyanto, seorang pendaki profesional yang pernah mendaki 7 gunung tertinggi di Indonesia dalam 100 hari, kepada Liputan6.com mengatakan, sebelum melakukan pendakian, ada baiknya pendaki mencari tahu karakteristik gunung yang akan dijelajahi dari berbagai sumber. Termasuk mencari tahu kapan terakhir kali gunung tersebut erupsi, jika gunung itu aktif, dan apakah ada potensi erupsi lagi.
"Jika info masih kurang biasanya kita minta bantuan warga lokal dalam melakukan pendakian. Dapat bersifat sebagai guide ataupun porter, terlebih gunung tersebut memiliki banyak jalur pendakian. Sehingga kita bisa memetakan persiapan apa saja saat pendakian," kata Tri.
Sebagai pendaki gunung profesional, Tri menyarankan survivor segera mencari tempat berlindung saat ada dalam situasi gunung erupsi mendadak.
"Pertama mencari tempat seaman mungkin, syukur kalau bisa meninggalkan lokasi sampai radius aman. Yang jadi banyak korban biasanya karena banyak yang justru ingin mengabadikan momen erupsi," katanya.
Tri memastikan tiap gunung punya karakteristik dan kontur yang berbeda. Tindakan mitigasi awal yang bisa dilakukan saat terjadi erupsi adalah dengan secepat mungkin mencari tempat aman, seperti lekukan gunung atau batu besar.
"Yang paling save ya secepat mungkin meninggalkan gunung sampai radius aman," katanya.