Liputan6.com, Yogyakarta - Plt. Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM, Sri Ratna Saktimulya mengatakan pihaknya merilis permainan edukasi Truwelu sebagai media pembelajaran tentang mitigasi bencana dari perspektif keilmuan dan budaya. Truwelu membawa piwulang (ajaran) leluhur dari manuskrip kuno dan cerita rakyat lalu dikemas secara modern.
“Produk ini dikembangkan dengan mengadopsi konsep permainan papan ular tangga. Pengembangan Truwelu dilakukan bekerjasama dengan Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM,” jelasnya, saat peluncuran Truwelu di The Atrium Hotel and Resort Yogyakarta Senin 11 Desember 2023.
Sri Ratna mengatakan pemberian nama Truwelu berasal dari perpaduan kata TRUstha yang artinya senang, Wigya artinya pandai, Edi artinya indah, serta LUhur berarti luhur. Truwelu dari perpaduan kata itu dapat berarti proses pendidikan yang dilandasi rasa senang akan menambah kepandaian nan indah serta luhur.
Advertisement
Baca Juga
Sri Ratna mengembangkan produk Truwelu dalam bentuk permainan semi digital berbasis pada website sehingga permainan ini dapat lebih mudah diakses namun tetap mengedepankan bentuk fisik papan permainan yang nyata untuk keberlangsungan interaksi antar pemain.
Permainan Edukasi Truwelu selain memuat pertanyaan untuki sarana pembelajaran terkait mitigasi bencana, juga ada menu kawruh yang berisi informasi terkait kepercayaan atau budaya lokal terkait bencana terjadi.
Permainan Truwelu ini dapat dimainkan oleh 2-4 pemain dengan dalam satu permainan menggunakan satu smartphone dari salah satu pemain. Untuk bermain, pemain perlu mengakses truweluboardgame.id atau memindai QR code yang tersedia.
“Permainan Truwelu ini sudah disosialisasikan di SMP 1 Cangkringan. Kedepan akan disosialisasikan ke lebih banyak tempat lagi,” katanya.
G.K.B.R.A.A. Paku Alam Bunda Literasi DIY menyatakan merasa bangga dengan upaya UGM, khususnya Pusat Studi Kebudayaan dengan kekhasannya telah terjun langsung dalam menggalakkan literasi berbasis budaya di berbagai lapisan masyarakat.
“Khas di sini karena karya Pusat Studi Kebudayaan telah mengangkat piwulang (ajaran) para leluhur yang masih tersimpan rapat dalam manuskrip kuno berhuruf dan berbahasa Jawa yang selanjutnya disajikan dengan kemasan yang cukup milenial,” urainya.
Menurutnya ajaran para pendahulu seperti ajaran Ki Hadjar Dewantara dalam kehidupan yang akan datang sangat dibutuhkan bagi generasi muda terlebih di tengah laju globalisasi yang begitu deras. Oleh sebab itu, pembudayaan berliterasi diharapkan bisa menumbuhkan budi pekerti, mengasah logika serta kreativitas generasi muda.
“Mari bergandengan tangan untuk tumbuhkan literasi. Saya juga mengucapkan terima kasih atas upaya yang dilakukan Pusat Studi Kebudayaan UGM dalam menguatkan literasi budaya bagi kemajuan bangsa dan negara,”paparnya tentang permainan edukasi Truwelu.