Sukses

Alasan Perhutanan Sosial Harus Dapat Dukungan Penuh Seluruh Rakyat Indonesia

Untuk penanganan konflik dalam kawasan hutan kami mengedepankan langkah-langkah secara persuasif (normatif) merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 84 Tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Tenurial dalam Kawasan Hutan

Liputan6.com, Jakarta - Perhutanan sosial merupakan salah satu program prioritas nasional yakni reformasi agraria yang tertuang dalam nawacita ke-5 (lima) Joko Widodo. Tujuannya, memberikan akses dan aset berupa pengelolaan atas tanah (hutan) kepada petani.

Hal ini dapat menunjang ketersedian pangan, dimana negara yang berswasembada pangan memiliki keuntungan besar atas negara yang tidak berswasembada pangan, yang pada akhirnya akan melakukan impor pangan.

Pada akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, realisasi program reformasi  agraria terkhususnya perhutanan sosial kurang lebih enam juta hectare pada 2023 dan mencapai 12  juta hektare di seluruh Indonesia pada 2024.

“Program perhutanan sosial harus mendapat dukungan penuh seluruh rakyat Indonesia karena dari penguasaan tanah oleh rakyat, kedaulatan pangan dapat diwujudkan," ujar Ketua Umum Serikat Tani Nelayan Ahmad Suluh Rifai dalam diskusi publik bertema ‘Mendukung Perhutanan Sosial Sebagai Bentuk Kehadiran Negara dalam Upaya Penyelesaian Konflik Agraria dalam Kawasan Hutan’ di Jakarta, Jumat (15/12/2023).

Sementara, Pengandali Ekosistem Ahli Madya Direktorat Penanganan Konflik dan Hutan Adat Bresman Marpaung dalam pemaparannya menyampaikan salah satu sumber utama konflik antara petani, korporasi dan negara adalah bersumber dari pendistribusian sumber daya alam  yang tidak seimbang dan ada kesenjangan.

“Untuk penanganan konflik dalam kawasan hutan kami mengedepankan langkah-langkah secara persuasif (normatif) merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 84 Tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Tenurial dalam Kawasan Hutan, jika konfliknya memiliki indikasi tindak pidana seperti pencurian kami serahkan kepada pihak yang berwenang,” tuturnya.

Terkait proses penyelesaian, ia juga melakukan advokasi secara litigasi dan nonlitigasi terhadap pengelolaan objek (tanah) yang dipermasalahkan, berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (kluster kehutanan), Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara PNBP yang berasal dari denda administratif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini