Sukses

Tradisi Piring Terbang di Jamuan Pernikahan Adat Jawa, Apa Itu?

Bagi masyarakat Jawa, istilah piring terbang tentu sudah tidak asing lagi. Tradisi ini memang sudah populer sejak lama dan menjadi salah satu pilihan penyajian di pernikahan selain prasmanan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Saat mengunjungi acara pernikahan, pemilik acara biasanya menyediakan makanan secara prasmanan. Namun, ada juga beberapa adat pernikahan yang menyajikan makanan untuk para tamu dengan mengikuti tradisi piring terbang.

Bagi masyarakat Jawa, istilah piring terbang tentu sudah tidak asing lagi. Tradisi ini memang sudah populer sejak lama dan menjadi salah satu pilihan penyajian di pernikahan selain prasmanan.

Penyajian makanan dalam pernikahan adat Jawa ini dilakukan dengan cara mengantar makanan atau minuman ke para tamu undangan. Adapun yang bertugas mengantarkan adalah pramusaji atau sinom.

Para sinom itu akan berkeliling di area tamu dengan membawa nampan berisi makanan. Para sinom ini biasanya adalah remaja karang taruna yang saling bergotong-royong membantu kesuksesan jalannya acara.

Mengutip dari surakarta.go.id, tradisi piring terbang sudah ada sejak 1980-an. Pada masa itu, jasa penyedia katering memang sedang berkembang pesat. Tradisi piring terbang pertama kali muncul dan mulai berkembang dari daerah sekeliling Solo, seperti wilayah Wonosari, Klaten, hingga Wonogiri.

Konon, tradisi ini dilakukan sebagai bentuk menghormati tamu agar mereka tak perlu repot mengambil makanannya sendiri. Para tamu hanya perlu duduk dan menunggu jamuan diantarkan.

Meski kini semakin banyak pasangan pengantin yang memilih cara prasmanan, tetapi masih ada juga yang menerapkan tradisi piring terbang. Banyak warga memilih piring terbang dengan alasan tradisi. Alasan-alasan tersebutlah yang membuat tradisi ini masih eksis hingga sekarang

Dalam prasmanan, para tamu bisa mengambil sendiri hidangan yang diinginkan di pesta pernikahan. Lain halnya dengan piring terbang, di mana pramusaji akan datang mengantarkan hidangan kepada tamu.

Istilah piring terbang konon diambil dari cara pengantarannya. Hidangan dalam piring yang dibagikan ke setiap tamu seolah seperti terbang, sehingga muncul istilah piring terbang.

Dalam gaya piring terbang di pernikahan masyarakat Solo, hidangan diawali dengan minuman manis, misalnya teh hangat. Umumnya teh ini telah disiapkan di atas meja sebelum tamu datang.

Selain itu, ada juga makanan ringan untuk mendampingi teh, seperti bolu atau prol tape, risol atau kroket, kacang goreng, atau lainnya. Setelah jeda beberapa menit, para tamu kemudian akan diberikan hidangan sup atau selat solo.

Baru kemudian akan diantarkan hidangan utama berupa nasi dengan lauk pauk lengkap, seperti sambal goreng, capcay, acar kuning, dan kerupuk. Adapun sebagai menu terakhir adalah sajian es buah, es puter, atau es krim yang sekaligus menjadi hidangan penutup.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Â