Sukses

HEADLINE: Banjir Terjang Kota Bandung Akibat Tanggul Cikapundung Jebol, Ada Unsur Kelalaian?

Saat yang lain asyik ngopi sore ditemani hujan di kawasan wisata elite Jalan Braga Bandung, Dedi hanya bisa pasrah, air bah masuk ke rumah.

Liputan6.com, Bandung - Saat yang lain asyik ngopi sore ditemani hujan di kawasan wisata elite Jalan Braga Bandung, Dedi hanya bisa pasrah. Air bah sekalian lumpur masuk ke rumahnya, Kamis menjelang malam (11/1/2024). Air bah yang datang tiba-tiba membuat kebanyakan warga di Kelurahan Braga, Kota Bandung, itu tak sempat menyelamatkan barang berharga. 

"Semuanya kebasahan rumahnya," kata Dedi pasrah.

Dedi menuturkan, banjir yang datang kali ini beda. Biasanya air banjir hanya sebatas mata kaki, tapi kali ini mencapai 1 meter, atau sedada orang dewasa. Itu yang membuat Dedi dan kebanyakan warga di Kelurahan Braga kelimpungan.

Hujan lebat di kawasan Lembang membuat air Sungai Cikapundung meluap, tanggul penahan air juga jebol, sehingga air bah tak dapat dibendung masuk ke permukiman warga. Parahnya, banjir tak hanya membawa air, tapi juga lumpur dan sampah.

Posisi permukiman warga di Kelurahan Braga ini memang tepat berada di bawah bantaran Sungai Cikapundung. Pada saat air meluap, banyak warga yang memiliki kendaraan terendam karena tidak menyadari limpasan air akan datang begitu besar.

Warga sempat berbondong-bondong mengevakuasi sepeda motor ke tempat yang lebih tinggi. Beberapa warga lainnya sempat terjebak saat banjir bandang menerjang. 

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat bersama relawan kebencanaan bergerak cepat, mereka langsung mengevakuasi warga yang terkepung banjir, bersama barang-barang berharga yang masih bisa diselamatkan.

Pada pukul 17.50 WIB, bantuan juga datang dari Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Bandung. Situasi darurat, demi kelancaran evakuasi dan pertolongan, Jalan Braga ikon wisata Kota Bandung yang termahsyur itu ditutup sementara.

Ratusan orang yang terdampak banjir diarahkan ke beberapa titik aman, sebagian lainnya memilih mengungsi ke tempat sanak saudara yang tidak terdampak. Sudah bisa dipastikan, tidur mereka tak senyenyak malam kemarin.

Jumat pagi, (12/1/2024), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat merilis data, sebanyak 600 rumah warga di Jalan Braga Gang Apandi RW 08, RW 04, RW 03, RW 07, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat terdampak banjir bandang yang terjadi Kamis sore (11/1/2024).

Pranata Humas Ahli Muda Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, Hadi Rahmat merinci, jumlah rumah yang terdampak banjir sebanyak 250 unit di Gang Apandi RW 8, 250 unit Gang Apandi RW 4, dan 100 unit di Gang Apandi RW 03 dan 07.

"Penyebab banjir hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur wilayah tersebut," kata Hadi dalam keterangannya.

Hadi mengatakan, akibat bencana tersebut 150 orang mengungsi di Teras Cikapundung. Tiga orang pengungsi dalam kondisi sakit.

BPBD Provinsi Jawa Barat telah melakukan peninjauan langsung dengan melakukan pendataan ke lokasi terdampak banjir.

"BPBD Provinsi Jawa Barat berkoordinasi dengan Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DAMKAR PB) Kota Bandung. DAMKAR PB Kota Bandung dan aparat setempat melakukan evakuasi kelompok rentan," kata Hadi.

Hadi menuturkan ketinggian air di wilayah tersebut mencapai 50 Centimeter.

 

 

 

2 dari 5 halaman

Tanggul Sungai Cikapundung Jebol

Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, Jumat pagi (12/1/2024) mengatakan, banjir bandang yang menerjang Braga mendampak sebanyak 857 warga dari 400 kepala keluarga (KK) di Jalan Braga, Gang Apandi RW 08, RW 04, RW 03, RW 07, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.

Data tersebut dibeberkan Bey saat meninjau lokasi bencana banjir Braga. Bey meminta agar segera memperbaiki kerusakan yang terjadi, salah satunya tanggul Sungai Cikapundung yang jebol.

"Tadi saya minta ke Pak Pj Wali Kota Bandung agar segera memperbaiki tanggul atau pengaman yang jebol. Jadi harusnya hari ini segera selesai segera tuntas," ujar Bey, Jumat (12/1/2024).

Target perbaikan tanggul jebol di bantaran Sungai Cikapundung, ditegaskan Bey harus rampung pada hari ini.

Sedangkan untuk kerusakan rumah yang rusak atau jebol akibat derasnya pasokan air dari Sungai Cikapundung masih didata.

"Tapi saya lihat banyak sekali rumah-rumah disini karena padat juga. Sudah disiapkan tempat pengungsian sementara, dapur umum siap, tenaga kesehatan siap, Damkar Kota Bandung dan BPBD provinsi siap bantu serta bantuan dari masyarakat," kata Bey.

Tanggul Sungai Cikapundung yang jebol memang santer disebut-sebut menjadi penyebab banjir bandang yang melanda kawasan Braga, Kota Bandung, Kamis sore. Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono sendiri mengakui, tanggul Sungai Cikapundung yang jebol di lokasi banjir sudah lama tidak mendapatkan perbaikan. Tanggul tersebut diperbaiki terakhir kalinya pada 2004.

"Terakhir 2004 diperbaiki, jadi kalau dapat laporan dari warga, tanggul itu sudah overfall, sudah melewati, tentunya tanggul ini mungkin harus ditinggikan, besok kita tinggikan dan perkuat struktur buat menahan beban," katanya.

Bambang sendiri langsung memerintahkan jajarannya untuk segera memperbaiki tanggul Sungai Cikapundung yang jebol.

"Tanggul akan kita tangani, mudah-mudahan dengan kecepatan kita memperbaiki tanggul, ini bisa meminimalisasi banjir seperti ini," katanya.

Pemkot Bandung juga telah menyiapkan dapur umum guna melayani kebutuhan konsumsi ratusan warga yang terdampak banjir di Kelurahan Braga, Kecamatan Sumurbandung.

"Dibantu oleh provinsi, BPBD, Dinas Sosial, dapur umum kami siapkan. Kemudian kepentingan, atau keperluan-keperluan yang sangat mendesak kami siapkan dari semalam. Sampai hari ini tetap kami lakukan upaya-upaya penanganan," kata Bambang.

Bambang menegaskan, pemerintah kota akan selalu hadir untuk membantu masyarakat yang saat ini sedang terdampak banjir.

"Petugas kita bersiaga di sini 24 jam untuk membantu warga sekaligus juga upaya mengantisipasi manakala ada kejadian-kejadian yang berikutnya," katanya.

Bambang juga mengatakan, keberadaan dapur umum yang disiapkan pemerintah cukup melayani kebutuhan makanan siap saji bagi 857 jiwa yang terdampak.

Anggota Tim Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Bandung Agim mengatakan pihaknya telah menyiapkan sebanyak 900 porsi makanan.

"Kami siapkan 300 porsi untuk pagi, 300 porsi siang, dan 300 porsi malam," katanya.

Agim menyebut beberapa menu makan telah disiapkan oleh Tagana Kota Bandung, antara lain mulai dari sayur-mayur, ikan, dan ayam untuk memenuhi kebutuhan bagi warga yang berada di tenda pengungsian maupun mereka yang bertahan di rumah masing-masing.

"Kalau pagi ini, nasi goreng dan telur dadar. Siang nanti daging ayam dan tahu tempe. Kalau malam, ikan dan sayur toge," katanya.

Ia mengatakan dapur umum ini akan terus disiagakan untuk memastikan kebutuhan dasar warga harus terpenuhi.

Pj Gubernur Jabar Bey machmudin juga meminta masyarakat secara umum agar meningkatkan kewaspadaannya, mengingat hujan lebat masih berpotensi turun di kawasan Jabar saat siang hingga malam hari.

Bey mengimbau kepada masyarakat dalam kondisi cuaca ekstrem agar tidak berada di lokasi rawan bencana alam.

"Masyarakat harus berhati-hati juga cuaca yang seperti ini. Potensi hujan kebat dan sangat lebat itu antisipasinya kita harus berhati-hati, kalau wilayah-wilayah seperti ini tetap harus mengungsi lagi. Harus ikuti arahan dari petugas," ucap Bey.

Lalu benarkah penyebab banjir Braga hanya disebabkan karena tanggul yang jebol? Atau karena hujan menurunkan air  begitu deras sehingga tidak mampu tertampung? Apakah solusinya hanya perbaikan tanggul dan mengimbau warga tidak berada di lokasi rawan bencana? 

 

 

 

3 dari 5 halaman

Cikapundung Walungan di Kota Bandung

Cikapundung, Cikapundung, Cikapundung Walungan di Kota BandungKota Kembang, Kota Midang Kota Pangbangbrang Ka Bingung

Sedikit nostalgia ke era 1960-an, saat lagu-lagu pop Sunda tengah populer di masyarakat. Ada satu lagu yang ngehits kala itu, judunya Cikapundung yang dinyanyikan Titim Fatimah. Paling tidak dari situ tergambar, bahwa Sungai Cikapundung sejak lama sudah punya tempat di hati orang Kota Bandung. Bukan tanpa sebab, sungai yang mengalir menuju selatan dan bermuara ke Sungai Citarum ini dahulu menjadi salah satu sumber air bersih bagi warga di sekitarnya.

Secara etimologi, Cikapundung berasal dari kata bahasa Sunda 'Ci', yang artinya air, dan 'Kapundung' sejenis buah-buahan (kapundung). Memiliki panjang mencapai 28 kilometer membelah Kota Bandung, Sungai Cikapundung merupakan sub-DAS dari DAS Citarum seluas sekitar 434,43 km2 meliputi Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Kota Bandung.

Dikutip dari laman Pemprov Jabar, Sungai Cikapundung berhulu di sekitar Gunung Bukit Tunggul dan Gunung Pangparang di Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung dan mengalir ke barat. Di wilayah Lembang atau di Curug Omas, sungai ini bertemu dengan Sungai Cigulung yang behulu di Gunung Tangkuban Parahu.

Aliran air kemudian berbelok mengalir ke selatan melewati Kota Bandung dan bermuara ke Sungai Citarum. Anak sungainya meliputi Cipanjalu, Cigulung, Ciumbuleuit, Cipaganti, Cipalasari, dan Cikapundung Kolot.

Pemanfaatan sungai ini utamanya sebagai drainase di Kota Bandung dan objek wisata. Terdapat sejumlah objek wisata di sepanjang aliran sungai ini seperti air terjun Curug Omas, Curug Dago, Kebun Raya, Kebun Binatang, taman dan lainnya. Selain itu juga sebagai penyedia air baku terutama di bagian hulu.

Terdapat tiga instalasi penyedia air baku yang menuplai air minum di Kota Bandung hingga 3.700 liter/detik. Sejumlah air terjun yang ada dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air sejak Pemerintah Belanda pada tahun 1923.

Ada dua pembangkit yaitu di Bengkok (3 x 1050 KW) dan Dago (1x 700 KW). Di sisi lain, terdapat masalah di sepanjang aliran sungai Cikapundung terutama di bagian hilir meliputi Kota Bandung penuh dengan pemukiman, perdagangan, dan lain-lain yang memanfaatkan fungsi dari sungai tersebut.

Terdapat ribuan rumah penduduk di aliran sungai yang membuang limbah mencapai 2,5 juta liter setiap harinya, yang sebagian besar berasal dari limbah rumah tangga.

Banyaknya sampah di sungai ini kerap membuat air meluap ke pemukiman penduduk dan merendam ratusan rumah atau banjir. Tak heran jika merunut catatan sejarahnya, Sungai Cikapundung kerap kali kebanjiran, dari sejak masa kolonial pada 1919 hingga menjelang saat ini. Salah satu yang terparah terjadi Kamis kemarin, yang menyebabkan ratusan rumah terdampak dan penghuninya harus mengungsi. Siapa yang lalai? Ada yang salah dengan Sungai Cikapundung? Apakah tanggul sungai yang jebol jadi  satu-satunya penyebab banjir?

Pegiat Sungai Jabar Yadi Supriadi saat dihubungi tim Regional Liputan6.com, Jumat (12/1/2024), tidak setuju dengan anggapan yang menyebut tanggul jebol sebagai penyebab banjir bandang di Braga. Ada hal yang lebih penting yang harus mendapat perhatian banyak orang tentang kelestarian Sungai Cikapundung sehingga terjadi banjir, yaitu pertama, hulu Sungai Cikapundung antara Gunung Kasur dan Gunung Bukit Tunggul sudah rusak. 

"Kedua, terjadi penyumbatan aliran sungai di hulu. Ketiga, memang karena ada pengaruh intensitas hujan yang berlangsung lama dan merata," katanya.

Yadi, banjir di Braga juga disebabkan ada beberapa titik longsoran di hulu sungai sehingga terjadi penyempitan sempadan sungai, sehingga terjadi sedimentasi yang semakin tinggi. Intinya, Sungai Cikapundung dalam kondisi darurat dan butuh perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat di sekitarnya. 

"Hampir kebanyakan kasus banjir bandang seperti itu yang selama ini saya monitoring dari mulai 2009," kata Yadi.

Belum lagi, katanya, alih fungsi lahan di sekitar sungai yang terjadi masif dan gila-gilaan, yang membuat tadinya daerah hijau kini berubah menjadi kuning dan merah.

"Pembangunan prumahan, penyempitan sungai, akibat banyak bangunan dibangun tanpa dilengkapi rekomendasi teknis," katanya.

Yadi menyebut, perlu dilakukan langkah-langkah fundamental untuk meminimalisasi dampak banjir bandang yang terjadi Kamis sore kemarin terulang lagi di kemudian hari. Salah satunya, kata Yadi, adalah dengan pengelolaan lahan konservasi alam di hulu Sungai Cikapundung agar dilakukan secara lebih optimal, yang mengedepankan spirit pelestarian lingkungan.

Menertibkan bangunan tanpa pandang bulu agar sesuai dengan tata ruang bangunan sungai yang mengacu pada rekomendasi teknis dan fungsinya. Yadi juga merekomendasikan agar pemangku kebijakan mau melakukan pembersihan jalur sungai dari sampah dan sedimentasi, dan bangunan liar yang menghalangi aliran sungai.

4 dari 5 halaman

Siapa Lalai?

Hujan hanya menurunkan air, persoalan air akan menjadi berkah atau bencana itu tergantung manusianya. Wahyudin Iwang Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat saat dihubungi tim Regional Liputan6.com, Jumat (12/1/2024), tak setuju jika faktor intensitas hujan yang tinggi selalu menjadi kambing hitam terjadinya banjir bandang. 

"Perlu diketahui wilayah Provinsi Jawa Barat tahun ke tahunnya telah mengalami deforestasi serta degradasi kawasan hutan yang signifikan, bentang alam yang berubah disebabkan alih fungsi kawasan yang berlebihan baik di daerah Pedesaan, Rural hingga di daerah Urban yang semakin memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan lingkungan," kata Iwang.

Merujuk pada data yang terhimpun di opendata.Jabar per tahun 2022, terdapat seluas 907.683,68 Hektare lahan kritis di Jawa Barat. Hal itu menunjukkan ada dugaan jumlah luasan lahan kritis tersebut semakin tahun semakin terus bertambah, seiring dengan intervensi berbagai kegiatan, yang salah satunya rencana-rencana kegiatan infrastruktur serta pembangunan properti, tambang, dan maraknya izin wisata alam di Jawa Barat.

"Semakin tidak dapat terhindarkan hingga tahun ini. Baik yang eksisting maupun yang sedang terus dipaksakan dijalankan dibangun," kata Iwang.

Sementara jika di urai lahan kritis yang terdapat di Bandung Raya, misal Kabupaten Bandung terdapat seluas 46.678,84 hektare dengan status sangat kritis, Kabupaten Bandung Barat terdapat seluas 53.018,62 hektare, Kota Bandung 837,42 heltare dan Kota Cimahi terdapat seluas 616,03 hektare, yang mana masing-masing statusnya dalam kondisi sangat kritis.

"Jumlah luasan tersebut kami menduga angkanya semakin bertambah memasuki pada tahun 2024, tentunya hal tersebut adalah salah satu faktor penyebab terjadinya penyusutan tutupan lahan (Tuplah) di Bandung Raya, dan semua itu tidak lepas dari berbagai akvitas manusia, selain manusia kebijakan pemerintah pun paling dominan juga memberikan kontribusi kuat terhadap masalah tersebut," ungkap Iwang.

Lahirnya Perpu Cipta Kerja, sedikit banyak telah memberi dampak signifikan pada kerusakan ekologis, saat semua Kabupaten/Kota dan Provinsi agar dapat merevisi RTRW yang mengharuskan setiap kawasan terintegritas, sehingga terjadi perubahan fungsi kawasan tertentu.

"Perpres 87 tahun 2021 tentang percepatan pembangunan Rebana dan Jawa Barat bagian selatan, menambah beban lingkungan yang serius ke depan. Jika ini akan terus dipaksakan pemerintah maka tidak menutup kemungkinan muaranya bencana," kata Iwang.

Terkait dengan bencana banjir bandang yang terjadi di kawasan Braga Kota Bandung, Kamis sore (12/1/2024), Iwang mengatakan, hal itu menunjukkan adanya dampak akumulatif dari setiap kegiatan yang tidak mempertimbangkan keberlangsungan lingkungan, serta keselamatan manusia.

"Saat kegiatan tersebut mengubah bentang alam di kawasan hulu hingga kawasan hilir, dapat kami uraikan misal perubahan bentang alam di KBB dan kota Cimahi salah satu faktor penyebabnya adalah perubahan bentang alam oleh Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), tidak luput juga alih fungsi di dua kabupaten kota tersebut tidak lepas dari kegiatan maraknya pembanguna properti dan izin wisata alam baik di hilir hingga kawasan hulu," beber Iwang.

Di Kota Bandung, kerusakan semakin diperkuat dengan hilangnya fungsi Kawasan Bandung Utara (KBU) oleh gerusan pembangunan properti dan izin wisata alam. KBU yang berfungsi sebagai tangkapan air sudah tidak bisa lagi disebut sabuk hijau bagi Kota Bandung yang semestinya dapat dijaga dengan baik oleh semua pihak.

Belum lagi sistem drainase di wilayah kota tidak lepas menjadi sebab akibat terjadinya genangan di beberapa titik di Kota Bandung, tata ruang yang buruk mencerminkan ketidak seriusan pemerintah menertibkan bangunan liar yang berada di sepadan Sungai Cikapundung beserta mikro DAS yang terdapat di hamparan KBU.

"Terakhir tidak lepas dari alih fungsi kawasan oleh pertanian yang tidak menyertai pohon-pohon tegakan ikut serta memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan lingkungan," kata Iwang. 

Dari kejadian banjir bandang Braga Bandung, Walhi Jawa Barat mengajak semua pihak agar:

1. Setiap kejadian bencana seksama perlu mencermati dengan baik, dan mengesampngkan kesimpulannya karena intensitas hujan yang tinggi, karena jika pun intensitas hujan tinggi ketika daya dukung daya tampung lingkungan masih baik, maka tentunya alam tidak akan memberikan warning bahaya kepada kita semua.

2. Pemerintah harus mulai berani mengambil langkh untuk menyusun tata kelola lingkungan yang baik, dengan cara membatasi setiap kegiatan yang mengubah bentang alam secara serius dan berdampak terhadap kerusakan lingkungan dan mengesampingkan keselamatan rakyat.

3. Pemerintah segera melakukan pemulihan lingkungan secara serius dan fokus terhadap daerah atau kawasan yang memiliki fungsi konservasi yang baik, hal tersebut perlu dilakukan sebagai langkah mitigasi.

4. Masyarakat secara luas, perlu menumbuhkan kesadaran bahwa keberadaan mereka berada pada wilayah rawan bencana sehingga mulai menghindari kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan, baik dalam pemanfaatan lahan untuk lahan garapan, kegiatan yang menimbulkan tingginya timbunan sampah.

5. Segera menertibkan kawasan hulu dari segala intervensi kegiatan yang mengalihfungsikan kawasan, serta lakukan segera kegiatan reforestasi yang difokuskan terhadap kawasan yang memberikan kontribusi runoff yang tinggi pada insiden bencana yang terjadi kemarin di Braga Bandung.

 

5 dari 5 halaman

INFOGRAFIS

Video Terkini