Sukses

90 Persen Pemilih Muda Khawatir dengan Masa Depan Lingkungan, Ini Penjelasannya

Survei yang sama juga menemukan bahwa isu lingkungan akan menjadi faktor kunci yang mempengaruhi pilihan anak muda dalam pemilu mendatang.

Liputan6.com, Riau - Sebanyak 90 persen pemilih muda khawatir terhadap masa depan lingkungan. Hal ini terungkap dalam sebuah survei daring yang dilakukan oleh pilahpilih.id terhadap ribuan pemilih muda.

Survei yang sama juga menemukan bahwa isu lingkungan akan menjadi faktor kunci yang mempengaruhi pilihan anak muda dalam pemilu mendatang. Survei daring ini diikuti 1.035 anak muda dari 36 provinsi.

“Menurut pemilih muda, permasalahan lingkungan yang mendesak untuk diselesaikan pemimpin mendatang adalah deforestasi, konservasi air, transisi energi dan sampah plastik,” ujar Reka Maharwati, perwakilan pilahpilih.id dalam diskusi bertajuk ‘Memilih Pemimpin dengan Perspektif Lingkungan’ yang digelar Umat Untuk Semesta di Tangsi Belanda, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Pilahpilih.id adalah sebuah inisiatif dan MOSAIC berupa survei daring dan kegiatan forum diskusi lintas sektor di beberapa kota seperti Malang, Semarang, Yogyakarta, Purwokerto dan Siak. Tujuan inisiatif ini adalah untuk menangkap suara keresahan anak muda tentang permasalahan iklim di akar rumput sehingga dapat terdengar dan mendapatkan perhatian dari para kandidat calon presiden, wakil presiden hingga calon legislatif di tingkat pusat maupun daerah yang akan bertarung di pemilu mendatang.

Suara dan keresahan anak muda yang terserap melalui survei daring dan diskusi publik ini dikumpulkan bersama poin-poin rekomendasi yang akan diserahkan kepada kandidat calon presiden maupun tim suksesnya di bulan Januari ini. Salah satu tuntutan yang disampaikan adalah harapan pemilih muda yang mendesak pemimpin untuk memiliki perspektif lingkungan, sehingga kebijakan dan keputusan yang diambil berdasarkan nilai keberlanjutan.

Permasalahan lingkungan yang begitu banyak dan beragam di Indonesia menjadi prioritas yang perlu terus didorong dan disuarakan. Sayangnya, isu lingkungan di daerah sering tidak terangkat oleh pemangku kepentingan di tingkat nasional, termasuk di ajang pemilu tahun ini.

Salah satu temuan di survei pilahpilih.id juga menunjukkan keresahan yang sama, yakni sebanyak 87 peresn pemilih muda merasa bahwa isu lingkungan belum cukup dibahas secara mendalam di berbagai diskusi politik menjelang pemilihan umum.

“Contohnya saja polusi udara yang digaungkan adalah yang terjadi di Jakarta, padahal kondisi polusi udara di pulau Sumatera juga cukup memprihatinkan. Seperti di Riau yang setiap tahun terus mengalami kebakaran hutan dan polusi udara,” ucapnya.

Lebih lanjut, pemanfaatan lahan gambut juga menjadi keresahan anak muda dan pemangku kepentingan di Kabupaten Siak. Walau lebih dari 50 persen  lahan di kabupaten ini merupakan lahan gambut, sayangnya, masih banyak masyarakat setempat yang menilai bahwa lahan gambut tidak produktif dan salah dalam memanfaatkannya.

Hal ini termasuk dengan membakar lahan gambut dan mengalihfungsikannya menjadi perkebunan sawit yang berdampak pada kebakaran lahan, peningkatan polusi serta kesehatan masyarakat.

“Lahan gambut memiliki banyak manfaat untuk menjaga lingkungan dan mengurangi dampak perubahan iklim, karena bisa menyimpan air dan menyerap karbon,” kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Kabupaten Siak, Jaka Suhendra.

Pembukaan lahan dengan membakar lahan gambut telah memberikan dampak lingkungan yang besar bagi Kabupaten Siak seperti banjir karena fungsinya untuk menahan air menjadi berkurang.

Sementara itu, Tenaga Ahli Penataan Ruang Dinas PUTARUKIM dan Bappeda Kabupaten Siak, Ferdyka M. Lumban menyebutkan pemanfaatan lahan gambut diatur agar tetap bisa berdampak baik bagi lingkungan.

“Lahan gambut itu boleh kita miliki, tetapi pemanfaatannya itu diatur. Tidak semua bisa dikonversi menjadi kawasan perumahan, industri, pendidikan, perkebunan,” tuturnya.

Dengan manfaat lahan gambut yang luar biasa besar bagi lingkungan di Siak, ia juga mendorong masyarakat yang mengetahui alih fungsi lahan gambut dan melaporkan pelanggar peraturan kepada dinas terkait.

“Sehingga bisa segera diatasi, karena kerusakan yang telah terjadi tidak akan mudah untuk diperbaiki dan dikembalikan seperti semula dan tentu nilai ekonomi dan ekologinya jadi rendah,” ucap Ferdyka.