Sukses

Mengenal Seni Bertahan Catenaccio, Gaya Bermain yang Sudah Langka Digunakan

Gaya bermain ini menjadi terkenal ketika pelatih asal Argentina Helenio Herrera, yang melatih Inter Milan pada tahun 1960-an. Ia mengadopsi Catenaccio karena memenangkan pertandingan dengan mempertahankan keunggulan yang sangat kecil.

Liputan6.com, Yogyakarta - Tim sepak bola Italia punya filosofi bermain catenaccio atau dalam bahasa Indonesia berarti 'baut pintu. Gaya sepak bola ini punya fokus dalam pertahanan yang ketat.

Meskipun catenaccio berasal dari bahasa Italia, tapi gaya sepak bola ini bukan asli dari negeri tersebut. Sejak pertama diperagakan, catenaccio dimainkan pertama kali oleh pelatih Austria Karl Rappan. Asal usul permainan ini dapat ditelusuri kembali ke tahun 1930-40an ketika ia masih melatih Swiss.

Gaya bermain ini menjadi terkenal ketika pelatih asal Argentina Helenio Herrera, yang melatih Inter Milan pada tahun 1960-an. Ia mengadopsi Catenaccio karena memenangkan pertandingan dengan mempertahankan keunggulan yang sangat kecil.

Bagaimana catenaccio diperagakan?

Dikutip dari Sportskeeda, prinsip utama catenaccio terletak pada penjagaan pemain yang ketat dan penggunaan pemain bertahan tambahan yang dikenal sebagai 'sweeper' atau 'libero', fungsinya untuk membentuk garis pertahanan ganda.

Gagasan mendasar di balik catenaccio adalah menghapus seorang gelandang dan menempatkannya di belakang pertahanan, yang akan digunakan sebagai penyapu.

Franz Beckenbauer dan Lothar Matthaus adalah contoh sempurna untuk gaya bermain catenaccio, karena mereka ada sosok sweeper dan libero yang amat baik.

Dalam gaya bermain ini, pelatih akan meniadakan pemain depan, mengambil bola lepas di wilayahnya sendiri untuk memulai serangan dan juga akan menyapu seluruh bagian tengah lapangan. Fungsi ini biasanya yang dilakukan bek sayap di bagian samping lapangan.

Di sini peran gelandang adalah melindungi pertahanan dan sesekali membawa bola ke depan dengan mengambil bola dari sweeper atau libero. Para pemain depan harus tetap berkonsentrasi saat melakukan serangan balik.

 

2 dari 2 halaman

Bukan Strategi Parkir Bus

Banyak yang menganggap strategi memarkir bus sama dengan catenaccio. Namun, ada perbedaan mendasar antara kedua gaya permainan ini. Perbedaan pertama dan terpenting adalah sweeper.

Dalam parkir bus, sweeper atau penyapu tidak digunakan. Lain hal dengan catenaccio, peran sweeper sebagai pemain bertahan juga membantu dalam mengatur serangan dari belakang.

Dia biasanya tidak ditugaskan sebagai man marker namun dia bisa bertindak sebagai double man marker dengan mengambil bola lepas dalam memulai serangan.

Catenaccio tidak hanya bertahan, namun mengandalkan serangan balik dimana penyapu memainkan peran paling penting dalam mengatur serangan yang mencerminkan gaya permainan Italia sedangkan dalam strategi parkir bus fokusnya adalah tidak kebobolan dan entah bagaimana mendapatkan gol keberuntungan.

Parkir bus lebih sulit untuk dirobohkan khususnya di sepertiga akhir karena hampir tidak ada ruang untuk dieksploitasi sementara ada banyak ruang yang ditemukan di catenaccio.

Simpelnya, gaya bermain catenaccio adalah serangan balik cepat, parkir bus adalah strategi bertahan tanpa bola dan mencari gol keberuntungan. Ini juga berbeda dengan possesion ball, cara bertahan dengan banyak menguasai bola.

Gaya permainan ini mulai menurun setelah munculnya bentuk sepak bola yang lebih menarik bernama ‘Total Football’ yang diperagakan Belanda. Lebih jauh lagi, hilangnya pemain tipe sweeper dari skema permainan juga berdampak buruk pada gaya permainan ini.

Namun, sedikit demi sedikit, beberapa tim mengadopsi strategi tersebut setelahnya. Beberapa tim yang berhasil mengadopsi gaya permainan ini adalah tim Italia pada World Cup (WC) 1982, tim Jerman pada WC 1990 yang menggunakan Lothar Matthaus sebagai penyapunya.

 

Penulis: Taufiq Syarifudin