Sukses

Kasus Penusukan Siswa SMAN 7 Banjarmasin Berlanjut ke Pengadilan

Pihaknya sudah melakukan diversi, mempertemukan kedua belah pihak, namun tidak ada kesepakatan di antara mereka atas peristiwa berdarah di dalam kelas pada Senin (31/07/2023) lalu.

Liputan6.com, Banjarmasin - Perkembangan penanganan kasus tindak pidana penganiayaan, penusukan oleh siswa SMAN 7 Banjarmasin terhadap teman sekolahnya, kini sudah tahap II (Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti). Selanjutnya pihak Kejari Banjarmasin akan melimpahkan berkas ke Pengadilan Negeri Banjarmasin untuk disidangkan.

Kasi Intelijen Kejari Banjarmasin, Dimas Purnama Putra mengaku pihaknya sudah melakukan diversi, mempertemukan kedua belah pihak, namun tidak ada kesepakatan di antara mereka atas peristiwa berdarah di dalam kelas pada Senin (31/07/2023) lalu.

"Kami menerima tahap II pada Kamis 18 Januari 2024, sekaligus kami lakukan diversi, namun hasilnya tidak ada kesepakatan damai dan akhirnya kasus tersebut dilanjutkan ke proses persidangan," katanya, Kamis (25/01/2024).

Selanjutnya, dikatakan Dimas berkas akan sesegeranya diserahkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin, "Berkas sudah lengkap, secepatnya akan kami limpahkan ke pengadilan,” katanya.

Anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang menjadi pelaku penusukan adalah ARR, siswa kelas X-K SMAN 7 Banjarmasin. Sedangkan, korbannya adalah MRN merupakan siswa kelas X-G SMAN 7 Banjarmasin.

Akibat perbuatannya, ABH itu harus berhadapan dengan Pasal 80 ayat (2) UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 yakni penganiayaan yang mengakibatkan luka berat terhadap korban. Kemudian Pasal 355 (penganiayaan berat) dan Pasal 353 KUHP (penganiayaan berencana), karena dalam perbuatan tindak pidana ada perencana.

Untuk diketahui, Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak mencantumkan ketentuan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling besar Rp 72 juta.

Sedangkan, jika memenuhi unsur Pasal 80 ayat (2) UU Perlindungan Anak, apabila mengakibatkan luka berat, maka pelaku diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.