Liputan6.com, Yogyakarta - Setiap pesepakbola profesional selalu memiliki cerita perjuangan untuk sampai di levelnya. Banyak dari cerita-cerita itu yang menjadikan sepak bola sebagi sarana untuk memperbaiki nasibnya dan keluarga.
Nama pemain legenda seperti Pele adalah satu diantara pemain yang memulai karier sepak bolanya dari keluarga miskin. Atau seperti pemain Swiss Xherdan Shaqiri yang harus mengungsi dari tanah kelahirannya di Kosovo karena perang berkecamuk.
Cerita perjuangan untuk meniti karier sebagai pesepakbola juga dirasakan oleh kiper PSS Sleman Anthony Pinthus. Pemain berkebangsaan Swiss itu pernah menjadi petugas di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Advertisement
Baca Juga
Saat itu pula, Anthony Pinthus bermain untuk tim Divisi 4 Swiss FC Kosova. Di klub itu, gaji yang diterimanya tidak seberapa, sehingga ia harus mencari sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Saya harus berlatih sepak bola sekaligus bekerja, ini tentu jadi tantangan, dan membuat saya kesulitan untuk menembus tim di Divisi 1 Swiss. Pada pagi hari, saya bekerja paruh waktu dengan menjadi penjaga di sebuah SPBU, lalu kemudian pada sore harinya berlatih sepak bola,” kata Anthony Pinthus tempo hari.
Meski situasi tak ideal, pemain bernama lengkap Anthony Abadies Pinthus itu tetap tekun berlatih untuk menggapai cita-citanya sebagai pesepakbola profesional.
Pada situasi yang tak terduga, suatu saat ia mendapat kabar gembira lewat gawainya selepas mengikuti sesi latihan. Ia dihubungi Timnas Filipina U22 untuk bergabung dalam pemutasan latihan di Manila.
“Suatu saat ada nomor asing yang panjang masuk ke telepon genggam saya. Kemudian, saya membaca dan mengetahui pemilik nomor tersebut adalah Scott Cooper, pelatih kepala Tim Filipina saat itu. Ia meminta saya bergabung pada pemusatan latihan selama satu minggu di kota Manila untuk ajang Sea Games cabor sepak bola U 22 Timnas Filipina,” tuturnya.
Tanpa pikir panjang, pemain yang juga punya darah Filipina itu menerima tawaran tersebut, dan memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai penjaga SPBU.
Baginya, itu adalah kesempatan untuk mengubah nasib serta kariernya ke depan. Setelah panggilan itu, Pinthus lantas mendapat sejumlah tawaran untuk tampil di kompetisi profesional Filipina.
“Inilah kesempatan sekali seumur hidup yang harus saya ambil karena karir di sepak bola tidaklah panjang. Saya pun membulatkan tekad untuk bermain sepak bola profesional di Filipina dan selanjutnya adalah bagian dari sejarah,” ucapnya.
Belajar dari Ayah
Anthony Pinthus pertama kali mengenal sepak bola dari sang ayah. Sejak kecil ia telah melihat ayahnya bermain sepak bola untuk tim amatir di Swiss. Hal ini membuatnya ingin belajar dan menjadi seperti ayahnya kelak.
“Ayah, adalah orang pertama yang memperkenalkan saya tentang sepak bola sejak kecil kepada saya. Bahkan ketika mulai bisa berjalan, saya bermain sepak bola bersamanya. Setiap hari kami tidak lepas dari aktivitas tersebut,” ucapnya.
Menariknya, sejak awal Pinthus belajar sepak bola belum memutuskan untuk tampil di posisi mana, padahal ayahnya adalah seorang striker pada masanya. Setelah melalui beberapa proses latihan, ia pun mantap memilih penjaga gawang.
“Berbagai posisi pernah saya coba dari pemain depan kemudian gelandang, bek, dan terakhir menjadi penjaga gawang hingga saat ini," kata pemain kelahiran 30 September 1998.
Pinthus sejatinya punya keinginan untuk menjadi seorang striker seperi ayahnya. Namun, saat tampil sebagai penjaga gawang, rasa percaya dirinya lebih tinggi.
“Karena saya tidak takut dengan bola kemudian memilih posisi penjaga gawang. Saya menyukai hal tersebut karena menjaga tim serta melakukan penyelamatan. Setelah itu, saya lebih memilih posisi penjaga gawang dalam sebuah tim. Saya pun langsung mengatakan inilah posisi saya,” ujarnya.
Penulis: Taufiq Syarifudin
Advertisement