Sukses

Dampak Pesta Demokrasi Terhadap Perekonomian

Pemilu di Indonesia merupaan salah satu momen penting dalam demokrasi, ternyata memiliki dampak positif terbatas dan bersifat temporer terhadap perekonomian negara.

Liputan6.com, Jakarta -  KoPemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia yang merupaan salah satu momen penting dalam demokrasi, ternyata memiliki dampak positif terbatas dan bersifat temporer terhadap perekonomian negara.

Ekonom Institut Teknologi Bandung (ITB), Anggoro Budi Nugroho mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi selalu lebih rendah pada tahun pemilihan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Pada tahun-tahun tersebut, pemilu ternyata tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melebihi angka 5%, yang sudah dianggap sebagai ambang pertumbuhan nasional yang jenuh," katanya, Jumat (27/1/2023).

Menurutnya perputaran uang dalam tradisi Pemilu Indonesia diperkirakan tidak pernah mencapai lebih dari Rp250 triliun, bahkan pada pemilu serentak dari Capres sampai Legislatif.

Sebagai perbandingan, untuk menahan perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2020 sebesar 1-2%, diperlukan subsidi Pemerintah melalui Refocusing Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) minimal Rp 504 triliun. Oleh karena itu, muatan likuiditas melalui Pemilu dianggap tidak memiliki dampak signifikan.

Meski demikian, melihat tren peningkatan jumlah uang beredar menurut laporan Bank Indonesia dari 2014 hingga 2019, terlihat bahwa selalu ada kenaikan. Dengan dua putaran pemilu pada tahun 2024, jumlah uang beredar diperkirakan bisa mencapai di atas Rp 200 triliun.

"Meskipun demikian, dampaknya terhadap PDB tetap dianggap tidak signifikan," jelasnya.

Ia mengatakan yang justru terdampak adalah sektor-sektor atau variabel 'indirect' (tidak langsung), seperti ekspektasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar modal yang dipengaruhi oleh sentimen investor, Indeks Keyakinan Konsumen terkait gangguan keamanan, dan indeks kepastian usaha dari dunia internasional dalam Ease of Doing Business.

Elemen-elemen ini menunjukkan sentimen terhadap iklim perekonomian terkait siapa calon Presiden Indonesia yang unggul, yang dapat mempengaruhi pasar uang, premi risiko, dan suku bunga di masa mendatang.

Namun, keputusan pengumuman Gibran sebagai wakil dari Prabowo, yang melengkapi daftar keseluruhan pasangan calon, justru diikuti dengan penurunan IHSG. Hal ini berbeda dengan "Jokowi Effect" pada 2014 yang berhasil meningkatkan IHSG hingga lebih dari 3% ketika Megawati diumumkan sebagai capres.

Hal ini menunjukkan bahwa Pemilu 2024 tidak disambut positif oleh pasar. Pemilik dana dan pelaku pasar lebih fokus pada situasi eksternal seperti suku bunga Amerika, gelombang inflasi, dan perang di Ukraina, membuat mereka lebih pesimis terhadap ekonomi Indonesia.

Ia menyimpulkan dampak ekonomi dari Pemilu terbatas dan bersifat temporer. Meskipun ada peningkatan likuiditas, magnitudonya yang tidak besar tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Â