Sukses

Datangi Padepokan Anti-Galau Cirebon, Mahfud Md Dipakaikan Mahkota Prabu Siliwangi Simbol Pemimpin Amanah

Sambutan hangat dari pemilik padepokan terasa saat Mahfud Md tiba dan diajak oleh pemilik padepokan.

Liputan6.com, Cirebon - Sejumlah rangkaian kegiatan safari politik diikuti Cawapres Mahfud Md di Cirebon. Salah satu kunjungan Mahfud Md yakni ke Padepokan Anti Galau milik Ustaz Ujang Bustomi di Desa Sinarancang Kabupaten Cirebon. 

Sambutan hangat dari pemilik padepokan terasa saat Mahfud Md tiba. Mahfud kemudian diajak masuk ke kediaman pemilik padepokan antigalau Cirebon.

Namun, ada prosesi unik yang dijalani Mahfud sebelum masuk. Mahfud dikenakan mahkota Prabu Siliwangi oleh Ujang Bustomi. 

"Mahkota simbol Prabu Siliwangi yang juga seorang pejuang menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar," ujar Ustaz Ujang Bustomi, Selasa (30/1/2024).

Ia menjelaskan, pemakaian mahkota tersebut menjadi simbol semangat agar ketika menjadi pemimpin harus jujur dan amanah. Selain mahkota, Ujang Bustomi memberikan sorban, tasbih, dan kenang-kenangan keris khas Cirebon. 

Ia mengaku, sambutan dan kenangan yang diberikannya sebagai bentuk mendoakan capres dan cawapres yang sedang berkontestasi di Pemilu 2024.

2 dari 2 halaman

Diskusi Santet

"Mendoakan semua paslon capres cawapres. Mahkota sebagai simbol agar menjadi pemimpin bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan atau apa pun," ujarnya. 

Sementara itu, Cawapres Mahfud Md mengaku ingin berkenalan dengan sosok pemilik Padepokan Anti Galau yang selalu ramai di media sosial khususnya Youtube.

Pada pertemuannya, mereka banyak diskusi masalah gaib dari kacamata ilmiah. Mahfud dan Ujang Bustomi diskusi tentang mati suri hingga santet. 

"Misal bahas mati suri itu gejala alam lalu apa penjelasan ilmiahnya kita diskusikan. Kemudian ada juga hal gaib yang tidak bisa dijangkau secara ilmiah tapi ada faktanya berdasarkan agama itu apa," jelas Mahfud. 

Ia mengaku diskusi menarik lain yakni membahas tentang santet. Mahfud dan Ujang Bustomi berdiskusi terkait bisa atau tidaknya pelaku santet dihukum pidana. 

"Waktu itu ada desertasinya secara ilmiah pernah ditulis oleh Rony Nitibaskoro dan pernah masuk KUHP, semula disetujui tapi akhirnya tidak jadi karena hukum acaranya tidak ketemu, klo hukum materinya bisa tapi hukum acaranya yang susah dibuktikan," kata Mahfud.