Sukses

Dugaan Pungli Sekolah Bayangi Bupati OKU yang Merangkap Jadi Kadisdik Sumsel

Rangkap jabatan Pj Bupati OKU menjadi Kadisdik Sumsel diprotes oleh Himpunan Mahasiswa Pemuda Sriwijaya (HMPS) Sumsel.

Liputan6.com, Palembang - Pelantikan Penjabat (Pj) Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Sumsel Teddy Meilwansyah menjadi Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatera Selatan (Sumsel) mengundang kontroversi.

Himpunan Mahasiswa Pemuda Sriwijaya (HMPS) tidak menerima rangkap jabatan yang dilakukan Pj Gubernur Sumsel Agus Fathoni, pada Jumat (26/1/2024) lalu.

Saat aksi demonstrasi di kantor Gubernur Sumsel, mereka memprotes rangkap jabatan yang dianggap tidak bisa maksimal dalam bekerja. Terutama di tingkat Disdik Sumsel, yang dinilai HMPS akan mempengaruhi pelayanan publik.

Koordinator aksi massa HMPS Ade Syawal Diansyah mengatakan, ada banyak pejabat esselon II di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, namun kenapa harus Pj Bupati OKU yang terpilih.

"Padahal, pejabat eselon II di Sumsel tidak hanya 1 orang. Jadi, kami menganggap ini ada kepentingannya," ujarnya, Kamis (1/2/2024).

Aspirasi yang disampaikan HMPS sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1994, Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 dan UU Nomor 43 Tahun 1999.

Di mana, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah diangkat dalam jabatan struktural, tidak bisa merangkap dalam jabatan struktural lain atau di jabatan fungsional.

"Kami menolak dengan tegas atas dilantiknya kadisdik yang baru karena rangkap jabatan. Padahal dalam Pasal 17 huruf A UU 25 Tahun 2009 pejabat pemerintah dilarang rangkap jabatan untuk menghindari konflik kepentingan pribadi,” ucapnya.

Selain menyoal rangkap jabatan Kepala Disdik Sumsel, massa aksi juga menyuarakan dugaan pungutan liar (pungli) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024-2025 yang dibuka 1 Febuari-30 Juni 2024.

Tak hanya dugaan pungli, Ade juga membahas tentang dugaan pemaksaan pembelian seragam sekolah dan modus pungli lainnya di sekolah-sekolah di Sumsel.

Padahal praktik jual beli seragam dilarang berdasarkan Permendikbud 50/2022. Praktik pungli dinilainya masih terjadi, karena taka da pengawasan dan sanksi tegas dari Disdik Sumsel.

Massa aksi juga menduga ada indikasi keterlibatan Kepala Bidang (Kabid) SMA/SMK Disdik Sumsel dalam dugaan praktik pungli tersebut.

2 dari 2 halaman

Pungli Sekolah

Lalu, komite sekolah diduga meminta sumbangan sukarela dengan nominal tinggi dan wajib. Padahal hal tersebut dilarang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2022 dan Nomor 75 Tahun 2016.

Mereka meminta jabatan Kabid SMA dan SMK Disdik Sumsel dicopot karena tidak bisa mengawasi dugaan pungli tersebut.

“Pungli berkedok sumbangan sukarela dari komite sekolah dengan alasan fasilitas, padahal penyaluran dana BOS dijelaskan untuk tunjangan belajar dan mengajar siswa serta fasilitas sekolah,” ujarnya.

Saat menemui massa aksi, Pelaksana harian (Plh) Inspektur Pembantu Investigasi Inspektorat Sumsel Alphonsyah berjanji akan melaporkan tuntutan para pendemo. Terlebih dugaan pungli dan akan menindaklanjutinya.

Di 2024 ini, Alphonsyah mengaku terus mengawal Disdik Sumsel secara langsung. Bahkan dirinya sudah mengusulkan ke Kemendikbud untuk komite dihapuskan saja.

“Tapi jika sekolah butuh, silakan saja. Karena fasiitas seperti jas, AC dan lain-lain itu yang membuat efek biaya mahal. Soal pencopotan jabatan, itu ranah Gubernur Sumsel," katanya.