Sukses

Bayi 7 Hari Meninggal Usai Operasi, Orangtua Curiga Malpraktik dan Lapor Polisi

Bayi berusia 7 hari di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, meninggal setelah menjalani operasi bedah di bagian perut. Keluarga lapor polisi atas dugaan malpraktik.

Liputan6.com, Palangka Raya - Seorang Bayi laki-laki berusia 7 hari meninggal dunia setelah menjalani operasi di bagian perutnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Orang tua korban menduga terjadi malpraktik dan telah melapor ke kepolisian.

"Saya melihat banyak kelalaian. Seharusnya pascaoperasi, anak saya langsung dimasukkan ke inkubator dan ruang ICU, tetapi tidak," ujar ayah bayi, Afner Juliwarno di Palangka Raya, Minggu (4/2/2023).

Afner ditemani istrinya menceritakan, putra pertama mereka itu lahir di Rumah Sakit Islam (PKU) Muhammadiyah pada 9 Januari 2024 lalu, melalui proses persalinan sesar.  Ketika baru berusia beberapa jam, AB dirujuk ke RSUD Doris Sylvanus karena didiagnosa menderita penyakit megacolon congenital, yaitu gangguan pada usus besar yang menyebabkannya tak bisa buang air besar (BAB).

Setelah mendapat persetujuan orang tua, dokter di RSUD Doris Sylvanus pun mengoperasi AB pada 16 Januari 2024. Namun kondisi bayi itu justru memburuk pascaoperasi. Bayi itu merupkan peserta BPJS Kesehatan.

Menurut sang ayah, AB sempat diletakkan di kamar biasa, alih-alih di ruang perawatan intensif. Selang oksigen yang dipasang sering lepas. Bahkan luka operasi di perut AB tidak ditutup dengan baik hingga tercium bau tak sedap.

Kondisi AB makin memprihatinkan pada 23 Januari 2024. Kulitnya memucat dan perutnya membesar. Akhirnya ia dipindahkan ke ICU, tapi nyawanya tak tertolong. AB dinyatakan meninggal pada 25 Januari 2024.

Merasa curiga, Afner membuat laporan pengaduan masyarakat ke Polda Kalteng pada 29 Januari 2024. Ia menuding pihak RSUD Doris Sylvanus lalai dalam menangani putranya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Janggal

Parlin Bayu Hutabarat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Genta Keadilan yang mendampingi orangtua bayi AB mengatakan, menemukan adanya kejanggalan penanganan dalam kasus ini. Kejanggalan itu menjurus pada kelalaian yang berakibat pada hilangnya nyawa bayi.

“Bayi ini dinyatakan wafat tapi dalam kondisi janggal. Kematian inilah yang kita minta agar dilakukan penyelidikan karena menyangkut kemanusian dan nyawa manusia,” kata Parlin.

Lebih jauh, kejanggalan itu terang Parlin, seperti tidak adanya penjelasan secara rinci terkait penyakit yang diderita si bayi, langkah penanganan dan akibat dari penanganan.

Kemudian, setelah bayi tersebut dinyatakan meninggal ujar Parlin, ada pihak yang meminta keluarga untuk tidak meributkan kematian si bayi. Oknum itu juga menuduh si bayi memang cacat dari lahir.

“Bukannya menjelaskan secara ilmiah kematian si bayi, malah mendesak keluarga agar tidak bicara ke luar. Bahkan disaat kedukaan, mereka mendapatkan kata-kata yang menyakiti hati,” terang Parlin.

Sementara itu, Wakil Direktur RSUD Doris Sylvanus Devi Novianti membantah adanya malpraktik dalam kasus ini. Menurutnya, tim medis telah melakukan upaya maksimal sesuai standar prosedur untuk menyelamatkan nyawa AB.

"Ini adalah kasus kelainan bawaan dengan infeksi yang meluas. Kami sudah berupaya semaksimal mungkin sesuai prosedur kedokteran. Menurut kami ini adalah miskomunikasi," tutur Devi.

Sampai berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait laporan yang dibuat orang tua AB. Kasus tragis ini dipastikan akan menjadi sorotan publik mengingat adanya indikasi malpraktik medis yang diduga merenggut nyawa bayi tak berdosa.