Sukses

Hari Lahan Basah Sedunia, dan Pentingnya Mangrove di Kawasan Taman Nasional Bunaken

Dia memaparkan, peringatan Hari Lahan Basah Sedunia ini mengadopsi perjanjian internasional tentang pelestarian lahan basah atau Konvensi Ramsar yang ditandatangani pada tanggal 2 Februari 1971.

Liputan6.com, Minahasa Utara - Memperingati Hari Lahan Basah Sedunia setiap 2 Februari, tahun ini Balai Taman Nasional Bunaken menggelar kegiatan penanaman 1.500 bibit mangrove. Event ini juga dihadiri Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong.

Kepala Balai Taman Nasional Bunaken Nikolas Loli mengungkapkan, penanaman ribuan bibit pohon mangrove ini dilakukan di Desa Tiwoho, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Sulut, Rabu (7/2/2024).

“Ini juga merupakan ajakan untuk mengampanyekan secara global pentingnya lahan basah," kata Nikolas Loli.

Dia memaparkan, peringatan Hari Lahan Basah Sedunia ini mengadopsi perjanjian internasional tentang pelestarian lahan basah atau Konvensi Ramsar yang ditandatangani pada tanggal 2 Februari 1971.

Tujuan utamanya adalah mendorong upaya konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara bijaksana melalui aksi nasional dan kerja sama internasional untuk mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan di seluruh dunia.

"Tema besar peringatan lahan basah tahun 2024 adalah Wetlands and Human Wellbeing, yakni Lahan Basah dan Kesejahteraan Manusia,” ujarnya.

Hal ini sebagai pengakuan bahwa lahan basah merupakan bagian penting bagi manusia dan alam, termasuk manfaat dan jasa serta kontribusinya.

Nikolas mengatakan, Taman Nasional Bunaken sebagai perwakilan ekosistem tropis perairan laut memiliki posisi penting dalam pembangunan dengan memberikan multiplayer effect perekonomian di Provinsi Sulut.  Terutama dalam bidang pariwisata sebagai bagian Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DSP) Likupang.

“Juga berada di pusat segitiga karang dunia atau coral triangle, dan jaringan cagar biosfer dunia yakni Cagar Biosfer Bunaken Tangkoko Minahasa yang ditetapkan oleh UNESCO di Paris tanggal 28 Oktober 2020,” ujarnya.

Dia menjelaskan, sebagai kawasan konservasi berbasis perairan laut, Taman Nasional Bunaken seluas 73.973,12 hektare terdapat tujuh ekosistem utama yakni ekosistem terumbu karang seluas 6.064,6 hektare, ekosistem lamun 5.736,1 hektare, ekosistem mangrove 1.696,4 hektare, ekosistem hutan pantai 445,7 hektare, ekosistem padang rumput 81,27 hektare, ekosistem neritik dan oceania 57.969,07 hektare, dan ekosistem buatan 1.979,9 hektare.

Kondisi ekosistem ini sebagian besar merupakan lahan basah dengan diisi biota laut antara lain 390 spesies karang dari 63 genera dan 15 famili, 1.000 jenis ikan karang dari 175 famili, - jenis moluska dan crustacea, t 200 jenis mamalia laut.

“Ekosistem mangrove sebagai bagian dari lahan basah merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh berbagai jenis pohon bakau tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai yang berlumpur,” papar dia.

Ekosistem ini merupakan tipe hutan tropika yang memiliki ciri khas tumbuh disepanjang pantai yang terpengaruh oleh pasang surut air laut.

Taman Nasional Bunaken dengan hutan mangrove yang ekstensif memiliki peran dan fungsi penting bagi keseimbangan ekosistem di Provinsi Sulut. Fungsi tersebut tidak hanya sebagai pencegahan abrasi dan intrusi air laut serta tempat hidup berbagai biota perairan, tetapi juga berpotensi dalam penyimpanan karbon dan pengendalian perubahan iklim secara global.

“Mangrove yang berada di sepanjang pesisir Molas-Wori Taman Nasional Bunaken memiliki sejarah panjang dalam mempertahankan komunitasnya, dengan berada di dua administrasi Kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara, hutan mangrove pesisir Molas-Wori memiliki luas 214.6 hektare,” ungkap dia.

Diketahui, mangrove yang ditanam tersebut merupakan hasil pengembangan Kelompok Karya Muda Desa Tiwoho Binaan Balai Taman Nasional Bunaken.

Ada sekitar 200 orang terdiri atas pejabat KLHK, Kepala UPT KLHK se-Sulut, Forkopimda Sulut, Dinas Kehutanan Sulut, Pemkab Minahasa Utara, tokoh agama, tokoh pemuda, dan masyarakat Desa Tiwoho ikut dalam gerakan penanaman mangrove tersebut.