Sukses

Diperiksa 10 Jam di Polda Kalteng, Orang Tua Bayi Korban Malpraktik Jawab 70 Pertanyaan

Orangtua bayi diduga korban malapraktik menjalani pemeriksaan sebagai pelapor di Polda Kalteng selama sekitar 10 jam lebih dengan 70 pertanyaan terkait proses kelahiran, operasi hingga kematian si bayi.

Liputan6.com, Palangka Raya - Pasangan suami istri Afner Juliwarno dan Mesike Angglelina Virera, menjalani pemeriksaan sebagai pelapor di Subdit Renakta Polda Kalimantan Tengah selama lebih dari 10 jam. Mereka menyatakan menjawab sekitar 70 pertanyaan dari penyidik terkait dugaan malapraktik, Senin (12/2/2024).

Mesike dan Afner melaporkan dugaan malapraktik yang mengakibatkan bayi pertama mereka, AB, meninggal dunia setelah menjalani operasi di RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya. Laporan tersebut dibuat pada, Senin (5/2/2024) dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Genta Keadilan.

Seusai mendampingi Afner dan Mesike menjalani pemeriksaan, advokat MH Roy Sidabutar SH, mengatakan, pertanyaan penyidik seputar proses kelahiran, diagnosis, operasi hingga bayi meninggal dunia.

"Kita merasa janggal dan menduga ada unsur malpraktik, karena di dalam ruangan itu ada dua bayi tetapi hanya Benyamin yang dioperasi, sedangkan bayi satunya tidak dilakukan operasi dengan alasan dokter spesialis bedah anak sedang tidak ada ditempat,” kata Roy Sidabutar.

Kembali ke awal, ungkap Roy, dokter mengatakan tindakan yang diberikan ada dua, yang pertama stoma untuk pembuangan dan tindakan kedua 3-6 bulan dilakukan. Tetapi pada kasus AB, dua tindakan diduga dilakukan sekaligus kepada bayi yang baru berusia 7 hari.

"Ini bisa dipertanggung jawabkan atau tidak, karena kalau dosis obat yang diberikan seperti ini salah bisa jadi mempengaruhi lain segalanya. Kita berharap pihak penyidik bisa mengungkap ini secara terang dan kita juga berterima kasih atas kesigapan mereka setelah menerima laporan langsung bergerak," tegasnya.

Sementara itu, Mesike mengaku tidak mudah menceritakan rentetan kejadian yang mereka alami. Dia menegaskan, hanya berusaha untuk mendapatkan kebenaran kenapa bayi pertamanya harus meninggal.

“Kami melakukan ini untuk mendapatkan keadilan untuk almarhum dan memberi peringatan keras supaya tidak ada kasus serupa kepada bayi-bayi yang lain,” kata dan Mesike Angglelina Virera.

Sementara itu, Pihak RSUD Doris Sylvanus Kota Palangkaraya menilai bayi yang meninggal usai dioperasi mengalami komplikasi penyakit. Mereka yakin prosedur sudah dilakukan maksimal.

Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus, Devi Novianti mengatakan, penyebab kematian bayi ini banyak dan kompleks untuk dijelaskan.

“Diagnosanya enggak hanya satu, kalau saya lihat itu banyak sekali ada lebih dari 10 (penyebab) yang ada pada bayi dan kami berupaya mengoreksinya,” kata Devi.

Kondisi AB, lanjut Devi, pada saat dirujuk ke RSUD Doris Sylvanus sudah dalam keadaan gawat dan butuh tindakan cepat sehingga perlu dilakukan operasi. AB terkena penyakit megacolon congenital atau disebut juga hirschsprung.