Liputan6.com, Gorontalo - Saat ini, tengah berembus kencang soal penggunaan ijazah palsu oleh oknum calon anggota legislatif di Gorontalo. Ijazah tersebut diduga didapatkan tanpa melalui prosedur yang berlaku di negara Indonesia.
Lantas bagaimana konsekuensi jika ada oknum menggunakan ijazah palsu untuk kepentingan maju sebagai calon legislatif (caleg)? Berikut penjelasan salah satu praktisi hukum di Gorontalo.
Fenomena penggunaan ijazah palsu oleh calon legislatif (caleg) kerap kali terjadi. Praktik ini tidak hanya merusak integritas individu yang bersangkutan, tetapi juga berdampak luas pada sistem demokrasi dan kepercayaan publik.
Advertisement
Baca Juga
Para ahli hukum dan pengamat politik menekankan bahwa penggunaan dokumen palsu, termasuk ijazah, untuk maju dalam pemilihan legislatif, dapat menimbulkan konsekuensi serius baik dari sisi hukum maupun moral.
Menurut undang-undang yang berlaku, penggunaan ijazah palsu merupakan tindak pidana yang dapat dikenai sanksi hukum berupa pidana penjara dan denda.
"Pelaku yang terbukti menggunakan ijazah palsu saat mendaftar sebagai caleg dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang tentang pemilu serta undang-undang tentang pendidikan," kata Muhammad Saleh Gasin, S.H., M.H. salah seorang praktisi hukum di Gorontalo.
Lebih lanjut, Saleh bilang, bahwa tindakan tersebut tidak hanya merugikan individu yang bersangkutan, akan tetapi juga partai politik yang diwakilinya.
"Partai politik perlu melakukan verifikasi yang ketat terhadap dokumen yang diajukan oleh calon anggota legislatif untuk menghindari risiko hukum dan kerusakan reputasi," tambahnya.
Simak juga video pilihan berikut:
Kepercayaan Publik
Dampak penggunaan ijazah palsu tidak hanya terbatas pada sanksi hukum tetapi juga kerugian moral. Praktik ini mencerminkan rendahnya integritas dan etika politik, yang pada akhirnya dapat mengikis kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi.
"Kepercayaan publik adalah aset terpenting dalam demokrasi. Ketika caleg menggunakan ijazah palsu, ini menunjukkan kurangnya komitmen terhadap kejujuran dan integritas, dua nilai yang seharusnya menjadi dasar dalam melayani masyarakat," ujarnya.
Harusnya, kata Saleh, pemilih punya hak untuk mengetahui latar belakang pendidikan calon wakilnya di legislatif. Penggunaan ijazah palsu oleh caleg dapat merusak dasar kepercayaan ini dan berpotensi mengurangi partisipasi publik dalam proses demokrasi.
Penggunaan ijazah palsu oleh caleg bukan hanya masalah hukum tetapi juga etika dan moral. Tindakan ini menunjukkan pentingnya mekanisme verifikasi yang ketat oleh partai politik dan lembaga terkait dalam proses pencalonan legislatif.
Demokrasi yang sehat membutuhkan transparansi, kejujuran, dan integritas dari semua pihak yang terlibat, termasuk caleg. Masyarakat juga diharapkan aktif mengawasi dan memastikan bahwa calon wakilnya di parlemen adalah individu yang memiliki integritas dan kompetensi yang sesuai.
Advertisement