Sukses

Pemkot Akui Banjir Kota Bandung Akibat Masalah Drainase, Sampah, Sedimentasi Sungai, hingga Izin Bangunan

Faktor terjadinya banjir di Kota Bandung antara lain penyempitan dan pendangkalan drainase, sampah, sedimentasi sungai.

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengakui ada sejumlah masalah yang dianggap jadi faktor pemicu banjir di Kota Bandung. Pemkot pun akan kembali melakukan audit wilayah-wilayah yang rawan tergenang.

Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan, faktor terjadinya banjir di Kota Bandung antara lain penyempitan dan pendangkalan drainase, sampah, sedimentasi sungai.

"Drainase sempit dan dangkal itu terjadi di Ujungberung. Untuk menyelesaikannya memang harus ada kegiatan di luar program dan dilakukan secara rutin. Kita harus buka semua drainase di Kota Bandung. Bisa kerja sama CSR untuk kita selesaikan permasalahan ini," kata Ema dalam keterangannya di Bandung, dikutip Selasa, 20 Februari 2024.

Selain itu, faktor lainnya yakni kontrol izin pembangunan yang belum ditegakkan secara masif.

Menurut Ema, penguatan kontrol terhadap perizinan pembangunan harus ditingkatkan. Banyak bangunan yang dinilai jadi masalah karena tidak memiliki solusi amdal.

Pemerintah Kota Bandung pun diaku bakal menyegerakan audit lingkungan rawan banjir yang terdapat di sejumlah titik.

"Sudah banyak upaya yang Pemkot Bandung lakukan. Ada kolam retensi, sodetan, rumah pompa, sumur resapan dan lainnya. Namun, banjir masih kerap terjadi di beberapa wilayah," katanya.

 

2 dari 3 halaman

Sejumlah Daerah Rawan

Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Bandung, Didi Ruswandi memaparkan, Kota Bandung memiliki 12 sub daerah aliran sungai. Di mana terdapat 14 sungai relatif tidak terjadi genangan.

"Genangan terbesar di Cinambo dengan volume 24.000 meter kubik. Kalau ini diselesaikan dengan kolam retensi, kita butuh kolam dengan kedalaman 4 meter, di mana tiap kedalamannya bisa menampung 6.177 meter kubik," kata Didi.

Ia juga menyebutkan, daerah yang kerap terjadi banjir adalah Pasar Induk Gedebage dan persimpangan Jalan Soekarno Hatta.

Ada juga sebagian yang relatif besar di Cicadas, Rancabolang, Margahayu, Kawaluyaan, dan flyover Kiaracondong yang volume banjirnya mencapai sekitar 3.256 meter kubik.

"Kalau diselesaikan dengan kolam retensi seluas 816 meter kubik, butuh kolam dengan kedalaman 4 meter," jelasnya.

Selain itu, Didi menyebutkan, untuk mengatasi persoalan banjir, rencananya tiap RT memiliki 10 sumur imbuhan dangkal.

"Tahun ini kita targetkan ada 24 sumur imbuhan dalam. Biasanya tiap tahun itu kita buat 10 sumur imbuhan dalam," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Masalah KBU

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, mengatakan bakal mengevaluasi pembangunan di kawasan Bandung Utara (KBU) karena diduga turut menjadi penyebab banjir di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.

Menurut Bey dugaan itu harus didukung dengan kajian teknis di lapangan. Bey mengatakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melakukan evaluasi ulang Kawasan Bandung Raya.

"Karena kan banjir kemarin ada yang menyampaikan itu karena KBU, ada juga karena debit air sangat tinggi dan tetap semuanya akan kami evaluasi. Termasuk juga kawasan-kawasan yang ada di sepadan sungai itu karena kan sebetulnya membahayakan tapi kan beberapa memang ber-KTP disitu mereka," ujar Bey.

Bey mengaku jika dilihat dari keselamatan, warga yang penghuni bantaran sungai idealnya direlokasi atau dipindahkan tempat tinggalnya.

Namun kata Bey, hal itu diperlukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar jangan sampai terjadi kesalahpahaman.

"Harus ada pendekatan ke masyarakat, jangan sampai menimbulkan gejolak dan sudah ada beberapa rumah susun yang disiapkan, tapi tetap harus ada pendekatan humanis," kata Bey.

 

Â