Sukses

Rakernas PHRI IV: Butuh Dukungan Pemerintah Mengatur OTA Asing

Keberadaan Online Travel Agent (OTA) memang membantu perluasan pasar bagi hotel dan industri pariwisata, namun keberadaan OTA asing justru menjadi ancaman.

Liputan6.com, Batam - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa meski status pandemi Covid-19 telah dicabut menjadi endemi, industri pariwisata masih belum pulih. Masih butuh keseriusan dari seluruh pelaku industri pariwisata untuk bisa menggairahkan ekonomi nasional.

"Kita perlu memperkuat ekosistem pariwisata, mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. pariwisata tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus saling melengkapi," kata Hariady dalam sambutan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Tahun 2024 di Swiss-Belhotel Hotel, Batam, Kamis (22/2/2024).

Menurutnya industri pariwisata mengalami penurunan signifikan terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional, dari Rp 786,3 triliun (2019) menjadi Rp 346 triliun (2020). Total kerugian yang dialami sektor pariwisata mencapai Rp 85,7 triliun.

Untuk meningkatkan kontribusi pariwisata terhadap perekonomian nasional, hal yang perlu dilakukan adalah dengan peningkatan peran digitalisasi melalui Online Travel Agent (OTA).

Potensi tersebut mengadapi tantangan dengan kehadiran OTA asing yang melakukan praktek usaha tanpa mempertimbangkan pertumbuhan industri pariwisata lokal. 

"Mereka tidak patuh pada standar peraturan yang sama seperti perusahaan yang berbasis di Indonesia. Mereka mempunyai potensi untuk mengeksploitasi pasar Indonesia tanpa harus memenuhi persyaratan kepatuhan yang sama dengan OTA lokal," kata Hari.

OTA asing ini tidak membayar pajak penghasilan (PPh) sesuai regulasi seperti OTA lokal. Akibatnya pajak ditanggung oleh hotel. Penyebabnya OTA asing ini tidak mendaftar sebagai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSE) serta tidak memiliki badan usaha tetap sehingga tidak dikenakan pajak.

"Kita dengan travel lokal tidak ada masalah, tapi dengan travel Asing ini sangat merugikan karena mereka tidak bayar pajak dan dibebankan ke kita," katanya.

Hariyadi berharap melalui Rakernas ini, terdapat solusi yang hadir agar industri pariwisata bisa lebih berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

"Pada Rakernas ini, kami mengundang Kominfo, BKPM dan DJP untuk berdiskusi, khususnya memberikan regulasi yg adil, terkait dengan pemain asing baik itu OTA atau channel manager lain," katanya.

OTA asing tersebut yakni Agoda, Booking.com, Airbnb, Trip.com, Expedia, Globaltix dan Klook. Hotel harus menalangi pajak dari OTA asing itu.

" Ini jadi bom waktu. Harusnya mereka bayar pajak tapi akhirnya tidak bayar, itu karena mereka tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia,” tambahnya.

Melalui Rakernas PHRI ini akan dicari solusi dan menjawab kekhawatiran kehadiran OTA asing yang 'bakar uang’, padahal dampaknya minim untuk sektor pariwisata dalam negeri.