Liputan6.com, Palembang - Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk, dihadirkan dua orang saksi baru.
Sidang ke sekian kalinya ini digelar, usai PT SBS diakuisisi oleh PT Bukit Multi Investasi, anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk. Kedua saksi yakni mantan investigator pada BPKP Sumatera Selatan (Sumsel) Ulil Fahri, yang dihadirkan oleh para terdakwa.
Sedangkan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah tenaga ahli keuangan negara dan pajak yakni Siswo Sujanto.
Advertisement
Dalam persidangan, Ulil Fahri berujar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel awalnya meminta BPKP Sumsel menghitung kerugian negara, terkait dengan penyelidikan yang dilakukan terhadap akuisisi PT SBS.
Baca Juga
Setelah Kejati Sumsel dua kali melakukan ekspose di kantor BPKP Sumsel pada Januari dan Juni 2023, BPKP Sumsel tidak dapat menerbitkan surat tugas untuk memulai perhitungan.
"Dari hasil ekspos tersebut BPKP menilai dugaan Kejati Sumsel atas kerugian keuangan negara, masih bersifat potensi dan tidak menemukan indikasi adanya tindak pidana," katanya dalam persidangan, Senin (26/2/2024).
Menurut Ulil, alasan BPKP Sumsel belum bisa menerbitkan surat tugas untuk memulai perhitungan, karena dari BPKP Pusat menyarankan Kejati untuk menunjuk ahli terkait akusisi. Di mana, akuisisi adalah suatu hal kompleks sehingga tidak dapat dipersamakan dengan pengadaan barang dan jasa.
Karena di dalamnya, terdapat banyak komponen harga dan nilai, yang tidak hanya sebatas ekuitas, melainkan ada aset tidak ternilai dan prospek perusahaan ke depannya. BPKP Sumsel pun belum bisa menghitung kerugian negara terhadap proses akusisi PT SBS.
"Lantas Kejati Sumsel menarik Surat Permohonan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dan mengakhiri kerja sama dengan BPKP Provinsi Sumsel, melalui surat tanggal pada tanggal 14 Juli 2023," ucapnya.
Saat ditanya apakah Ulil mengetahui setelah pengakhiran tersebut kemudian perhitungan kerugian negaranya dihitung oleh Kantor Akuntan Publik, Ulil mengiyakan dan mendengarnya seperti itu secara langsung.
Saksi lainnya Siswo Sujanto menjelaskan, perhitungan keuangan negara terhadap pengadaan barang dan jasa, terhadap investasi, dan terhadap akuisisi harus dibedakan.
Siswo berujar, untung rugi akuisisi tidak dapat dinilai pada saat dilakukan akuisisi, tetapi bagaimana perusahaan ke depannya.
"Bisa saja hari ini perusahaan itu buruk, tapi akuisisi PT SBS dengan tujuan investasi itu berbicara prospek, jadi harus dilihat setelah diakusisi berapa lama perusahaan itu kemudian menjadi baik”, ujarnya.
Saksi JPU
Terkait dengan utang anak perusahaan pada anak perusahaan BUMN, saat ditanya oleh salah satu Majelis Hakim, Siswo menjelaskan, pinjaman kepada BUMN bisa saja dikonversi sehingga menjadi penyertaan modal.
Dia berkata, penyertaan modal oleh BUMN tidak menghilangkan modal BUMN karena modal tersebut menjadi asset pada perusahaan.
Ainuddin, selaku penasihat hukum dari Tjahyono Imawan mengungkapkan, dari keterangan para saksi sudah terang benderang sebenarnya pada awalnya tidak ditemukan kerugian negara terhadap kasus yang menjerat kliennya.
"Tapi sepertinya kasus ini dipaksakan harus ada kerugian negara di dalamnya. Sementara dari pihak JPU juga tidak bisa membedakan, mana yang akuisisi dan mana yang pengadaan barang dan jasa," ungkapnya.
Buktinya ahli yang dihadirkan oleh JPU juga mengatakan akusisi tersebut bicara prospek ke depan dan bukan seperti pengadaan barang dan jasa yang harga dan nilainya pasti.
Kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma, mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya dan Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Syaiful Islam.
Lalu, Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtimah Tobing dan pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan yang diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut. Majelis Hakim juga menyampaikan sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Kamis, 29 Februari 2024.
Advertisement