Sukses

PTDI Gandeng Linkfield Technologies untuk Penyediaan Komponen Pesawat Terbang

Kesepakatan ini diharapkan dapat mendukung penguatan dan perluasan jaringan rantai pasok PTDI dan ekosistemnya di regional ASPAC.

Liputan6.com, Bandung - Direktur Niaga, Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Mohammad Arif Faisal dan Direktur Linkfield Technologies – Avitra Group, Patrick Goh menyepakati kerja sama penyediaan komponen untuk pesawat terbang, dalam rangka mendukung penguatan rantai pasok pesawat terbang produksi Indonesia, dalam hal ini buatan PTDI.

Menurut Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan dalam kesempatan ini juga menyoroti pentingnya kerja sama kedua pihak untuk mendukung penguatan rantai pasok (supply chain) pesawat terbang produksi PTDI yang akan dilengkapi dengan kemampuan Linkfield Technologies dalam menyediakan pembelian material terkonsolidasi kepada PTDI sebagai aircraft manufacturer, dan menciptakan rantai pasokan multi-sourcing untuk pesawat militer maupun komersial produksi PTDI.

"Satu langkah penting dapat berkolaborasi dengan Linkfield Technologies, dimana kesepakatan ini diharapkan dapat mendukung penguatan dan perluasan jaringan rantai pasok PTDI dan ekosistemnya di regional ASPAC, sehingga dapat berkontribusi juga terhadap pertumbuhan industri penerbangan secara global," ujar Gita ditulis Bandung, Senin, 4 Maret 2024.

Melalui kerja sama ini, Gita mengatakan PTDI menegaskan komitmennya terhadap inisiatif peningkatan kapasitas produksi dan pemenuhan customer demand akan pesawat buatan PTDI.

 

2 dari 4 halaman

Siasat PTDI untuk Dongkrak Penjualan Pesawat N219

Sebelumnya pada perhelatan pameran penerbangan terbesar di Asia, Singapore Airshow 2024 digelar antara tanggal 20-25 Februari 2024 di Changi Exhibition Centre. PT DIrgantara Indonesia (PTDI) hadir menyajikan beragam produk pesawatnya, produk komersial N219, serta produk pertahanan CN235 dan NC212i.

Dicuplik dari kanal Regional Liputan6.com, Gita menyebutkan keberadaan PTDI di pameran tersebut akan menggarisbawahi komitmennya dalam perluasan pasar dan komersialisasi pesawat N219, juga pesawat N219 Amphibious sebagai program pengembangan lanjutan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, yang dalam pelaksanaannya PTDI bersama partner strategisnya mendorong lokalisasi produk nasional dan pengembangan ekosistem industri nasional.

"Pada tahun 2023 lalu, Kementerian Pertahanan RI telah menyepakati pembelian pesawat N219 untuk mendukung misi TNI AD dan kami percaya bahwa momentum di Singapore Airshow 2024 ini akan menjadi tonggak penting bagi PTDI untuk perluasan pasar N219 dan memperoleh kontrak yang lebih tinggi di tahun 2024," ujar Gita, ditulis Bandung, Jumat, 23 Februari 2024.

Hal itu sejalan dengan wujud upaya PTDI dalam meningkatkan kekuatan pasar dan kehadiran pesawat N219 di kawasan Asia Pasifik, sebelumnya PTDI telah mengikat kesepakatan dengan Linkfield Technology perusahaan lokal di Cina untuk melakukan penjualan 25 unit pesawat N219 yang akan dilengkapi dengan konfigurasi tertentu disesuaikan dengan kebutuhan operasional end user di Cina.

Gita menerangkan pesawat N219 cocok dioperasikan di daerah terpencil dan pegunungan.

Sehingga akan meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas antar kota dan antar pulau, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara yang memiliki karakteristik wilayah dan kepentingan yang serupa, seperti pemerataan distribusi kargo, evakuasi medis dan pertahanan negara.

"Pesawat komuter kategori CASR 23 ini telah memperoleh Type Certificate (TC) dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Indonesia pada bulan Desember 2020 dan akan segera disertifikasi oleh EASA (Eropa) yang didukung oleh Airbus Group," ungkap Gita.

Pada perhelatan ini, PTDI bekerja sama dengan PT Falah Inovasi Teknologi menyediakan N219 Virtual Reality (VR) untuk visualisasi cockpit dan area cabin pesawat secara imersif dan menjadikan pesawat N219 dapat dirasakan dalam dunia tiga dimensi dengan visual yang menakjubkan dan fitur yang akurat.

Adapun pada kesempatan ini, PTDI juga menyepakati perjanjian Nota Kesepahaman dengan PT Falah Inovasi Teknologi tersebut untuk pengembangan simulator dan VR untuk kegiatan training dan Maintenance, Repair & Overhaul (MRO) pesawat terbang produk PTDI.

 

3 dari 4 halaman

Pesawat CN235 Tembus Pasar Afrika

Sedangkan, untuk pesawat CN235, PTDI saat ini sedang dalam proses perolehan kontrak pengadaan baru pesawat multiguna CN235-220 sebanyak 4 unit dengan Allied Aeronautics Limited (AAL) perusahaan lokal di Nigeria untuk end user Angkatan Darat Nigeria.

Ini akan menjadi pesanan ekspor pertama yang diperoleh PTDI pada tahun 2024, memperluas pasar di wilayah Afrika dan membuka jejak baru di Nigeria.

"Hingga saat ini, PTDI telah mengirimkan 70 unit berbagai series pesawat CN235 ke banyak customer baik domestik maupun global, dimana 5 unit diantaranya tersebar di benua Afrika – Senegal, Burkina Faso, Guinea," sebut Gita.

Pesanan dari Nigeria ini kemudian akan menggarisbawahi peran Indonesia sebagai mitra pertahanan yang signifikan di benua Afrika dan kemampuannya dalam manufaktur pertahanan.

Pesawat ini dikembangkan secara mandiri oleh PTDI melalui kerja sama transfer teknologi dengan CASA Spanyol pada tahun 1980.

"Pesawat CN235-220 memiliki sejumlah keunggulan, antara lain kemampuan lepas landas dari landasan pendek yang tidak beraspal dan berumput, dengan sistem avionik glass cockpit, autopilot, disertai ramp door dan winglet di setiap ujung sayap untuk stabilitas dan penghematan bahan bakar yang lebih baik," terang Gita.

Ekspor pesawat CN235-220 ke benua Afrika memiliki nilai strategis bagi industri nasional karena rekam jejak pasokan pesanan ekspor dan kepuasan pelanggan luar negeri kemudian akan menjadi syarat utama dalam kegiatan tender internasional.

Kontrak baru untuk Nigeria ini juga menjadi salah satu langkah strategis kami untuk menembus pasar negara-negara Asia Selatan dan Afrika.

"Pesawat buatan Indonesia, CN235-220 semakin diminati banyak negara," tukas Gita.

Melalui kehadirannya di Singapore Airshow 2024, PTDI juga akan menyoroti peran pentingnya dalam manufaktur dan pengembangan bisnis, memperkuat ikatan dengan pelanggan, pemasok, dan mitra, termasuk kekuatan bisnis Anak Perusahaannya, dalam hal ini PT Nusantara Turbin & Propulsi (PT NTP) di bidang engineering dan MRO gas turbines dan rotating equipment.

Acara ini juga menjadi kesempatan bagi PTDI untuk menunjukkan bagaimana pihaknya terus memelopori ekosistem industri dirgantara yang berkelanjutan dan kontribusinya terhadap perusahaan global.

 

4 dari 4 halaman

Produksi Mobil Terbang

Indonesia kini mulai memproduksi mobil terbang pertama bernama Vela α. Vela merupakan industri Advanced Air Mobility (AAM) diluncurkan ke publik pada Singapore Airshow 2024 pada 20-25 Februari 2024.

Menurut asisten manager komunikasi eksternal PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Kerry Apriawan, pada Singapore Airshow 2024 pada 20-25 Februari 2024, Vela α berada di booth yang sama dengan Indonesian Aerospace di Changi Exhibition Center Hall B G51.

"Vela juga memiliki perjanjian kerja sama dengan satu-satunya perusahaan manufaktur pesawat milik negara di Asia Tenggara untuk menegaskan bahwa posisi dan ambisi Vela sangat serius dalam membangun ekosistem di dunia industri manufaktur penerbangan," ujar Kerry dalam siaran medianya kepada Liputan6.com, Bandung, Senin, 26 Februari 2024.

Kerry menuturkan PT Vela Prima Nusantara, juga dikenal sebagai Vela, mengkhususkan diri dalam produksi pesawat AAM.

Pesawat Alpha adalah produk andalan perusahaan, dan Vela menangani semua aspek desain, pengembangan, pengujian, sertifikasi, manufaktur, dan MRO.

"Vela merupakan startup yang didirikan pada pertengahan tahun 2020 dengan tujuan merancang, mengembangkan, dan memproduksi Advanced Air Mobility (AAM)," kata Kerry.

Pesawat ini diperkirakan akan mulai beroperasi secara komersial pada akhir tahun 2028, telah dirancang untuk menampung seorang pilot dan empat penumpang tetapi dapat dikonfigurasi hingga enam penumpang, dan mampu menjalankan beberapa misi penerbangan dengan sekali pengisian daya.

Pesawat AAM Vela akan menampilkan dua pilihan tenaga yakni VTOL listrik penuh dan VTOL hibrida, keduanya akan didasarkan pada desain badan pesawat yang sama.

"Pekerjaan rekayasa yang diperlukan untuk mengembangkan pesawat ini terutama dilakukan di Bandung, Indonesia, sementara manajemen mengawasi dari Jakarta, Indonesia," ungkap Kerry.

Kerry menjelaskan personel utama Vela adalah insinyur yang sangat berpengalaman dengan total pengalaman teknik gabungan lebih dari 600+ tahun.

Mereka menghadirkan keahlian khusus dalam desain pesawat terbang menggunakan teknologi mutakhir, khususnya dalam elektronika daya dan desain struktur komposit.

"Hal ini telah menanamkan rasa percaya diri pada kepemimpinan Vela bahwa mereka akan menjadi pemain tangguh dalam industri yang sedang berkembang ini," tambah Kerry.

Saat ini, Vela sedang dalam tahap desain awal program, dengan konfigurasi terbaru, Alpha, dalam tahap finalisasi.

Pesawat tersebut rencananya akan disertifikasi oleh Federal Aviation Administration (FAA) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DGCA), dengan target memasuki layanan (EIS) menjelang akhir tahun 2028.

"Vela dapat menawarkan harga yang kompetitif melalui struktur biaya pengembangan yang dikontrol dengan cermat, menjadikannya pilihan yang menarik bagi pelanggan yang mencari nilai uang," sebut Kerry.

Kerry mengungkapkan Alpha yang dibanderol antara USD 1,5 – 2 juta menghadirkan pilihan menarik bagi calon konsumen.

Dibandingkan helikopter ringan di kelas yang sama, Alpha menghadirkan biaya operasional yang lebih rendah, memberikan solusi yang efisien dan hemat biaya.

"Vela menawarkan fasilitas pembiayaan kepada calon pelanggan, menjadikan proses akuisisi lebih mudah diakses dan nyaman," tukas Kerry.

Konfigurasi desain lift-and-cruise Vela adalah desain sederhana, aman, dan terbukti yang menawarkan alternatif lebih baik dibandingkan desain tilt-rotor, yang memiliki kompleksitas dan risiko keselamatan lebih tinggi.

Dengan desain Vela, pelanggan dapat menikmati perjalanan yang mulus dan nyaman, bebas dari risiko atau komplikasi yang tidak perlu.

"Vela berupaya membedakan dirinya dari pesaing dengan menawarkan teknologi tercanggih dan fitur unik yang memenuhi kebutuhan spesifik pasar Asia Pasifik," ucap Kerry.

Dengan fokus memberikan kualitas dan layanan yang unggul, Vela bertujuan untuk menjadikan dirinya sebagai pemimpin dalam industri AAM.

Berbagai kualitas ini, Vela berada di garis depan model bisnis besar yang mengubah masa depan sistem transportasi udara.

"Dengan Vela, pelanggan dapat merasakan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan baru dengan harga yang kompetitif," sebut Kerry.

Visi Vela adalah mengembangkan layanan penumpang udara yang menghubungkan individu di seluruh dunia sambil melestarikan lingkungan.

Misi perusahaannya adalah menjadi penyedia AAM terkemuka di kawasan Asia Pasifik, hal ini sejalan dengan meningkatnya permintaan terhadap pesawat AAM seperti pesawat terbang electric Vertical Take-Off and Landing (eVTOL) dan hybrid Vertical Take-Off and Landing (hVTOL).

"Pesawat-pesawat ini membantu mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di wilayah metropolitan, sehingga mengurangi waktu transit dan meningkatkan efisiensi ekonomi," tutur Kerry.

Selain itu, pengembangan sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan telah menjadi faktor pendorong penting bagi pengembangan pesawat AAM secara global.

Video Terkini