Liputan6.com, Bandung - Agung Ganthar Kusumanto, ahli ekologi dan spesialis mamalia satwa liar, alumnus Program Studi Biologi Institut Teknologi Bandung (ITB), berpendapat soal fenomena turunnya kawanan monyet ke permukiman warga Kota Bandung akhir Februari 2024 lalu.
Dugaan dia, di antaranya terjadi lantaran habitat hewan yang terdesak pembangunan atau pembukaan wilayah untuk kepentingan wisata dan perkebunan.
Baca Juga
Menurut Agung, habitat monyet ekor panjang atau macaca fascicularis berada di sekitar riparian (tepian) sungai, bukan di hutan dalam. Jika hutan semakin gundul, maka air sungai bisa meluap sampai daerah riparian sungai.
Advertisement
“Kemungkinan mereka turun karena faktor cuaca saja karena mereka tinggal di riparian sungai dengan intensitas hujan seperti sekarang, kawasan riparian sungai dengan kondisi hutan yang kurang bagus jadi banjir. Habitatnya terganggu karena kondisi hutannya sebagian sudah ada yang gundul sehingga air dari intensitas curah hujan yang tinggi ini tidak tertahan sebaik itu. Sungai-sungai yang menjadi habitat monyet ekor panjang ikut meluap,” kata Agung dikutip dari laman ITB, Rabu, 6 Maret 2024.
"Hutan yang sudah semakin berkurang, wilayah riparian sungai yang banyak di bangun tempat wisata dan perkebunan, menjadi suatu masalah baru bagi habitat monyet ekor panjang. Perebutan wilayah dengan manusia menyebabkan monyet ekor panjang terpaksa pergi ke tempat lainnya, yaitu pemukiman warga dan daerah perkotaan," imbuhnya.
Ketika banyak hewan yang habitatnya rusak, mereka cenderung kalah atau mati. Berbeda dengan monyet ekor panjang yang semi-cosmopolis, yang memungkinkan mereka memiliki alternatif lain untuk menyelamatkan diri dengan cara menghindar ke permukiman manusia.
“Mereka cepat sekali belajar dan memperhatikan bahwa manusia tidak sebegitu menakutkannya secara langsung, bahkan manusia juga takut pada mereka,” ujarnya.
Tak Kontak Langsung
Masyarakat disarankan agar tidak melakukan kontak langsung dengan kawanan monyet yang masuk ke wilayah permukiman atau perkotaan. Hal itu dilakukan guna menghindari kemungkinan adanya penularan penyakit dari hewan ke manusia.
"Ketika monyet ekor panjang sudah memasuki area permukiman, hindari kontak secara langsung dan mengontak pihak terkait, dalam hal ini Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) yang berwenang terhadap satwa liar dilindungi," kata Agung.
Sama seperti manusia, setiap monyet memiliki potensi penyakit zoonosis, yakni penyakit yang menular dari hewan ke manusia seperti cacar monyet, rabies, hingga Simian Virus 40 (SV40). Meski, penyakit demikian jarang dialami oleh monyet liar yang hidup di habitat aslinya.
"Mau itu monyet atau hewan lain, semua berpotensi berpenyakit, berpotensi sakit, tapi tidak semua sakit dan menulari," katanya.
Advertisement
Kenali Ciri Penyakit
Agung Ganthar mengatakan, pengetahuan akan ciri-ciri hewan yang berpenyakit merupakan hal penting. Dengan modal pengetahuan tersebut, kewaspadaan bisa semakin ditingkatkan.
Menurutnya penting untuk memerhatikan tidak hanya cara hewan menularkan penyakit, tetapi juga penyakit apa yang ditularkannya.
Agung menjelaskan, salah satu ciri monyet ekor panjang yang memiliki penyakit biasanya sering diasingkan oleh koloninya, terutama jika simtom atau gejala penyakitnya sudah terlihat.
Cara penularan penyakit dari monyet ekor panjang tergantung pada penyakitnya. Rata-rata, penyakit terkandung pada air liur.
"Bukan hanya action (cara menularkan penyakit dari hewan), tapi apa yang tertransfer. Setiap penyakit memiliki media penularan yang berbeda-beda, seperti rabies yang berada di air liur kerap lewat gigitan, terutama jika air liur masuk ke darah. Kalau itu tidak masuk ke darah, cukup dicuci saja. Namun, untuk safety, untuk jaga-jaga tindakannya adalah dengan serum rabies," tuturnya.
Meski diasingkan koloninya, monyet tersebut masih berpotensi menyalurkan penyakit yang diidapnya. Monyet ekor panjang ini semikosmopolit. Salah satu cirinya ia belajar dengan cepat.
Apabila hewan tersebut memasuki daerah manusia, seperti tempat wisata yang memungkinkan mereka diberi makan oleh manusia, berbatasan dengan hutan yang pengelolaan sampah organiknya tidak bagus.
"Biasanya monyet di habitat seperti itu yang sering mendekat ke manusia. Kalau yang benar-benar di habitat liarnya, agak jarang ia mendekati manusia," katanya.