Sukses

Pegawai Rumah Sakit Mesti Upayakan Ramah dan Penuh Empati pada Pasien beserta Keluarga

Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 33 Tahun 2019.

Liputan6.com, Bandung - Pada tahun 2019 lalu, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 33 Tahun 2019, ditandatangani Menteri Kesehatan waktu itu. Permen tersebut turut memuat pedoman perilaku bagi pegawai rumah sakit yang masuk pada satuan kerja Kementerian Kesehatan.

Ditegaskan, pegawai yang memberikan pelayanan wajib menunjukkan sikap yang ramah.

Perangai demikian, misalnya, dijelaskan pada pasal 4 poin c. Disebutkan, setiap pegawai yang melaksanakan pelayanan wajib "menerima kedatangan penerima layanan dengan kontak mata bersahabat, menunjukkan senyum dan anggukan sejenak dengan mengucapkan salam saat menerima penerima layanan".

Pada poin berikutnya, pegawai rumah sakit pun harus fokus dan menaruh perhatian secara baik dan serius kepada warga (penerima layanan) saat hendak atau tengah melakukan pelayanan.

"Fokus hanya pada penerima layanan pada saat melayani, tidak melakukan aktivitas lain seperti merokok, membaca koran, makan, minum, dan bermain telepon genggam".

Pada poin lainnya disebutkan bahwa pegawai rumah sakit wajib "memberi perhatian penuh dan tanggapan baik verbal maupun non-verbal saat menyimak penerima layanan berbicara".

 

2 dari 4 halaman

Tubuh dan Rasa Empati

Tidak hanya secara verbal atau lisan, perangai yang sopan lewat bahasa tubuh juga harus dibiasakan oleh pegawai rumah sakit. Pedoman itu, misalnya, termuat pada Pasal 4 poin k dan l.

"Menunjuk dengan telapak tangan terbuka untuk menunjuk ke objek yang jauh atau objek yang berukuran besar, menunjuk dengan dua jari yaitu telunjuk dan jari tengah tangan kanan yang saling menempel saat menunjuk ke tulisan yang detail, atau menunjuk dengan ujung ballpoint untuk mengarahkan pengisian suatu formulir atau pemberian tanda tangan".

"Memberi informasi kepada penerima layanan dengan mengupayakan posisi sejajar, menunjukkan senyum dan anggukan sejenak, mencondongkan badan saat berbicara dengan penerima layanan, berbicara dengan intonasi suara dan kata-kata yang jelas dan bersahabat dalammemberi salam/informasi/pertanyaan, serta memberi arahan dengan telapak tangan terbuka ke arah yang dituju".

Dalam pasal 10 bahkan ditegaskan agar petugas pemberi pelayanan kesehatan harus mampu berempati terhadap pasien atau keluarga pasien.

"Berkomunikasi secara ringkas, jelas, dan berempati dengan penerima layanan termasuk dengan pengantar atau keluarga pasien".

Pertanyaannya, secara umum, apakah kesopanan, keramahan, serta rasa dan sikap empati demikian terus dirawat dan ditumbuhkan di tempat layanan-layanan kesehatan di Kabupaten Bandung?

 

3 dari 4 halaman

Perangai Pegawai

Banyak masyarakat yang tampak memendam kesan tak enak saat berhadapan dengan pegawai rumah sakit maupun puskesmas, tak sedikit di antaranya yang dirasa berperangai ketus saat memberikan pelayanan kepada warga.

Ragam kesan itu, misalnya, terkuar dari banjir komentar pada unggahan akun @info_cileunyi dan @kabarmajalaya yang sama-sama menyiarkan ulang artikel Liputan6.com berjudul Bupati Bandung Ancam Tak Pekerjakan Pegawai Rumah Sakit yang Judes dan Pelit Senyum.

"Kita sebagai pasien merasa rendah di mata mereka. Kayak ngemis minta disembuhin," tulis seorang warganet. "Ternyata bukan saya saja yang mengalaminya, seperti kebanyakan orang juga merasakan kejudesannya," timpal warganet lainnya.

Sejumlah komentar di antaranya bahkan menduga ada sinyal sikap diskriminatif. Pelayanan yang dinilai buruk itu disebut cenderung dialami oleh keluarga miskin pengguna BPJS.

Pemerintah pun diharapkan benar-benar turun tangan mengawasi dan menindak secara proporsional para pegawai kesehatan yang dirasa angkuh dan seolah ogah-ogahan saat bertugas.

Selain layanan kesehatan yang murah dan terakses luas, sarana atau fasilitas kesehatan yang memadai, warganet juga menilai bahwa perangai pegawai tenaga medis dan non-medis (sumber daya manusia) menjadi bagian penting perihal kualitas layanan kesehatan.

Banjir komen dari warganet tersebut boleh saja diterima dengan ragam prasangka, menganggapnya angin lalu atau tuduhan tak berdasar. Tapi, mungkin pula ratusan komentar warganet itu sedang menunjukkan suatu puncak gunung es dari buruknya layanan kesehatan di Kabupaten Bandung?

 

4 dari 4 halaman

Kata Bupati

Sebelumnya, Bupati Bandung, Dadang Supriatna mengklaim tidak akan segan memberi sanksi mutasi bagi dokter, perawat, dan pegawai rumah sakit lainnya yang judes alias tidak ramah saat melayani warga di Kabupaten Bandung.

Dadang menegaskan, pegawai rumah sakit harus menjaga dan mengedepankan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Dia meminta masyarakat untuk segera melapor jika mengalami ketidaknyamanan saat di rumah sakit.

Hal itu disampaikan Dadang Supriatna saat peresmian pelayanan stroke center dan ruang rawat inap lantai 4 Gedung Alamanda RSUD Majalaya, Jalan Raya Cipaku Desa Cipaku Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung, Sabtu (2/3/2024).

"Kalau ada pelayan atau perawat, apalagi dokter rumah sakit yang menerima pasien dengan judes, laporkan saja ke saya, nanti saya pindahkan dia," kata Dadang dalam keterangannya.

Bupati Bandung pun menginstruksikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung untuk tidak merekrut petugas kesehatan yang judes dan pelit senyum.

"Pesan perekrutan petugas kesehatan di rumah sakit ini berlaku untuk seluruh rumah sakit di Kabupaten Bandung, bukan hanya kepada Kadinkes, tapi juga bagi para direksi rumah sakit harus memperhatikan hal ini," tandasnya.

Lebih parah lagi, kata dia, kalau ada pasien yang baru masuk rumah sakit sudah ditanyai dulu terkait biaya pengobatan yang harus disiapkan.

"Laporkan ke saya kalau ada petugas rumah sakit yang menanyakan dulu soal biaya pengobatan ke pasien, saya pindahkan nanti petugas rumah sakit itu," tegasnya.

Video Terkini