Liputan6.com, Jambi - Hujan belum juga reda siang itu Sabtu (9/3/2024), tapi tak menyurutkan semangat segenap panitia dan hadirin anak-anak muda berkumpul membahas keadilan ekologis. Di dalam gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi, bunyi ketukan tiga kentongan itu bersahut-sahutan sebagai tanda dibukanya Festival Orang Muda Jambi.
Baca Juga
Advertisement
Kentongan bambu dipukul sebagai pembuka festival itu punya makna filosofi bentuk kebersamaan. Selain memberi pesan kepada orang untuk berkumpul dan berkonsolidasi, bunyi kentongan juga bisa dimaknai sebagai instrumen untuk mengingatkan orang atau sebagai tanda bahaya yang akan terjadi.
"Nyalakan tanda bahaya, muda itu berbahaya. Bahaya dalam artian positif," kata Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Abdullah saat memukul kentongan membuka festival.
Festival Orang Muda dengan tajuk Kolaborasi Orang Muda Wujudkan Keadilan Ekologis digagas Green Student Movement (GSM) yang merupakan bagian dari Walhi Jambi. Dari pagi hingga malam hari ribuan anak muda Jambi berkumpul dalam satu wadah festival yang digelar seharian penuh.
Festival itu, tak hanya menampilkan pentas seni budaya berbau lingkungan hidup. Dalam festival tersebut, juga digelar temu wicara membahas tema keadilan ekologis dengan menghadirkan tiga rektor perguruan tinggi di Jambi.
Selain itu, mereka juga mengundang bakal calon yang digadang-gadang akan maju sebagai Gubernur Jambi. Dua bakal calon yang yakni Al Haris yang saat ini masih menjadi Gubernur Jambi periode 2020-2024, dan Romi Hariyanto yang masih menjabat Bupati Tanjung Jabung Timur.
Mereka seyogyanya diundang hadir untuk mendiskusikan segudang persoalan industri ekstratif, sumber daya alam, dan bencana ekologi. Namun keduanya kompak tidak dapat hadir di tengah anak-anak muda Jambi. Padahal anak-anak muda Jambi secara langsung ingin menanyakan komitmen mereka tentang lingkungan hidup.
"Ternyata bakal calon Gubernur Jambi dan juga Gubernur Jambi hari ini tidak berani datang bersama anak-anak muda untuk berbicara persoalan ekologis," kata Abdullah.
Sementara itu, Ketua Dewan Daerah Walhi Jambi Djasmal mengatakan anak-anak perlu diberikan wadah dan ruang. Walhi Jambi sebagai organisasi masyarakat sipil yang bekerja pada isu lingkungan hidup dipandang perlu melibatkan generasi muda untuk agenda penyelamatan lingkungan.Â
Menurut dia, generasi muda mempunyai peran penting dalam mewujudkan keadilan ekologis. Meski festival ini baru pertama kali diadakan, namun hal ini kata Djamsal menjadi langkah awal dan selanjutnya bisa memunculkan wacana dan agenda penyelamatan lingkungan hidup.
"Kita ketahui kondisi ekologi sekarang semakin menghakawatirkan. Setiap tahun terjadi kebakaran hutan, banjir, tanah longsor. Hal ini terjadi karena Pemerintah menganggap sumber daya alam sebagai penopang ekonomi, tanpa mementingkan dampak lingkungan yang terjadi," kata Djasmal.
Simak Video Pilihan Ini:
Dari Persoalan Batu Bara sampai Karhutla
Ketua GSM Jambi M Rizki menjelaskan, Festival Orang Muda Jambi sengaja mengangkat tema keadilan ekologis. Menurut dia, tema ini sarat akan makna yang bisa mengajak generasi muda dan elemen mahasiswa-pelajar untuk kolaborasi agar lebih peduli terhadap ekologi.
"Bencana alam terjadi di mana-mana. Ini menandakan bahwa ekologi kita sedang tidak baik baik saja," ujar Rizki.
Selain menampilkan pentas seni dan budaya, Festival Orang Muda Jambi itu juga bikin diskusi "Kelas Ekologi". Ada tiga rektor perguruan tinggi di Jambi yang memantik diskusi dengan pembahasan berbagai perspektif.Â
Dalam siskusi itu berkembang dan membahas berbagai persoalan lingkungan hidup akut yang merugikan masyarakat, mulai dari persoalan tambang batu bara dan angkutannya hingga kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menimbulkan polusi kabut asap.
Menurut Manajer Kajian dan Penguatan Informasi pada Walhi Jambi Dwi Nanto, penanganan karhutla setiap tahun masih masih parsial. Kondisi ini menyebabkan bencana kabut asap tidak pernah bisa diselesaikan pemerintah.
Dia menuntut pemerintah agar lebih progresif dan tegas untuk menangani korporasi biang karhutla. Pemerintah mesti lebih tegas melakukan penindakan terhadap perusahaan yang tidak mematuhi aturan dengan mengeringkan lahan gambut.
Selama ini menurutnya, dalam kasus karhutla tahun-tahun sebelumnya, pemerintah hanya melihat dari aspek adanya pelaku pembakaran. Padahal, aspek yang paling penting dari karhutla ini adalah tata kelola perizinan di lahan gambut itu sendiri.
"Jadi teman-teman anak muda semua punya andil. Saat ini harus mulai belajar ekologis. Sehingga kedepan kalau kalian jadi pemimpin bisa menggunakan pendekatan ekologis," kata Dwi.
Persoalan sengkarut angkutan tambang batu bara juga menguar dalam diskusi itu. Angkutan batu bara yang melewati jalan nasional selama satu dekade lebih dan merugikan masyarakat itu sampai sekarang tak mampu diselesaikan oleh pemerintah.Â
Mulai dari dampak kemacetan berlarut hingga tak sedikit pengguna jalan yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas akibat angkutan tambang. Rizki, seorang mahasiswa di Jambi mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani angkutan tambang. Setahu dia, angkutan tambang harus melewati jalan khusus, bukan jalan nasional.
Rektor Universitas Jambi Prof Helmi mengatakan, angkutan batu bara wajib melewati jalan khusus. Hal itu, kata Helmi, tidak ada tawaran lagi karena sejak 2012 sudah ada Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jambi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengaturan Pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi.
Namun posisi hukum dalam Perda tersebut kata Helmi, ada masalah.Â
Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa setiap pengangkutan batu bara dalam Provinsi Jambi wajib melalui jalan khusus atau jalur sungai. Kemudian pasal pasal 5 ayat (2) disebutkan lagi bahwa kewajiban melalui jalan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) harus siap selambat-lambatnya Januari 2013.
"Jadi di ayat (2) terdapat dua frasa yang ambigu, yakni frasa 'harus siap', sehingga jalan khusus tidak pernah bisa siap," kata Prof Helmi.
Advertisement