Liputan6.com, Gorontalo - Menyambut bulan suci Ramadan, umat Islam di seluruh dunia melakukan berbagai persiapan, salah satunya adalah menentukan awal Ramadan.
Jauh sebelum kemajuan teknologi dan astronomi modern, umat Islam telah memiliki metode sendiri dalam menentukan 1 Ramadhan.
Mereka berdasarkan penerawangan atau rukyat yang dilakukan sejak zaman dahulu. Liputan6.com akan membahas bagaimana proses penentuan 1 Ramadan berlangsung di masa lalu di Gorontalo, dengan memperlihatkan kekayaan ilmu dan tradisi yang diwariskan hingga saat ini.
Advertisement
Baca Juga
Orang Gorontalo sejak dulu menggunakan penerawangan, atau yang dikenal dengan istilah rukyat dalam konteks Islam. Metode ini adalah pengamatan visual terhadap hilal (bulan sabit) untuk menentukan awal bulan pada kalender Hijriyah, termasuk Ramadhan.
Mereka meyakini jika metode ini berakar pada hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam hadis itu menyerukan umatnya untuk puasa apabila melihat hilal dan berbuka (idul fitri) apabila melihatnya kembali.
Menurut Husain, warga Gorontalo, di zaman dahulu, proses penerawangan dilakukan dengan cara yang sangat sederhana namun penuh dengan keakuratan dan ketelitian.
"Para ulama dan ahli falak akan mengamati langit pada akhir bulan Sya'ban, tepat setelah matahari terbenam, untuk mencari kemunculan hilal," kata Husain.
"Kala itu, mereka menggunakan berbagai alat bantu sederhana seperti astrolab dan alidade peninggalan penjajah dan pedagang asing yang datang ke tanah Gorontalo," ungkapnya.
Astrolabe merupakan sebuah perangkat komputasi analog astronomi yang umumnya digunakan sebagai instrumen multifungsi untuk melakukan prediksi, simulasi, navigasi, mengukur, menghitung
Sementara itu, alidade perangkat yang memungkinkan seseorang untuk melihat objek yang jauh dan menggunakan garis pandang untuk melakukan suatu pekerjaan
"Dengan alat itulah warga Gorontalo menggunakan alat yang sudah ditinggalkan oleh penjajah asing," ujarnya.
Meski begitu kata Husain, selain alat itu, warga Gorontalo kala itu memiliki kitab perbintangan sendiri atau yang saat ini disebut ilmu alam. Kitab itu menggambarkan sebuah histori perjalanan bulan.
"Jauh sebelum ada alat itu, orang Gorontalo juga sudah punya metode sendiri dengan kitab perbintangan," ujarnya.
Tidak hanya penentuan 1 Ramadhan, kitab tersebut juga menjadi acuan hari-hari tertentu. Seperti hari baik dan hari naas bagi orang Gorontalo yang disebut dengan loanga.
"Tetapi banyak orang yang sudah tidak menggunakan itu. Mereka lebih memilih mengikuti pemerintah," ia menandaskan.
Â
Simak juga video pilihan berikut:
Penentuan 1 Ramadan saat Ini
Salah satu tantangan terbesar dalam penerawangan adalah kondisi cuaca dan visibilitas langit. Awan, kabut, atau polusi cahaya bisa menghalangi pandangan terhadap hilal.
Untuk mengatasi ini, penerawangan dilakukan di beberapa lokasi berbeda yang kondisi langitnya dianggap paling ideal. Selain itu, pengamatan dilakukan oleh beberapa kelompok terpisah untuk memastikan keakuratan hasil rukyat.
Meskipun berbasis pengamatan visual, penerawangan tidak lepas dari perhitungan ilmu falak. Para ahli menggunakan pengetahuan mereka tentang posisi benda langit, siklus bulan, dan pergerakan matahari untuk memprediksi kemungkinan visibilitas hilal.
Ilmu falak menjadi pendukung penting dalam menentukan kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar hilal dapat diamati dengan mata telanjang.
Di era modern, metode penerawangan masih dipraktikkan dan dihargai sebagai bagian dari tradisi Islam dalam menentukan awal bulan Ramadhan.
Advertisement