Sukses

Zikir dan Botram, Tradisi Munggahan ala Santri di Sukabumi Menyambut Ramadan

Tradisi papajar atau munggahan ala santri Sukabumi saat menyambut bulan suci Ramadan. Suka cita dengan cara dzikir dan makan bersama.

Liputan6.com, Sukabumi - Beragam istilah menyambut Ramadan menjadi tradisi setiap tahunnya sebelum memasuki bulan suci bagi umat Islam di tanah Sunda ini, salah satunya munggahan atau papajar (mapag pajar) yaitu menyambut fajar. Seperti yang dilakukan santri asal Pondok Pesantren Dzikir Al Fath Sukabumi.

Ratusan santri pondok pesantren ini memaknai tradisi munggahan dengan cara makan bersama di Villa Bukit Halimun, Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Minggu (10/3/2024).

Pimpinan Ponpes Dzikir Al Fath KH Fajar Laksana mengatakan, sebagai umat Muslim sudah jadi hal lumrah bergembira menyambut bulan suci Ramadan seperti tradisi Papajar sebagai tarhib atau perayaan menyambut Ramadhan.

"Menyambut tahrib Ramadhan dalam rangka memeriahkan, mengingatkan bergembira menyambut datangnya bulan suci Ramadan karena nabi menyampaikan barang siapa bergembira menyambut bulan suci Ramadhan maka diharamkan jasadnya disiksa di api neraka," kata KH Fajar Laksana.

Pihaknya menilai, yang paling utama dalam bergembira menyambut Ramadan adalah dengan cara mempersiapkan diri dengan berdoa, berzzikir dan memahami ilmu untuk beribadah di bulan suci yang dirindukan umat Islam ini.

"Tentunya tarhib Ramadan itu diisi kegembiraannya tentunya bukan dengan pesta pora tapi diisi kegembiraannya dengan ceramah keutamaan bulan suci Ramadhan dan ceramah tentang fadilah, kajian fikih bulan suci Ramadhan supaya kemudian santri ini bisa mendalami dan bisa khusyuk dalam beribadah, itu tujuannya," ujarnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Tausiyah dan Dzikir Sebelum Botram

Sebelum para santri menyantap hidangan yang disajikan berjejer di atas kertas nasi, mereka menyimak tausiah tentang keutamaan bulan suci Ramadan dan melakukan doa serta dzikir. Dia mengatakan, kegiatan ini telah rutin dilaksanakan pondok pesantrennya setiap tahunnya.

"Kita itu melaksanakannya di luar supaya ada perbedaan, maka tiap tahun kita santri melaksanakan di luar. Acaranya tausiyah dan berdoa. Karena amal ibadah itu diterima kalau ada satu ilmu, kedua niat. Kalau ibadah di bulan suci Ramadhan tanpa ada ilmunya maka sia-sia dan kalau ibadah tidak ada niatnya, akan percuma,” tuturnya.

Salah satu satri Sihab (20) mengaku, tradisi munggahan ini juga menjadi kegembiraan tersendiri sehingga selalu dinantikan karena bisa ngaji di alam terbuka. 

"Tiap kali mau masuk Ramadhan saya selalu ikutan kegiatan ini, soalnya selain makan-makan, bisa ngaji sambil lihat pemandangan alam," ungkap Sihab.