Sukses

Tradisi Undukan Doro, Lomba Adu Ketangkasan Merpati di Surabaya

Tradisi undukan doro kini sudah sulit dijumpai. Meski demikian, beberapa daerah di Surabaya dan sekitarnya masih ada yang melestarikan tradisi ini sebagai salah satu kearifan lokal.

Liputan6.com, Surabaya - Masyarakat Surabaya memiliki tradisi unik yang melibatkan burung dara atau merpati, yakni tradisi undukan doro. Tradisi ini berupa perlombaan atau adu ketangkasan yang sekaligus menjadi sarana kompetisi.

Mengutip dari berbagai sumber, tradisi undukan doro sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Dalam tradisi ini, burung dara menjadi aktor utama yang menjadi pusat perhatian.

Tradisi undukan doro juga kerap disebut sebagai doroan (adu doro). Berbeda dengan adu hewan lainnya yang menekankan adu kekuatan, undukan doro lebih fokus pada adu kecepatan.

Burung-burung tersebut akan diadu kecepatan terbangnya dengan jarak tertentu. Bagi masyarakat Surabaya, tradisi ini dilakukan untuk melatih sekaligus sebagai ajang adu kecepatan burung merpati yang mereka miliki. Tentu saja, hal ini juga menjadi sarana hiburan.

Umumnya, burung yang akan dilombakan dalam undukan doro adalah burung jantan. Sementara burung betina digunakan sebagai pancingan atau penarik perhatian.

Selain dengan burung dara betina, beberapa joki, pemilik, atau pengendali burung merpati juga ada yang menggunakan makanan atau pakan kesukaan burung sebagai penarik perhatian. Ada pula yang hanya menggunakan suara-suara khusus.

Dahulu, kegiatan undukan doro dilakukan di lapangan atau area persawahan yang luas dan mudah dilihat. Namun, kini lebih sering dilakukan di tanah lapang dengan jarak sekitar 500-1.300 meter.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa kategori atau jenis undukan doro, yaitu andhokan (balap jarak pendek) dan kenthongan. Balap andhokan dilakukan di tanah lapang yang tidak terlalu luas dengan panjang sekitar 300-500 meter.

Jenis ini juga bisa dilakukan di jalan lurus atau area pesisir pantai. Tipe andhokan juga kerap digunakan sebagai sarana melatih burung merpati dan joki dalam mengendalikan burung merpatinya.

Sementara itu, tipe kenthongan merupakan undukan doro skala besar. Umumnya, tipe ini dilakukan banyak joki dalam sekali balap dan memerlukan bebebapa personel lain. Ada yang bertugas sebagai joki, jogo omah atau pegupon yang disiapkan di ujung arena, seorang wasit, dan tukang kenthongan yang bertugas menabuh kenthong selama balapan berlangsung.

Secara umum, dua tipe undukan doro tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain karena aturannya tetap sama. Burung tercepat yang mencapai garis akhir dalam kondisi sayap menutup sempurna akan menjadi pemenangnya.

Tradisi undukan doro kini sudah sulit dijumpai. Meski demikian, beberapa daerah di Surabaya dan sekitarnya masih ada yang melestarikan tradisi ini sebagai salah satu kearifan lokal.

 

Penulis: Resla