Â
Liputan6.com, Jakarta - Meski sudah surut, banjir masih mendampak aktivitas warga kawasan pantura Jawa Tengah. Terakhir jalur lalu lintas penghubung antara Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak Jawa Tengah sempat lumpuh total akibat jebolnya tanggul Sungai Wulan. Air kemudian melimpas ke jalan sehingga wilayah Kecamatan Karanganyar Demak kembali terendam banjir setinggi 1,5 meter.
Tanggul Sungai Wulan yang sebelumnya sempat diperbaiki oleh Kementrian PUPR itu, tidak mampu menahan debit air sungai akibat intensitas hujan yang sangat tinggi dalam sepekan terakhir. Banjir Demak menyebabkan terganggunya aktivitas warga.
Advertisement
Belakangan muncul isu banjir Demak disebut-sebut berhubungan dengan kemunculan kembali Selat Muria. Selat Muria sendiri merupakan selat yang pernah ada dan menguhubungkan Pulau Jawa dan Pulau Muria. Selat ini dulunya merupakan daerah perdagangan yang ramai, dengan kota-kota perdagangan seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana.
Pada sekitar tahun 1657, endapan sungai yang bermuara di selat ini terbawa ke laut sehingga selat ini semakin dangkal dan menghilang, sehingga Pulau Muria menyatu dengan Pulau Jawa.
Â
Menurut teori geologis, wilayah Semarang Utara, Demak, hingga daerah kaki Gunung Muria dahulunya merupakan selat. Sehingga dataran Pulau Jawa dan Pulau Muria dipisahkan oleh lautan yang dinamakan Selat Muria.
Bukti Selat Muria pernah ada terbukti dengan adanya penemuan fosil hewan laut di Situs Purbakala Patiayam, Kudus. Selat ini juga pernah menjadikan kota Demak sebagai kota pelabuhan yang ramai.
Kawasan sekitar selat tersebut juga terdapat beberapa pelabuhan kecil, tetapi karena adanya konflik politik membuat komoditas yang berasal dari daerah sekitar Selat Muria beralih menuju ke Pelabuhan Sunda Kelapa.Â
Namun, karena adanya sedimentasi dan pendangkalan, wilayah tersebut perlahan berubah menjadi daratan sampai saat ini.
Namun karena adanya proses geologis seperti aktivitas vulkanik, tektonik, dan sedimentasi secara bertahap membuat selat tersebut menjadi dangkal dan terbentuk daratan seperti sekarang. Dan banjir yang terjadi belakangan ini disebut-sebut sebagai isyarat kemunculan kembali Selat Muria.
Â
Â
Problem Ekologis
Melansir dari laman Universitas Diponegoro, Selat Muria semakin dangkal setelah abad ke-17 dan kapal tidak bisa berlayar mengarunginya. Namun perahu-perahu kecil masih bisa mengarungi Selat Muria dari Demak hingga Juwana ketika musim hujan.
Pada1996, seorang peneliti bernama Lombard menjelaskan bahwa ada air laut dari Selat Muria yang masih tersisa sampai sekarang. Air tersebut terperangkap di dataran Jawa dan dikenal dengan Bledug Kuwu.
Menghilangnya Selat Muria konon menjadi kemunduran untuk Kerajaan Demak yang pernah berjaya pada masa silam. Pasalnya, pendangkalan di Selat tersebut menjadikan Demak yang berada di tepi Selat Muria berubah menjadi kota yang dikelilingi daratan.
Terlepas dari teori itu, yang pasti banjir di pantura Jawa Tengah terjadi karena adanya kerusakan ekologis. Walhi Jateng mencatat, persoalan tata ruang yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi masih menjadi problem utama di wilayah tersebut.Â
Dikutip dari lama walhijateng.org, wilayah pesisir utara Jawa Tengah dua tahun terakhir mengalami bencana ekologis yang terus menerus terjadi, seperti banjir rob, dan menurunnya muka tanah hingga abrasi. Â
Personal pengaturan ruang yang tidak melihat daya tampung dan daya dukung wilayah dan ditambah lagi persoalan krisis iklim akan menambah kebencanaan di Jawa Tengah.
Advertisement