Sukses

Promosi Sumbu Filosofi Yogyakarta Masih Pasif, Ini Alasannya

Dinas Pariwisata Yogyakarta harus lebih aktif terlibat dalam perhelatan internasional.

Liputan6.com, Yogyakarta - Pimpinan Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Fraksi Gerindra R. Krisma Eka Putra menyayangkan kurang aktifnya promosi destinasi wisata Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dilakukan Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta. Sejak ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia pada 2023 lalu, Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta menargetkan kunjungan 3,4 juta wisatawan lokal dan 70 ribu wisatawan asing.

Menurutnya, kunjungan wisatawan asing jauh dari apa yang sudah ditargetkan. Sebab hingga saat ini, kunjungan wisatawan asing ke Yogyakarta baru sekitar 7 persen dari target.

Ia menyebut salah satu penyebabnya adalah pasifnya Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta untuk mempromosikan Sumbu Filosofi sebagai salah satu destinasi wisata di kancah internasional. Krisma menyebut Dinas Pariwisata belum memaksimalkan tugas utamanya untuk mempromosikan berbagai wisata di Kota Yogyakarta seperti Sumbu Filosofi.

"Sudah sering saya ingatkan, tugas utama dinas pariwisata adalah promosi wisata Kota Yogyakarta agar setiap tahun selalu mengalami kenaikan," kata Krisma di Yogyakarta, Senin (25/03/2024).

Selama ini, Komisi B DPRD Kota Yogyakarta tidak pernah mendapatkan data mengenai berapa banyak wisatawan lokal maupun asing yang datang saat sebuah event pariwisata di gelar di Kota Yogyakarta. Padahal menurutnya, data ini penting untuk mengetahui berapa banyak wisatawan yang datang ke Kota Yogyakarta.

Ia juga berharap, Dinas Pariwisata Yogyakarta harus lebih aktif terlibat dalam perhelatan internasional. Pasalnya, Dinas Pariwisata tidak lagi berpartisipasi dalam acara-acara pariwisata di kancah internasional sejak 2019.

Bahkan dalam usulan anggaran 2019 hingga 2024, Dinas Pariwisata Yogyakarta tidak terlibat acara pariwisata yang diselengarakan di luar negeri.

"Katanya pada saat itu, takut akan adanya temuan BPK. Padahal memang 80 persen anggaran Dinas Pariwisata Yogyakarta harusnya promosi pariwisata," ujar Krisma.

Sementara, Wakil Sekretaris BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Wahyu Wikan Trispatiwi meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta tidak hanya fokus mengembangkan pariwisata bagi wisatawan lokal. Ia berpendapat selama ini Pemkot Yogyakarta lebih sering melakukan pemasaran langsung ke kota-kota besar di Indonesia, namun belum menjangkau ke luar negeri.

Saat ini, PHRI DIY tengah berada di Malaysia International Trade & Exhibition Centre (MITEC), Kuala Lumpur, Malaysia dalam rangka Pameran Asosiasi Agen Tur dan Perjalanan Malaysia (MATTA Fair) 2024. Acara ini bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia, termasuk DIY kepada masyarakat di negara-negara ASEAN.

Sejak beberapa tahun terakhir, Pemkot Yogyakarta tidak mengikuti pameran.

“Melalui kehadiran PHRI dalam MATTA Fair 2024 ini, PHRI bisa melakukan survei dan informasi terkait kondisi pariwisata di negara-negara ASEAN untuk kemudian dibagikan kepada Pemda DIY maupun Pemkot Yogyakarta dalam rangka pengembangan market atau pasar ngka kunjungan wisman,” tuturnya.

Sebelumnya, UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Jogja menjadi Warisan Budaya Dunia. Penetapan ini berlangsung dalam sidang Komite World Heritage UNESCO di Riyadh, Arab Saudi pada September 2023.

 

2 dari 2 halaman

Arti Penting Universal

Serangkaian proses pengajuan Sumbu Filosofi bertajuk The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks menjadi Warisan Budaya Dunia telah berlangsung sejak 2014. Ada berbagai tahap mulai dari kajian akademik, administrasi, sampai visitasi.

Sumbu Filosofi diakui sebagai warisan dunia karena dinilai memiliki arti penting secara universal. Konsep tata ruang yang kemudian dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Keraton Yogyakarta pada abad ke-18.

Konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang dari Panggung Krapyak di selatan menuju utara ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan sampai di Tugu Yogyakarta.

Struktur jalan tersebut berikut beberapa kawasan di sekelilingnya yang penuh simbol filosofis merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia yang meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta serta antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.

Beragam tradisi dan praktik budaya Jawa, baik dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival, dan ritual, masih dilakukan di sekitar kawasan Sumbu Filosofi pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya. hal ini juga merupakan bukti akan peradaban Jawa dan tradisi budayanya yang masih terus dilestarikan hingga saat ini.