Liputan6.com, Bandung - Usai adanya Bledug Kuwu, fenomena alam mud volcano kembali terjadi di Dusun Medang, Sendangrejo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yakni Bledug Kramesan.
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Wafid, jarak Bledug Kramesan dari Bledug Kuwu adalah sekitar 3,4 km.
"Bledug Kramesan ini memiliki ketinggian 25 meter dari permukaan tanah. Bledug -bledug ini adalah material dari mud diapir yang lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan maupun struktur sesar," ujar Wafid dalam siaran tertulisnya, Bandung, Selasa, 26 Maret 2024.
Advertisement
Wafid mengatakan area terjadinya Bledug Kramesan dan Bledug Kuwu pada umur Paleogen adalah termasuk dalam Pati Through yang memungkinkan diendapkannya sedimen secara cepat dan tebal.
Wafid menjelaskan secara fisiografi termasuk pada antiklinorium Zona Rembang yang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk antiklinorium yang memanjang ke arah Barat-Timur, dari Kota Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura.
"Batuan yang diendapkan pada zona ini setelah mengalami burial dan kompresi akan membentuk mud diapir yang terdiri atas material halus unconsolidated. Dimana material halus tersebut dapat lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan dan struktur geologi yang ada," ungkap Wafid.
8 Faktor Pengaruhi Terjadinya Bledug
Wafid menuturkan terdapat 8 faktor yang mempengaruhi terbentuknya mud diapir yaitu:
1. Amblesan: tektonik penurunan yang stabil (stable tectonic submergence),
2. Kecepatan pengendapan: pengendapan yang cepat dari sedimen berumur muda yang tebal (rapid deposition of thick young sediments),
3. Lapisan plastis: terdapat lapisan yang plastis di bawah permukaan (presence of plastic strata in the subsurface),
4. Overpressure dan under-compacted: cairan mengalami overpressure dan sedimen di bawah pemadatan (fluid overpressure and under-compacted sediments),
5. Potensi hidrokarbon: pasokan gas yang cukup dan potensi hidrokarbon yang tinggi (enough gas supply and high hydrocarbon potential),
6. Produksi air diagenetik: produksi air secara diagenesa dari serangkaian lempung yang terkubur (production of diagenetic waters from buried clayey series),
7. Tektonik kompresi: kedudukan tektonik kompresi dengan banyak patahan dan kegempaan yang tinggi (compressional setting-numerous faults-high seismicity),
8. Gradien panasbumi tinggi: kemungkinan dengan gradien panas bumi yang tinggi (possibly high geothermal gradient).
Secara struktur geologi, Wafid menyebutkan bledug terletak pada area yang tidak padat patahan dan kelurusan karena sifatnya yang plastis.
Sehingga pada daerah mud diapir tidak terindikasi adanya kelurusan patahan, namun terdapat struktur geologi berupa antiklin dengan sumbu relatif Barat Daya-Timur Laut.
"Secara umum, litologi penyusun Zona Rembang adalah campuran antara karbonat laut dangkal dengan klastika, serta lempung dan napal laut dalam," jelas Wafid.
Berdasarkan Pringgoprawiro (1983), urutan stratigrafi Zona Rembang dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
1. Basement Pra-Tersier
2. Formasi Ngimbang
3. Formasi Kujung
4. Formasi Prupuh
5. Formasi Tawun
6. Formasi Ngrayong
7. Formasi Bulu
8. Formasi Wonocolo
9. Formasi Ledok
10. Formasi Mundu
11. Formasi Lidah
12. Formasi Paciran
Advertisement
Pengaruh Kegempaan
Wafid mengatakan pengaruh kegempaan terhadap mud diapir dan mud volcano adalah adanya kemungkinan untuk terbukanya rekahan-rekahan yang dilewati oleh material lumpur.
Dengan terbukanya rekahan-rekahan tersebut material mud diapir akan mengalami pergerakan naik dan ada penambahan debit material.
"Namun dengan adanya kompresi dan tekanan tektonik pada area tersebut akan terjadi titik kesetimbangan seperti pada saat sebelum momen kegempaan terjadi," tukas Wafid.
Berdasarkan data-data tersebut, fenomena terjadinya Bledug Kramesan di daerah Grobogan tersebut bukanlah suatu fenomena yang luar biasa.
Apalagi tidak jauh dari Bledug Kramesan terdapat Bledug Kuwu yang secara umum sudah diketahui oleh publik sebagai fenomena mud volcano ( gunung lumpur) yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
"Adapun aktivitas dari semburan lumpur yang meningkat pasca terjadinya gempa di Bawean pada tanggal 22 Maret 2024 dengan skala 6.5 SR diduga dapat menyebabkan dua hal," ujar Wafid.
Pertama sistem migrasi hidrokarbon maupun lumpur menjadi lebih aktif karena adanya bukaan berupa rekahan maupun patahan sebagai akibat adanya gempa dangkal ini.
Kedua, gejolak lumpur di daerah sekitar Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan menemukan jalannya untuk keluar melewati rekahan yg terbentuk akibat gempa tersebut.
"Untuk itu Badan Geologi merekomendasikan agar masyarakat di sekitar area Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan tidak perlu merasa panik dan agar supaya tidak mempercayai berita-berita yang tidak bertanggungjawab serta tidak jelas dasar keilmuannya, sehingga dapat memberikan penafsiran yang beraneka macam," ucap Wafid.
Badan Geologi akan terus memonitor perkembangan fenomena alam ini. Fenomena seperti Bledug Kramesan ini sudah ada sejak lama dan hal tersebut dijumpai pada beberapa naskah dari kerajaan-kerajaan di Jawa mengenai kehadiran mud volcano ini.
Mitologi Siluman Naga di Balik Fenomena Alam Bledug Kuwu
Dicuplik dari kanal Jateng, Liputan6, fenomena Bledug Kuwu dipercaya sudah ada sejak zaman Kerajaaan Mataran Kuno.
Masyarakat sekitar memanfaatkan lumpur Bledug Kuwu untuk memproduksi garam secara tradisional. Garam yang dihasilkan dari lumpur Bledug Kuwu ini kemudian dipakai untuk membuat krupuk karak, kuliner khas daerah Grobogan.
Masyarakat sekitar Bledug Kuwu percaya, asal-usul Bledug Kuwu disebabkan sosok bernama Joko Linglung. Konon siluman ular naga bernama Joko Linglung baru saja pulang dari laut selatan setelah mengalahkan Prabu Dewatacengkar.
Kemudian saat ia hendak kembali menghadap Aji Saka, raja Kerajaan Medang Kamulan yang menyuruhnya untuk membunuh sang prabu. Ia melarang Joko Linglung pergi dan pulang dari laut selatan melalui jalur darat karena takut meresahkan warga.
Joko Linglung kemudian membuat jalan di bawah tanah. Di tempat semburan Bledug Kuwu ini lah, konon Joko Linglung muncul ke permukaan dan menghadap Raja Aji Saka di Kerajaan Medang Kamulan.
Advertisement
Ritual Rutin
Dari mitologi tersebut, sebagian masyarakat percaya ada sisi magis atau sakti dari letupan lumpur itu. Masyarakat sekitar juga kerap menggelar ritual di Bledug Kuwu pada setiap hari Kamis atau Jumat.
Ritual itu dilakukan masyarakat dengan memberikan sajen berupa pisang raja bagi laki-laki atau pisang kawista bagi perempuan, bunga setaman, kapur sirih, dan air putih. Pengunjung yang melakukan ritual di Bledug Kuwu percaya keinginannya akan dikabulkan oleh para leluhur yang mendiami tempat itu.
Biasanya, orang yang melakukan ritual itu datang dari berbagai kota, dan mereka ingin memperoleh jabatan atau kekuasaan tertentu. Secara ilmiah proses terbentuknya Bledug Kuwu terjadi karena adanya tekanan gas dari dalam bumi yang mampu mendorong naik batuan yang berada di atasnya.
Lokasi Bledug Kuwu berada di zona Randublatung yang memiliki endapan alluvial dan morfologi. Selain itu, daerah itu juga terdapat jalur sesar yang memungkinkan adanya tekanan gas dari dalam bumi.
Endapan alluvial yang berada di zona Randublatung ini memiliki strutur batuan yang lunak. Tekanan gas dari dalam bumi lebih mudah keluar dari dalam di kawasan ini, lalu terbentuklah semburan lumpur tersebut.
Selain itu, sebelum abad ke-17, Pulau Jawa dan kawasan lereng Gunung Muria dipisahkan oleh sebuah selat yang luas dan dalam. Lama-kelamaan selat yang bernama Selat Muria itu semakin dangkal, sehingga tidak dapat dilalui kapal.
Pada saat itulah Bledug Kuwu diinterpretasikan sebagai garis pantai dari Selat Muria. Selain itu diyakini ada air laut dari Selat Muria yang terperangkap, kemudian menyebar di kawasan Bledug Kuwu.
Semburan Bledug Kuwu mengandung gas berwarna putih yang baunya menyengat seperti telur busuk. Gas itu merupakan hidrogen sulfida yang mengandung unsur sulfur atau belerang, selain itu Bledug Kuwu juga menyemburkan gas karbondioksida.
Hal itu dibuktikan ketika lumpur yang disemburkan Bledug Kuwu dimasukkan ke dalam air kapur, air terebut menjadi keruh.
Konsentrasi gas karbondioksida di Bledug Kuwu menjadi sangat tinggi dan mematikan pada waktu-waktu tertentu, yakni pada pukul 19.00 hingga 07.00, sehingga ada baiknya untuk tidak mengunjungi area Bledug Kuwu pada waktu-waktu tersebut.