Liputan6.com, Bandung - Pakar longsoran (landslide) Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Eng. Imam Achmad Sadisun, menyampaikan pandangannya terkait bencana banjir bandang dan longsor di Kampung Gintung, RT 03 RW 04, Desa Cibenda, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (24/3/2024).
Dia mengatakan, mekanisme longsor di Kampung Gintung, Kecamatan Cipongkor, berbeda dengan yang terjadi di Kampung Cigombong, Kecamatan Rongga, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Gejala di bagian kepala sistem lereng di Kampung Cigombong sudah terlihat dari adanya perkembangan retakan yang relatif melengkung di lapangan depan SD di daerah tersebut. Retakan tersebut menjadi cikal bakal mahkota (bagian paling atas) longsoran.
Advertisement
Sementara di Kampung Gintung, gejala longsoran tidak mudah terlihat karena terjadi di bagian atas lereng perbukitan yang bukan merupakan area aktivitas warga.
"Longsoran yang terjadi di Kampung Gintung merupakan longsoran aliran bahan rombakan (debris flow), yang material longsorannya berupa tanah, fragmen batuan, dan bahkan pepohonan yang terbawa oleh air dan menimpa rumah-rumah warga," katanya dikutip pada laman ITB (27/3/2024).
Hampir semua bencana, katanya, memiliki tanda-tanda yang mengawali kejadiannya, termasuk longsoran. Gejala tersebut dapat dilihat pada tiga bagian utama dari suatu lereng, yakni bagian kepala (head), tubuh (body), dan kaki (foot).
Gejala di bagian kepala lereng umumnya ditandai dengan retakan-retakan memanjang pada tanah, yang umumnya melengkung untuk jenis longsoran nendetan (slump).
Pada bagian badan lereng ditandai dengan pepohonan atau tiang-tiang listrik yang mulai miring karena adanya pengaruh pergerakan awal longsoran.
Sementara, di bagian kaki lereng umumnya muncul sembulan tanah (bulging) dan munculnya mata air karena bagian ini merupakan bagian yang menahan gaya yang dihasilkan dari pergerakan dari bagian kepala dan badan lereng.
(Faktor Penyebab)
Faktor penyebab longsor secara umum dibagi menjadi dua, yakni faktor prakondisi (preconditioning factor) dan faktor pemicu (triggering factor).
Faktor prakondisi umumnya berkaitan dengan berbagai kejadian yang sifatnya berlangsung relatif lambat atau jangka panjang, seperti pelapukan, erosi, perubahan topografi/kemiringan lereng, perubahan tata guna lahan, dan kondisi geologisnya, seperti terdapatnya batuan di wilayah tersebut yang secara alamiah memungkinkan mudah menjadi bidang gelincir.
Sementara itu, faktor pemicu berkaitan dengan kejadian-kejadian jangka pendek atau bahkan seketika seperti curah hujan lebat atau gempa bumi.
Saat faktor prakondisi sudah memperlihatkan adanya gejala-gejala tidak stabil, hujan yang tidak terlalu besar pun dapat memengaruhi kekuatan geser material pembentuk lereng sehingga longsor terjadi.
“Kalau hujan ringan hingga sedang umumnya tidak menyebabkan longsor. Namun, kalau hujan di atas lebat atau hujan yang memang ekstrem, 150 mm/hari menurut ukuran BMKG, dapat menjadi faktor pemicu longsoran. Intinya, hujan bisa menurunkan kekuatan geser material pembentuk lerengnya,” katanya.
Selain itu, banyak gempa bumi yang memicu kejadian longsoran-longsoran besar. Namun, dalam kejadian longsoran kali ini, faktor utama yang memicu adalah curah hujan yang lebat akhir-akhir ini.
Advertisement
Analisis Badan Geologi
Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menyampaikan hasil analisis awal terkait bencana banjir bandang dan longsor di Kampung Gintung, Desa Cibendan Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
Bencana yang termasuk fenomena pergerakan tanah itu terjadi pada Minggu malam, 24 Maret 2024 lalu, sekitar pukul 23.00 WIB.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, dalam laporan tertulisnya menyampaikan, Kampung Cigintung termasuk daerah sangat rentan gerakan tanah karena masuk pada zona kerentanan tinggi.
"Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat," katanya, Rabu, 27 Maret 2024.
"Lokasi banjir bandang dan longsor tepat berada pada bidang sesar atau Gawir Sesar. Gerakan tanah bertipe longsoran yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan," imbuhnya.
Berdasarkan perkembangan laporan hingga Rabu ini, dampak gerakan tanah itu merusak sampai 30 rumah warga serta 2 bangunan masjid dan 2 bangunan madrasah.
Sementara itu, 10 warga dilaporkan hilang, 4 di antaranya telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Selain itu, 4 orang luka berat dan 33 orang luka ringan. Menurut data Badan Geologi, ada 436 jiwa mengungsi.
"Material pada catchment longsor dan banjir bandang tersusun atas soil vulkanik tebal dengan beberapa komponen tuf, breksi tufan, aliran lava, batupasir dan konglomerat (Pb)," jelas Wafid.
"Gerakan tanah ini dipicu oleh curah hujan yang sangat tinggi, 4 jam tanpa henti 60mm/hari," tandasnya.