Sukses

Cukup Pakai Kelambu Saat Tidur, Bisa Terhindar dari Gigitan Ular Berbisa

Jangan anggap remeh jika terkena gigitan ular berbisa. Sebab seperempat dari kasus gigitan ular di Indonesia berasal dari jenis ular berbisa. Namun sayangnya belum semua ular terdapat antivenom yang bisa tersedia di rumah sakit atau Dinas Kesehatan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Peneliti Dampak Gigitan Ular dari Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kemenkes RI, Tri Maharani memberikan cara efektif agar terhindar dari gigitan ular berbisa sesuai pedoman WHO yaitu menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat jangan percaya mitos jika menaburkan garam atau cairan pembersih bisa terhindar dari gigitan ular sebab secara ilmiah, hal tersebut jelas tidak terbukti.  

“Patut diberitahukan ke masyarakat tentang pentingnya menggunakan kelambu di saat tidur selain terhindar dari gigitan ular namun juga mencegah DBD,” katanya di ruang Auditorium Gedung Tahir Foundation FKKMK UGM, Rabu (20/3/2024). 

Lebih lanjut Maharani mengatakan gigitan ular berbisa dapat berisiko morbiditas dan fatalitas seperti ular weling, ular welang, ular kobra, king kobra dan beberapa jenis ular dari Papua. Sepanjang tahun 2018 hingga 2023, kasus gigitan ular yang paling banyak ditemukan dari jenis ular kobra jawa (Naja sputatrix). 

 

“Di Indonesia ada dua spesies kobra yakni  kobra jawa dan kobra sumatra (Naja sumatrana). Namun belum ada antivenom dari pabrik Thailand dan Australia. Jadi kita harus bikin sendiri,” katanya. 

Ia menjelaskan bahwa penyebaran kobra Jawa ini endemik di pulau Jawa, Bali, Madura, Lombok, Sumbawa, Flores dan Alor. Sedangkan kobra Sumatera penyebarannya di Sumatera, Bangka, Belitung dan Kalimantan. Selain kasus gigitan ular berbisa seperti kobra, ia mencermati tingginya kasus gigitan ular tanah (Calloselasma rhodostoma) yang masuk permasalahan serius. Ia mendapat sampel kasus gigitan ular tanah di Lebak Banten saja pada tahun 2023 ditemukan 1.036 kasus., naik dari tahun sebelumnya ada 878 kasus. 

“Artinya ribuan kasus hanya terjadi di satu Kabupaten. Besar kemungkinan kasusnya bisa mencapai 350 ribu kasus di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Saat ini Kemenkes tengah fokus dalam menurunkan angka fatalitas dan morbiditas dari kasus gigitan ular. Sebab masyarakat masih banyak yang lebih percaya ke dukun daripada mengobati secara medis. “Mereka masih datang ke dukun, apalagi beberapa anti venom jenis ular tertentu sudah ada. Kita sudah siapkan rumah sakit rujukannya,” jelasnya.

Melihat kondisi masyarakat seperti ini pihaknya akan membentuk poison center dan riset pengembangan anti venom untuk pengobatan dan perawatan kasus gigitan ular berbisa. Di puskesmas, pasien yang kena gigitan ular tidak diberi anti venom, tapi anticholinesterase. Setiap puskesmas mendapatkan dua vial untuk diberikan kepada pasien yang memerlukan sebelum dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan anti venom atau bantuan ventilator. 

“Tahun 2022 lalu kita sudah diberikan 10 ribu vial. Di Papua sudah habis, tahun dari sebelumnya 100 persen kena kasus gigitan ular meninggal sekarang sudah turun menjadi 80 persen,” ujarnya.