Sukses

7 Caleg PDIP di Solo Raya Tolak Diganti Caleg yang Suaranya Lebih Rendah

Sebanyak tujuh caleg DPRD dari PDIP di wilayah Solo Raya bakar digusur oleh caleg lain padahal mereka peraih suara tinggi di wilayahnya. Para caleg tersebut melakukan perlawanan agar posisinya sebagai caleg terpilih tetap aman tidak diganti.

Liputan6.com, Solo - Sejumlah calon anggota legislatif (caleg) DPRD dari PDIP di wilayah Solo Raya memprotes rencana pembatalan pelantikannya sebagai anggota DPRD. Padahal tujuh caleg itu memperoleh suara tinggi pada Pileg 2024 lalu. Rencananya posisi mereka akan diganti oleh caleg lain yang suaranya lebih rendah.

Adapun caleg yang resah dengan isu pembatalan untuk dilantik menjadi anggota DPRD itu meliputi empat caleg PDIP dari Kabupaten Klaten, yakni Hartanti, Ratna Dewanti, Sugeng Widodo dan Umi Wijayanti. Lalu, dua caleg PDIP dari Kabupaten Sukoharjo yakni Ngadiyanto dan Tiwi Pramudiyatna. Dan satu caleg PDIP dari Kabupaten Karanganyar, yaitu Suprapto. 

Salah satu caleg PDIP dari Klaten, Hartanti mengaku tidak rela jika hasil perolehan suara dirinya pada Pileg 2024 lalu diserahkan kepada caleg lain di partai yang sama. Menurutnya keputusan seperti itu dinilai sebagai perampasan hak. Sistem Komandante yang digulirkan DPD PDIP Jawa Tengah yang menuai polemik para caleg yang meraih suara tinggi tetapi terancam digusur caleg yang perolehan suaranya lebih sedikit karena demi membuat pemerataan di setiap dapil.

“Memang kita berbenturan dengan salah satu yang di mana di aturan tersebut tidak masuk AD/ART partai. Memang sudah disosialisasikan tapi di dalam aturan itu sifatnya gotong royong. Nah di lapangan ternyata gotong royong itu ya namanya orang politik nggak mungkin saling membantu, otomatis berlomba-lomba dengan dirinya. Lha ini menjadi permasalahan di kami, antara aturan partai yang hanya dibuat di Jawa Tengah. Boyolali, Solo dan Wonogiri tidak memberlakukan sistem komandante,” kata dia di Solo, Kamis malam, 28 Maret 2024.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Aturan Hanya Berlaku di Jateng

Adanya aturan tersebut, pihaknya pun sudah melakukan konsultasi ke DPP PDIP untuk menyampaikan keluhan dengan aturan tersebut. Dari hasil konsultasi itu, ia membeberkan bahwa aturan tersebut hanya berlaku di Jawa Tengah. Sedangkan di wilayah lainnya tidak ada aturan sistem komandante tersebut. 

“Sebenarnya kami tidak masalah tapi di pundak kami itu mengemban tugas rakyat yang memilih kami tidak rela kalau suaranya diberikan oleh orang lain. Itulah yang menjadi permasalahan kenapa kami harus berjuang, meskipun harus berbenturan dengan elit politik. Kenapa kami berjuang sampai sekarang ini, ya insyaallah karena ini amanah yang harus kita pegang,” ujar dia.

Caleg lainnya, Sugeng Widodo mengaku gelisah karena KPU belum menetapkan calon terpilih. Selain itu muncul informasi bahwa caleg terpilih yang diumumkan dan ditetapkan KPU RI kemungkinan besar akan diganti nama.”Ini kami belum mengatakan pasti diganti nama tidak, besar kemungkinan nama yang tertera di data tersebut mau diganti oleh institusi,” katanya.

Sementara itu caleg PDIP Kabupaten Sukoharjo, Ngadiyanto mengaku diminta untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri dan bukan surat mengundurkan diri. Lantas, ia pun kaget ketika dalam sebuah pemberitaan media lokal muncul foto dirinya dan caleg lainnya yang bernama Tiwi Pramudiyatna disebut mengundurkan diri. Pernyataan tersebut disampaikan langsung dari KPU Sukoharjo.

“Kemarin foto saya muncul di Solopos.com bersama dengan fotonya Mbak Tiwi. Saya agak kaget ketika berita itu muncul bahwa saya dan Mbak Tiwi mengundurkan diri itu versi pemberitaan dari KPU. Dan yang menyerahkan surat pengudnuran diri itu DPC PDIP Perjuangan Kabupaten Sukoharjo. Padahal itu bukan surat pengunduran diri, perlu kami sampaikan isi suratnya adalah surat pernyataan bersedia untuk mengundurkan diri,” kata dia.

3 dari 3 halaman

Upaya Hukum

Lebih lanjut, Ngadiyanto mengungkapkan meskipun KPUD telah mengumumkan sebagai pemenang untuk menjadi calon DPRD tetapi jika partai berkehendak maka akan diganti oleh caleg lainnya yang suaranya lebih sedikit dari perolehan suaranya. “Kalau tidak mau mengundurkan diri memang kita diancam mau dipecat. Itu ancaman dari DPD (PDIP),” ujar dia.

Adanya ancaman seperti itu, ia bersama dengan caleg lainnya dari Klaten, Sukoharjo dan Karanganyar telah mendatangi DPP PDIP untuk melaporkan terkait masalah tersebut. “Ketika kita sampaikan di sidang DPP kemarin, mereka tidak mengakui pemecatan itu. Jadi tidak ada kata pecat dari DPD padahal mereka berulang kali mengucapkan itu, kalau tidak mau mengundurkan diri mau dipecat. Dan akhirnya diklarifikasi,” katanya.

Sementara itu. Sri Sumanta,  kuasa hukum tujuh caleg PDIP yang berasal dari Klaten, Sukoharjo dan Karanganyar akan menempuh jalur hukum karena mereka tidak pernah membuat surat pengunduran diri sebagai caleg. ‘Yang mereka tandatangani itu adalah surat pernyataan kesediaan mengundurkan dirii. Ini sangat berbeda maknya hukumnya dan itu harus lengkap tertulis,” ujar dia.

Selain itu, jika mereka sudah menjadi calon terpilih artinya sudah ditetapkan oleh KPU. Kalau tandatangan tersebut sebelum hari pencoblosan itu sudah prematur. “Berikutnya itu tanggalnya juga tidak ada, keperuntukannya apa dan kapan berlakunya dan alasannya apa tidak jelas,” kata dia.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan peraturan yang ada di partai itu harus merujuak, selaras dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. “Jadi setelah peentapan kemarin mestinya KPU daerah alurnya menetapkan calon terpilih. Kalau sampai tujuh caleg ini tidak ditetapkan, tentu upaya hukum akan ditempuh,” tegasnya.